Chapter 3

37 2 0
                                    

"Cess?" Ibu menyembulkan kepalanya dari pintu kamarku. "Sudah siap untuk apptitude test?" Katanya lagi.

Umurku sudah 16 tahun sekarang. Ya, sudah 4 tahun aku hidup di Abnegation. Abnegation sudah terasa seperti rumahku. Tapi bayang-bayang Pamela dan Klai masih belum bisa hilang dari kepalaku.

"Yah, kurasa sudah." Kataku sambil menaikkan alis.

Aku bangkit dari tempat tidurku dan berjalan keluar. Ibu hanya menatapku tanpa ekspresi. Mitchell dan Lourdes sudah menungguku di depan rumah. Mereka mengenakan pakaian abu-abu yang biasa, begitu juga denganku. Ibu hanya melambaikan tangannya padaku ketika kami berjalan pergi.

Aku, Lourdes dan Mitchell tidak berbicara apa-apa selama kami berjalan ke sekolah. Pemandangan di sekitar sekolah masih tetap sama dengan hari-hari biasanya. Anak-anak kelahiran dauntless yang terlihat bebas atau sering disebut Lourdes sebagai anak-anak liar, memanjat gedung sekolah tanpa pengaman apapun. Mereka berteriak dengan liar.

"Mereka agak sedikit gila, yah?" Bisik Lourdes kepadaku.

Aku hanya diam. Begitu juga Mitchell.

Ketika sampai di ruang tunggu, kami menempati tempat duduk paling jauh dari pintu. Mitchell terduduk dengan gugup. Wajahnya pucat, tangannya gemetar. Sedangkan Lourdes terlihat tenang.

"Mitch? Kau sakit ya?" Tanyaku.

Dia menggeleng dengan gugup.

"Tidak perlu gugup, Mitch! Apapun hasilnya kau tetap bisa memilih faksi yang kau inginkan, kok!" Kata Lourdes santai .

Kurasa memang tidak ada yang perlu ditakutkan. Apapun hasil tesku, aku tidak perlu kembali ke 4 atau Hunger Games. Tidak akan ada mimpi buruk disini. Setiap faksi tampaknya damai, tidak akan ada pertarungan berdarah di arena.

"Cess," bisik Mitchell di telingaku.

"Ya?" Balasku.

"Aku harap kita di faksi yang sama," bisiknya lagi.

"Apa sih yang kau bicarakan?" Tanyaku.

Mitchell terdiam. Lourdes sepertinya tidak peduli dengan perbincangan kami. Dia hanya menatap sekeliling dengan tenang.

Anak-anak yang namanya dipanggil, memasuki ruangan satu persatu. Aku dapat mendengar anak-anak Candor membicarakan tentang faksi mana yang mungkin cocok untuk mereka.

"Cess, aku hanya tidak ingin berpisah darimu. Karena aku tidak ingin kehilanganmu." Lanjut Mitchell.

"Mitchell Cathcart!" Panggil seorang wanita.

Mitchell melirik padaku. Melemparkan pandangan 'Kita akan berbicara lagi nanti'. Aku hanya menatapnya. Apapun yang ingin dia katakan sepertinya adalah peryataan perasaan. Tapi kurasa aku tidak bisa bersama Mitchell. Sungguh, Mitchell sebenarnya cukup tampan. Tubuhnya cukup tinggi untuk remaja berumur 16 tahun, rambut coklatnya menawan, dan mata coklatnya seakan menarikku kedalam. Tapi kukatakan lagi, aku tidak pernah jatuh cinta kepadanya. Dia lebih seperti pengganti Klaiden untukku.

Beberapa saat kemudian, nama Lourdes dipanggil. Dia berjalan dengan tenang ke arah sebuah pintu.

Cukup lama aku menunggu hingga akhirnya dipanggil. Lalu aku segera bangkit dari kursiku dan menuju ruangan yang ditunjukkan.

Seorang pria muda sedang merapihkan beberapa barang ketika aku masuk ke dalam ruangan tersebut. Rambut merahnya terlihat berantakan. Dia cukup tampan.

"Hai, Cessand Trophenhudd. Namaku John Finnigan." katanya sambil menyiapkan beberapa alat. "Duduk disana." katanya lagi.

Aku duduk di kursi yang disediakan. John berbalik dan menyuntikkan sebuah cairan di leherku. Setelah selesai, kepalaku terasa berdenyut. Begitu sakit hingga aku merasa berada di tempat lain.

----------

"Cessand?"

Aku membuka mataku. John menatapku sambil menaikkan alis.

"Hasil tes mu adalah Dauntless." katanya singkat.

Kepalaku masih terasa berdenyut. Rasanya seperti ada sesuatu dikepalaku yang mendesak keluar. Aku menggerakkan tangan kiriku sedikit, tetapi tanganku terasa kebas.

"Kita sudah selesai, kau bisa keluar sekarang." kata John datar.

Aku menganggukan kepalaku. Lalu berjalan keluar.

------------

Aku benar-benar tidak tahu harus memilih faksi yang mana. Saat ini kami sedang duduk bersama seluruh faksi untuk menyaksikan anak-anak berumur 16 tahun memilih faksi. Ibu dan Ayah terlihat tenang. Mereka telah meyakinkanku untuk memilih faksi yang aku inginkan dan cocok dengan sifatku. Apakah aku harus pindah ke dauntless? dan meninggalkan Ibu juga Ayah? aku benar-benar tidak tahu.

Anak dari Amity yang bernama Zoe Sandler dipanggil pertama kali. Wajahnya teduh dan damai. Dia memilih untuk tetap di Amity. Masih banyak lagi anak-anak yang dipanggil sebelumku. Salah satu anak kelahiran Abnegation, Willy Harper, memilih dauntless yang membuatku cukup tertarik. Ayah meremas pergelangan tanganku ketika darah Willy menetes di permukaan bara api. Dia menatapku lalu mengangguk.

"Apapun pilihanmu, aku tetap bangga padamu." Bisiknya ditelingaku.

Aku merasa mundur ke empat tahun yang lalu. Ketika aku harus memilih untuk meninggalkan Distrik Empat atau tidak. Perasaan menusuk yang sama karena takut melakukan kesalahan ketika memilih. Hasil Apptitude test ku adalah dauntless. Tapi aku bukanlah seorang Dauntless, aku takut pada permainan terkutuk itu. Aku juga bukan Erudite yang cerdas, atau Candor yang jujur. Aku juga bukan Abnegation, jika aku tidak memperdulikan diri sendiri, aku pasti menggantikan Pamela ketika hunger games. Mungkin aku seorang amity. Tidak menyukai kekerasan. Tapi hasil tes ku adalah dauntless, entah mengapa.

"Mitchell Cathcart!"

Mitchell bergidik menatapku. Lalu dia maju untuk memilih. Tanpa rasa takut dia melukai tangannya lalu memilih Abnegation. Mitchell kembali ke tempat duduk Abnegation. Dia mengangguk samar ke arahku. Yah, aku menghindarinya sejak apptitude test kemarin.

"Lourdes Cathcart!"

Lourdes dengan percaya diri maju. Dia melukai tangannya. Lourdes diam sejenak. Mungkin dia akan memilih Dauntless atau Erudite. Dia selalu berkata akan pindah. Dan dia sangat cerdas juga pemberani. Beberapa detik kemudian, Lourdes meneteskan darahnya ke air. Erudite.

Lourdes berbalik. Berjalan riang ke arah gerombolan Erudite yang bertepuk tangan.

Aku menggigil di kursiku. Tidak tahu apa yang harus ku pilih.

Ketika giliranku tiba. Lenganku terasa bergetar. Aku meraih pisau dan melukai telapak tanganku. Rasa sakit mulai terasa menusuk di tanganku.

Apakah Amity? atau Dauntless?

Rasa sakit mulai naik ke kepalaku. Aku menggerakkan tanganku dan beberapa detik kemudian aku melihat darahku menetes diatas bara api. Ya, aku memilih Dauntless.

---------

Agak boring gitu ya chapter yang ini. Author merasakannya kok, hehe. Next chapter nggak bosen dehh. Semoga aja hehe. vote? comment? thanks xD


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 09, 2015 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

In BetweenWhere stories live. Discover now