"Kesedihan adalah teman setia yang hanya kita yang mengerti, karena hanya kita yang merasakannya sepenuhnya."
5. AWAL DARI SEBUAH PERTEMUAN
Lonceng istirahat berdenting lima menit yang lalu, saat itu Rainy dan kedua teman barunya duduk di kantin. Mata Rainy tak henti-hentinya memandang ke arah Biru yang sedang sibuk berjualan donat di sana. Ia terkesan dengan semangatnya yang tinggi, bekerja keras tanpa ada rasa malu sedikit pun. Ternyata, dagangannya cukup ramai dan tidak pernah sepi. Tak heran, donat yang ia jual memang lezat.
"Cie, liatin Biru terus. Love first sight ya sama Biru?" goda Dayana yang terus memperhatikan Rainy yang selalu memandang Biru.
"Eh, nggak kok. Aku cuma kagum aja sama dia. Dari sekian banyak siswa di sini, cuma dia yang berani jualan di sekolah," jawab Rainy.
"Iya sih, aku juga salut sama Biru. Dia tuh tipe pekerja keras banget, apalagi dia jualan buat nabung bikin toko donat," sahut Dayana. "tapi sayangnya, dia bukan tipe yang aku bayangin..." lanjutnya seraya menggelengkan kepala.
Marina tertawa kecil. "Terus tipe kamu tuh seperti apa sih? Kayak Zayyan ya?" tanyanya dengan senyum nakal.
"Ya ampun, jangan sampai deh ... lebih baik nggak!" sahut Dayana sambil menggelengkan kepala dengan ekspresi jijik.
"Temen-temen, aku mau beli bakso dulu ya, tunggu sebentar," ucap Rainy seraya berdiri.
"Eh, mau kita antar?" tawar Dayana diangguki Marina.
"Nggak usah deket kok," jawab Rainy sambil tersenyum.
"Oke, hati-hati di jalan ya,"
Hari ini cuacanya cerah. Setelah bel istirahat berakhir, semua murid kembali ke kelas masing-masing, melanjutkan aktivitas rutin belajar mereka. Suasana sekolah kembali sibuk dengan siswa-siswi yang bersemangat mengikuti pelajaran. Di tengah suasana tersebut, di kelas IPA, Bu Dewi, guru sains mereka, tengah memberikan instruksi kepada para murid.
"Rainy," panggil Bu Dewi dengan suara lembut namun tegas.
"Iya, Bu?" jawab Rainy, mengangkat wajahnya dari buku catatan.
"Kamu tolong bawakan buku Sains dari perpustakaan, ya. Ambil dua puluh lima buku saja," pinta Bu Dewi sambil tersenyum.
Rainy terlihat ragu sejenak. "Anu, Bu... Saya nggak tahu di mana ruang perpustakaannya," ucapnya, wajahnya sedikit malu.
Bu Dewi tersenyum penuh pengertian. "Oh, iya, kamu kan murid baru. Maafkan Ibu, Rainy. Baiklah, kamu ke sana diantar Biru saja," ujarnya, kemudian menatap Biru yang tengah melamun sambil memandang keluar jendela.
"Biru," panggil Bu Dewi, mencoba menarik perhatian pria itu.
Zayyan menoleh ke belakang kemudian menepuk pundak Biru untuk menyadarkannya dari lamunan. "Bir, dipanggil tuh, ngelamun aja," katanya dengan nada menggoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Kelomang Biru
Novela JuvenilRainy, gadis yang selalu berpindah-pindah seperti kelomang, mencari kehangatan yang tak pernah ia temukan di rumahnya yang dingin dan sepi. Hidupnya berubah saat ia bertemu Biru, seorang penjual donat penuh semangat yang perlahan-lahan membawa kecer...