12. Poor Young Girl.

87 12 0
                                    

Semua piring telah ditumpuk menjadi satu, Pravara berdiri dan membawa semuanya dari atas meja. Wanita itu berdeham saat melirik suaminya yang masih menatap tajam gadis di depannya ini. "Mas, kopinya nanti aku bawakan ke atas."

"Saya nggak keruang kerja malam ini."

"Ah, ya." Pravara mengangguk dan bergegas mencuci piring, menjauhi Pandu yang menghela napas kasar.

"Kamu," tunjuknya pada Ryeya yang duduk dengan tegang.

Ryeya mengangkat pandangan, selama dia menikmati Spaghetti ter-enak yang pernah dia makan, hawa dingin yang menggeruduk meja makan membuatnya merinding. "I-iya?"

"Ikut saya ke ruang tamu. Setelah selesai cuci piring, kamu juga ikut Pravara. Selesaikan dengan cepat," tukasnya seraya berdiri dari duduknya. Melenggang pergi tanpa mengatakan apapun lagi.

Pravara yang tadi berbalik badan untuk menyahuti perintah suaminya, hanya bisa mengangguk dengan tangan yang penuh busa. Kemudian kembali fokus dengan cuciannya, dia tidak boleh terlalu lambat untuk hal ini saja.

Saat dia terlarut dalam pekerjaannya, Pravara merasakan pinggangnya ditoel dari arah samping. "Ada apa, Rye?"

Ryeya membuat wajah cemberutnya, menatap Pravara dengan penuh permohonan. "Kak Pravara, jangan lama-lama ya. Aku takut di makan harimau."

Pravara mendengus kecil. "Mas Pandu bukan Harimau. Nggak bakal makan kamu, mungkin beliau hanya ingin bertanya-tanya dan meminta penjelasan dengan apa yang kamu katakan tadi."

"Nggak! Nggak! Mas Pan- eh! Aku nggak mau panggil dia Mas lagi." Gadis itu menggelengkan kepalanya cepat. "Aku panggil dia kakak aja."

"Kenapa? Kan wajar sama calon suami sendiri." Hanya dengan mengatakan hal itu, Pravara bisa merasakan hatinya berdenyut sakit. Namun, dia menggeleng cepat, dia tidak berhak merasa seperti itu. Bagaimanapun, ini yang terbaik.

"Iya sih, calon suami. Tapi, kenapa tampangnya kayak antagonis gitu sih, tapi ganteng juga," seloroh Ryeya dengan gumaman kecil. "Kak Ryeya hebat ya."

"Hebat kenapa?" Wanita itu mengeringkan semua piring dengan gerakan cepat. Yang mana hal itu membuat Ryeya semakin mengerucutkan bibirnya dengan gumaman panjang.

"Hebat lah! Bisa hidup selama 5 tahun sama kak Pandu, aku nanti bisa nggak ya?" seloroh gadis itu dengan ketengangan yang belum berakhir.

Untuk pertanyaan itu, Pravara tidak bisa menjawab. Wanita itu memilih mengeringkan kedua tangannya dan melangkahkan menjauhi dapur diikuti Ryeya. Gadis itu melangkah dengan berat dan mendudukkan dirinya di sebelah Pravara.

"Duduk di kursi lain, jangan menempel seperti lintah pada istri saya." Pandu mematikan ponselnya dan bersendekap di depan dada. Menatap gadis muda di samping sang istri yang tampak enggan melihat pada dirinya.

"Memangnya kenapa? Tidak ada yang dirugikan kok," balasnya tanpa melihat pada Pandu. Ryeya bahkan memeluk lengan Pravara dan mendusel di sana. "Lagian yang aku tempeli bukan kak Pandu juga."

Pandu merasakan emosinya dipancing, dia membuang wajah ke samping dan menggigit lidah. Seumur-umur baru kali ini ada yang membuat dia sejengkel ini dan itu karena gadis yang dibawa oleh ibunya ini. "Terserah."

Pravara tidak mengerti kenapa Pandu harus semarah itu pada Ryeya, gadis yang mendusel di sampingnya ini juga aneh. "Ryeya, kamu sakit?"

"Tidak kok, kenapa?" tanya Ryeya. Dia mendongak menatap Pravara yang juga menunduk memandangnya.

Telapak tangan Pravara terangkat menyentuh dahi Ryeya. "Tapi, dahimu panas. Tidak sakit bagaimana?"

Ryeya melepaskan tangan pravara dari dirinya, dia juga memisahkan diri dan duduk sedikit menjauh. Seolah-olah menuruti apa yang di perintahkan oleh suami dari Pravara tadi. "Ini sudah biasa, tidak ada yang perlu di khawatirkan."

Sweet Divorce [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang