Pertama

79 2 0
                                    

"Aku tidak gagal mencintainya,
tulusku pun bukan main untuknya,
kasih sayangku juga kuberikan sepenuhnya. Tapi salahku, gagal membuatnya untuk menjadi milikku."

"Tapi-kan dia yang salah.
Dia yang gapernah nyadar kalo selama ini kamu punya rasa yang sama, dan dia juga gatau kalo kamu juga berusaha untuk selalu berada disampingnya."

"Dia ngga pernah salah Ca, yang salah aku. Ekspektasiku yg terlalu tinggi buat selalu ada disampingnya. Rasaku yg selalu penuh untuk selalu berharap bahwa dia tau aku selalu berpihak padanya."

"Tapi, nyatanya, Mahendra ngga tau. dia ngga nyadar, dan mungkin ngga bakalan pernah nyadar. Kamu tau karena apa? karena memang bukan kamu yg Mahendra mau. Nama kamu ngga pernah ada dipikirannya. Dan ya kamu juga ngga pernah dapet ruang di hatinya. Kamu harus tau itu Aeleen."

"Aku ngga perlu ruang, biarin aku sendiri yang buat ruang itu. Biarin aku aja yang selalu punya ruang untuk namanya. Sejauh apapun aku melangkah, lagi lagi aku teringat dan selalu jatuh padanya."

"Aeleen, mau sampai kapan? Mau sampai kapan kamu bertahan sendirian? Mau sampai kapan rasamu tidak terbalaskan? Mau sampai kapan kamu menyembunyikannya diam diam, Aeleen?"

"Pertanyaan yang baru aja kamu lontarkan aku rasa ngga perlu aku jawab. Karena tentu, kamu sendiri sudah tau apa jawabanku, Ca. Rasaku akan selalu sama, dan selamanya mungkin akan tetap sama. Karena dia Mahendra, dia adalah satu satunya alasan kenapa sampai saat ini aku bisa bertahan."

"Aeleen kamu harus berhenti. Rasamu sudah terlalu jauh untuk ngelakuin semua ini. Masanya udah berakhir. Cerita kalian sudah usai meskipun belum pernah ada yg memulai."

"Kalo kamu tau aku sudah jatuh sejatuh jatuhnya ke dia, kenapa kamu nyuruh aku berhenti, Ca?"

"Ya karena, sampai saat ini kamu sama sekali belum pernah dapat balasan yang setimpal Aeleen. Kamu udah bener bener jatuh kedia, tapi dia? Dia malah jatuh ke orang lain dan bukan ke kamu. "

"Aku tau, jelas amat sangat tau.
Kapal kami memang belum pernah berlayar. Tapi aku yakin semesta udah mengatur kapan waktu terbaik buat kapal kami berlayar."

"Tapi, gimana kalo ternyata memang semesta yang ngga ngizinin kapal kalian berlayar. Atau bahkan dia memang ngga pernah mau buat berlayar bareng kamu. Semesta ngga mau kalo kalian berdua jadi satu."

Aeleen terdiam, kepalanya terasa pecah, pikirannya pun resah, tangannya memegang dada yang mulai tadi menahan sesak.

Aeleen tau bahwasanya memang sulit memenangkan perdebatan dengan sahabat nya itu, Caca namanya. Begitu sulit karena hampir semua yang Caca ucapkan adalah benar adanya.

Tapi, bukan Aeleen namanya kalau selalu mendengarkan Caca, karena satu-satunya prinsip Aeleen ialah apapun yang dilakukannya benar jika menyangkut nama Mahendra.

**

"Halo saya Mahendra Raymond Kenzo. Kamu masih ingat saya kan?"
"Oh hai a-aku Aeleen Ar..."
"Aeleen Arsenio Cassendra kan. Saya tahu."

Ya mungkin itu bisa jadi percakapan pertama dan terakhir Aeleen saat bertemu Mahendra kala itu (setelah sekian lama).

"Hm, kira-kira Mahendra sekrang lagi ngapain ya? Main basket? Futsal? Atau baca buku?" batin Aeleen sambil menebak nebak apa yang Mahendra lakukan, sekaligus bergegas untuk menghadiri festival.

Hari ini cuacanya cerah, terdengar jelas pembukaan festival di perumahan Aeelen berlangsung meriah.

"Kak mau corndog nya 2, dua-duanya dipakein mayonaise sama saos tomat aja,"
"Baik Kak ditunggu pesanannya."
Aeelen berdiri selama menunggu pesanannya dibuat. Sambil sesekali menggeser layar di ponselnya.

Tentu saja, Aeleen menghadiri festival bukan karena tertarik dengan serangkaian acaranya, dengan artis/bintang tamunya, atau bahkan dengan lagu dan genre musiknya.

Tidak Aeleen kesana hanya untuk menenangkan pikirannya. Hanya untuk menikmati corndog yang dipesannya dan menyadari bahwa di dunia ini masih banyak alasan Aeleen untuk melanjutkan hari-hari kedepannya.

Ya meskipun kadang terlihat muda-mudi yang berjalan berpasangan, yang jujur membuatnya iri.

Setelah corndog milik Aeleen selesai dibuat, Aeleen bergegas untuk pulang. Baru saja Aeleen melangkahkan kakinya dari stand corndog yang ia beli, terlihat segerombolan laki-laki mendekat ke arahnya. Tapi, diantara laki-laki yang Aeleen lihat, ada seseorang yang ia kenali hingga membuatnya senang bukan kepalang.

Tentu kalian tahu, Mahendra Raymond Kenzo namanya. Seorang laki-laki dengan postur berbadan tegap, dan cukup membuat semua orang terkesima. Satu kata untuknya yaitu mempesona.

Lalu apa yang terjadi dengan Aeleen? Memberikan senyuman? tentu saja tidak. Menyapa Mahendra? Apalagi itu, mana mungkin ia berani. Aeleen hanya bisa membatu melihat Mahendra berjalan melewatinya.

Bersambung

Terimakasih sudah membaca sampai akhir. Jangan lupa vote dan ikuti terus cerita "Batas Kota" bagian Kedua! see u semuaa.



Batas KotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang