Ketiga

36 1 0
                                    

"Kring kring kring"

Terdengar bel sepeda yang sengaja dibunyikan sebagai bertanda bahwa ada orang didepan rumah Aeleen.

"Aeleen udah siap? Ayo berangkat"
"Biru? Bukannya kemrin gue udah-"
"Sorry tapi gue ngga pernah nerima penolakan, Aeleen."

"Tapi gue udah ada janji hari ini."
"Oya? Tapi gue ngga percaya."
"Ya terserah mau percaya apa ngga, tapi sorry banget gue ngga mau jogging hari ini. Lo bisa pulang skarang."

Aeleen menutup pintu rumahnya, berharap  Biru segera pergi. Tanpa sadar ia langsung melangkahkan kakinya ke dapur, kemudian menyiapkan selembar roti tawar dan mengolesi selai kacang diatasnya, sebagai roti sarapan paginya. Segelas susu juga tersedia disana. Juga tidak lupa komik detektif dari tadi juga sudah ada disampingnya.

Dering ponsel Aeleen terdengar. Oh ternyata Caca yang menelepon Aeleen pagi-pagi.

"Halo, Aeleen."
"Hai Ca, ada apa?"
"Aeleen kamu gila ya, Biru udah jauh jauh ke rumah kamu naik sepeda pancal eh malah km tolak trus kamu tutup pintunya. Tegaa banget Aeleen."

"Kan aku udah nolak dia kemarin. Siapa suruh masih kekeh mau ajakin jogging."
"Wah ni anak ema-"

Tut.
Aeleen mematikan panggilannya. Menurutnya bukan hal terbaik untuk meladeni Biru ketika ia tau bahwa Biru memiliki perasaan terhadapnya.

"Paket kak paket."
"Iya pak. Sebentar."
"Atas nama Kak Aeleen?"
"Iya benar saya sendiri.'
"Dari siapa ya pak kayanya saya ngga lagi nungguin paket olshop?"

Pengantar kurir pun diam dan langsung pergi ketika benar orang yang menerima paket itu ialah Aeleen. Entah sudah berapa kali Aeleen menerima paket yang tanpa tertulis nama pengirimnya itu.

Tidak ada yang aneh di paketnya. Hanya dibungkus dengan kotak dan ternyata berisi paperbag lucu berwarna biru, dan  selalu berwarna biru memang, biru laut. Warna kesukaan Aeleen.

Didalamnya berisi coklat berbentuk hati dan bunga lyly. Bunga kesukaannya juga. Aeleen heran apa mungkin didalam coklat dan bunga lyly ini berisi racun atau bom (mungkin).

Tapi setelah dilihat lagi nampaknya tidak mungkin. Aeleen mengabaikan paperbag itu dan berpikir mungkin Caca yang sering iseng memberi paket itu. Sampai pada akhirnya.

SMA Cahaya Pertiwi

"Udah diterima paketnya, Aeleen?"
"Oh paket-paket itu lo yang kasih. Besok gue balikin ya."
"Kenapa lo balikin? itu gue yang kasih buat lo, Aeleen."

"Kenapa lo kasih ini ke gue?"
"Ya ngga ada pingin ngasih aja buat lo, Aeleen Arsenio Cassendra."
"Biru, sorry banget tapi gue suka sama orang lain, dan itu bukan lo. Jadi sorry baangeett, stop buat ngasih ini itu ke gue." Jelas Aeleen tegas kepada Biru.

Disisi lain, dalam hati Aeleen menggerutu, "Aeleen bodoh. Jelas jelas Biru belum menyatakan perasaannya tapi Aeleen sudah lebih dulu menolaknya. Dasar Aeleen kepedean bangettt. Bodoh bodoh Aeleen bodoh."

Biru hanya tersenyum manis mendengar apa yang baru saja Aeleen ucapkan kepadanya dan berjalan santai mendahuluinya.

