"Assalamualikum Mahira!" Salam seorang wanita pada Mahira yang tengah duduk di depan kelas mengajarnya.
"Wa'alaikumsalam, eh Mun. Ayok duduk sini.." jawab Mahira sembari menepuk tempat di sisi kanannya mengisyaratkan agar Mun duduk tepat di samping nya.
"Ada apa Mun?" Tanya Mahira ketika Mun sudah duduk di sampingnya.
Mun menggeleng, dengan senyum tipisnya.
Mahira melihat Mun hanya diam, Mahira yakin pasti sahabatnnya ini sedang ada masalah. Dapat ia lihat dengan jelas wajah sahabatnnya itu sangat terlihat murung sejak pagi tadi.
"Mun, kalau ada masalah cerita aja sama aku yah, jangan sungkan-sungkan siapa tau aku bisa bantu kamu. Tapi, jika kamu tidak ingin menceritakannya tak masalah" kata Mahira dengan suara lembutnya.
Setelah itu Mahira mengalihkan pandangannya ke arah taman depan kelasnya dimana taman itu di isi oleh banyaknya anak-anak didik mereka yang sedang bermain.
"Hira" panggil Mun.
Mahira menoleh.
"Kenapa Mun?"
"A-ku," lirihnya.
"Tidak apa-apa Mun, cerita saja jika itu bisa membuat masalah di hati kamu sedikit berkurang"
Mun terdiam menunduk.
Sedangkan Mahira, ia hanya diam menunggu sahabatnnya itu sampai siap bercerita.
"Hira.. A-bi, memaksa ku untuk menikah dengan lelaki pilihannya" ujar Mun dengan suara lirihnya.
Deg
"A-ku gak salah dengar kan Mun?" Ucap Mahira memastikan, pasalnya ia sangat tau watak sahabatnnya ini ia tau bahwa Mun bukan tipe seseorang yang suka di atur-atur seperti ini apalagi soal perjodohan konyol ini.
Mun menatap Mahira dengan tatapan sayup nya, sedetik kemudian ia langsung memeluk Mahira dengan suara Isak tangisnya yang mulai terdengar.
"Hira a-ku bukannya ingin membantah atau tidak patuh kepada orang tua ku, tapi kamu tau kan Hira kalau aku tuh bukan orang yang suka di atur-atur seperti ini, terlebih lagi hal ini adalah penentu masa depan ku kelak. Hikss.. mengapa harus aku yang selalu jadi masalah dalam keluarga ku Hira. Aku ini juga punya perasaan, aku juga butuh dimengerti dan aku juga pengen hidup dengan jalan yang aku buat sendiri, aku juga tau batasan untuk bergaul dan juga aku tau bahwa menikah itu adalah suatu hal yang harus segera dilaksanakan jika sudah mempunyai kemampuan. Tapi mengapa mereka sekejam itu Hira, hingga mereka memaksa ku agar menikah dengan seseorang yang bukan pilihan ku. Sungguh Hira, aku benci dengan perjodohan ini" jelas Mun dengan suaranya yang terbata-bata. Sesak, sakit, itulah yang Mun rasakan saat ini.
Ia merasa ada begitu banyak benda tajam yang menusuk hatinya, yang mana sakitnya itu benar-benar membuat ia hampir gila.
Mahira hanya bisa terdiam mendengar penuturan sahabatnnya itu, sebab Mahira benar-benar tidak tau bagaimana masalah yang dijalani sahabatnnya sekarang. Tapi, sesak yang menyeruak di hati sahabatnnya itu dapat Mahira rasakan saat ini, karena Mahira juga wanita sama seperti sahabatnya ini, walau bagaimanapun Mahira juga sedih melihat sahabatnnya terluka seperti ini.
Mahira mengusap bahu Mun dengan pelan, ia mencoba menenangkan hati sahabatnnya itu, agar sahabatnnya itu bisa meredakan tangisnya saat ini.
"Mun, Tenang yah, sekarang Lihat aku" pinta Mahira, Mun pun menurut.
Mahira mengusap air mata sahabat nya itu.
"Jangan menangis lagi Mun, lihat tuh, wajah kamu kalau nangis gini makin cantik. Nanti kang somay di depan sana naksir sama kamu, Jadi jangan nangis lagi yah" kata Mahira dengan sedikit candaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Terakhir Untuk Mahira
Novela JuvenilJADIKAN AL QUR'AN SEBAIK- BAIKNYA BACAAN❤️