Melihat reaksi Biru yang terlihat seperti tidak terjadi apa apa Aeleen merasa malu setengah mati. Langkah demi langkah Aeleen lalui dan sampai akhirnya dia berada di depan kelas Mahendra yang sebenarnya kelas Aeleen juga.

"Dia kemana ya? Masa ngga masuk sekolah? Apa sakit ya?" Aeleen masih melanjutkan langkahnya.
"Hayo celingak celinguk nyariin siapa sih cantik" terdengar suara seseorang yang sama sekali tidak asing ditelinga Aeleen.

Ya, masih orang yang sama yang menyapa Aeleen tadi pagi. Biru, dia memang bukan teman sekelas Aeleen. Tapi hobinya keluyuran ke kelas Aeleen.

Tidak ada jawaban dari Aeleen atas pertanyaan Biru. Aeleen masih merasa malu karna asal menolak Biru.

"Gue ngga peduli kalo lo nolak Biru. Nama gue bukan Biru, nama gue Adit. Lo yang manggil gue pake nama Biru. Mana orang orang juga ikutan manggil Biru. Jadi, inget kan yang tadi pagi lo tolak itu Biru. Sedangkan Adit? Lo belum nolak Adit."

"Biru, kali ini lo harus dengerin gue. Gue ngga bisa sama Lo. Gue takut nanti gue malah nyakitin Lo. Gue ngga bisa buat ja-"

"Gue ngga peduli. Gue ngga peduli kalo nanti gue sendiri yang bakalan sakit hati. Gue ngga peduli kalo ternyata akhirnya Lo ngga bisa jadi milik gue. Karna cuma satu yang gue mau. Gue cuma mau selalu ada disamping Lo. Lo kan tau kita udah temenan lama. Jadi boleh dong kalo gue mau kita lebih dari itu."

"Gue ngga sebaik sama apa yang lo pikirin.  Gue ngga bisa pacaran kaya orang-orang Biru. Gue ngga bisa kaya gitu."

"Aeleen, biarin gue aja yang peduli sama lo. Lo gausah ngurusin itu."

Saatnya jam istirahat. Aeleen menghentakkan bekal makan siangnya dengan keras.

"Aeleen, berisik banget sih. Itu makanannya nanti berantakan."
"Ga peduli. Biarin aja bekalnya berantakan. Lagian orang yang mau makan juga lagi berantakan nih. Duh pusiinggg."

"Pusing kenapa, Aeleen. Mau aku panggilin anak PMR?" sela Zaidan yang merupakan Ketua tim PMR di SMA Cahaya Pertiwi.
"Ha? Ngga Zidan aku ngga pusing yang beneran gitu. Cuma lagi banyak pikiran aja."

"Ciuh banyak pikiran katanya. Inget Aeleen semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Kamu pasti bisa." ucap Caca sambil mengunyah bekal makan siangnya itu.
"Ya, aku pasti bisa, Ca. BISA GILAAAA."

Mendengar apa yang Aeleen ucapkan, sontak Zidan dan Caca tertawa terpingkal-pingkal.

"Dek dek, orang gila mana lagi yang menyakitimu." goda Zidan kepada Aeleen.

"Temenmu tuh bikin kepalaku mau meledak tau ngga."
"Biru? Kan udah aku bilang sebelumnya. Kalo Biru itu su-"
"Stop-stop aku lagi ngga mau ngebahas ituuu. Aku mau menikmati bekalku dengan tenanggg, Zidan."

"Yadeh, makan dulu gih." perintah Zidan kepada Caca yang daritadi mengomel.

Tapii, bukan Caca namanya kalo ngga kepo sama urusan Aeleen. Jadi selagi jam istirahat, Aeleen menceritakan apa yang terjadi kepadanya tadi pagi. Bukan hanya itu, Zidan teman dekat Biru juga ikut mendengarkan cerita Aeleen.

Bersambung

Terimakasih sudah membaca sampai akhir. Jangan lupa vote dan ikuti terus cerita "Batas Kota" bagian Keempat! see u semuaa.

Batas KotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang