Amran hanya menghela napas. Ia pernah baca cerita novel online bertema pernikahan kontrak yang melintas di beranda media sosialnya. Ia jadi berpikir untuk melakukannya juga jika tenggat waktu enam bulan hampir habis.
Masalahnya, siapa yang mau nikah kontrak dengan bujang karatan seperti dirinya? Amran melihat pantulan tubuhnya di kaca penutup rak buku di ruang tengah. Badannya memang masih tegap berisi karena menjaga makan dan olahraga teratur. Ia memiliki rambut hitam tebal terawat. Sepintas ia tidak terlihat seperti manusia dengan umur nyaris mendekati setengah abad.
Sayangnya, umur tidak bisa bohong. Jika diperhatikan, tetap saja wajahnya enggan berdamai dengan waktu yang terus bergerak. Ada garis-garis yang tak bisa dicegah kehadirannya. Ia tetap menua, mengikuti pertambahan umur bumi. Arman sadar, bagaimanapun juga ia bukan ahjussi rasa oppa. Sebuah kesadaran yang membuat matahari pagi itu seperti lebih terik daripada biasanya.
Ketika Amran menyingkir dari depan kaca penutup rak buku, mendadak sebuah ide terlintas di benak. Ia juga pernah mendengar tentang aplikasi pencari jodoh. Ada salah satu teman saat kuliah di Jerman yang mendapat suami bule setelah berkenalan lewat aplikasi itu. Kencan buta yang dilakukannya sukses. Sekarang mereka tinggal di Jerman dan sudah memiliki tiga anak. Sepertinya ia bisa mendapat istri kontrak atau permanen dengan cara serupa.
Senyum samar tercetak di wajah Amran. Tabir gelap perjodohannya mulai terbuka. Amran duduk di kursi dekat jendela dengan santai. Telinganya masih setia mendengar Ratih menceritakan tetangga-tetangga seusianya yang telah beranak-pinak lalu kembali membandingkan dengannya.
Ketika daftar nama habis dan Ratih berhenti bicara, bibir Amran membusur. "Nasib orang beda-beda Bu. Ojo di banding-bandingke." Jawaban itu diucapkan tanpa beban.
"Kamu memang paling pinter kalau ngeles." Bibir Ratih mengerucut. Ia meneguk habis sisa jus jeruk dan memberikan gelasnya pada Amran.
Amran tertawa. Ia membawa gelas ke dapur dan mencucinya. Ia tidak kembali ke ruang tengah karena mengecek obat-obatan yang rutin diminum Ratih. Besok Amran ada tugas dari kampus dan konferensi ke Korea Selatan. Ia harus memastikan tidak ada obat yang habis. Hipertensi dan jantung menyebabkan Ratih tidak bisa lepas dari obat.
Amran juga mengecek kulkas dan kebutuhan dapur. Ia akan berbelanja sebelum pergi agar semua kebutuhan ibunya tersedia sehingga besok ia bisa pergi dengan tenang.
Malam hari saat sudah selesai berkemas, Amran membuka mesin pencari dan mengetikkan kata aplikasi pencari jodoh. Dicarinya review setiap aplikasi dan pengalaman orang-orang yang telah berhasil menemukan jodohnya. Ia membaca semua informasi dengan teliti. Detik itu, Amran merasa dirinya tidak lebih dari seekor katak dalam tempurung. Betapa terbatas circle pertemanannya. Ada sesal terbersit di hati karena ide mencari istri lewat daring baru terlintas sekarang.
Dua aplikasi telah tersimpan di ponsel. Amran membukanya sewaktu menunggu keberangkatan pesawat di bandara. Ia membuka-buka profil beberapa perempuan dan membaca biodata singkat mereka.
Hai, aku Juliet. Maukah kamu jadi Romeuku?
Amran tersenyum geli. Ia tidak ingin jadi Romeo. Apa yang bisa diharapkan dari menjadi Romeo and Juliet. Kisah cinta mereka berakhir tragis. Ia tidak ingin senasib dengan mereka. Otaknya masih waras. Ia mencari jodoh agar hidup bahagia, bukan mati bersama.
Aku adalah bulan yang mencari matahari.
Halah. Amran berdecak. Matahari dan bulan tidak pernah bertemu dalam satu orbit. Gimana caranya mereka hidup jika tidak pernah bertemu?
Linda - Coffiee, Cat, and Cookies
Menarik. Amran menyusuri biodata singkat perempuan itu. Dari foto yang diunggah, Amran menyimpulkan jika perempuan itu cukup dewasa dan matang.
Pencinta kucing. Tidak bisa hidup tanpa kopi. Pemilik toko kue.
Tatkala membaca profil Linda, Amran membayangkan dirinya bisa makan kue setiap hari. Lalu, tubuhnya akan mengembang seperti balon. Implikasi paling buruk, hanya bagian perutnya yang membesar dan ia akan tampak seperti bapak-bapak sedang hamil. Apa kabar diet ketat yang selama ini dijalaninya?
Amran bergidik, membayangkan dirinya sekarat karena kebanyakan gula dan lemak jahat.
Telunjuk Amran menggeser layar ke kanan, mencari perempuan lain. Sampai waktu berangkat tiba, ia belum menemukan satu orang pun yang cocok di hati. Ada saja kekurangan yang membuatnya urung untuk menghubungi dan membuat janji kencan. Benar juga kata ibunya, ia terlalu pilih-pilih sampai-sampai, hanya karena kekurangan sebesar plankton di lautan membuatnya balik badan. Namun bagi Amran, menikah butuh pertimbangan matang. Ia akan memilih teman seumur hidup.
Baru sepuluh orang dari satu aplikasi. Masih ada ribuan pengguna dan puluhan aplikasi lain. Pasti nanti ketemu juga.
Amran berusaha menjaga nyala semangat di hati tetap menyala. Masih ada waktu untuk mencari.
Di sela-sela konferensi dan tugas dari fakultas, Amran meneruskan pencarian di aplikasi pencari jodoh dan menemukan empat kandidat utama. Ada satu nama yang menarik hatinya.
BlueMoon
Coffee – Book - Knit
Mahasiswa program pascasarjana, ASN dan sedang tugas belajar. Hanya mencari pria yang serius, bukan sekadar pacar.
Membaca biodata singkat dan foto profilnya, Amran berpikir jika semesta kehidupan perempuan ini tidak jauh beda dengannya. Dia bukan remaja alay dan sepertinya cukup dewasa. Amran akan membuat janji temu sepulang dari Korea. Ia sudah mencatat nama dan nomor ponsel mereka, terutama BlueMoon, di note.
Amran berdiri kemudian mendekati dinding kaca meeting room Korea University. Ia baru saja selesai rapat dengan tim dosen dari KU. Ditatapnya lalu lintas kota Seoul dengan hati lega. Jalan ketemu jodoh semakin dekat.
Ponsel di saku kemeja Amran bergetar. Dilihatnya arloji. Sudah waktunya meluncur ke Kyung He University untuk meeting selanjutnya. Besok, ia masih ada agenda konferensi dan meeting dengan Sungkyunkwan University.
Hari kedua di Seoul Amran mengakhiri kegiatan dengan makan malam bersama peserta konferensi perubahan iklim dari berbagai negara. Sebelum berangkat, Amran sudah mencari informasi tentang menu halal Korea. Meskipun lapar mata, ia tetap memilih sajian yang jelas kehalalannya.
Bagian depan hall tempat peserta konferensi makan sudah disulap menjadi panggung. Drama musikal dengan pemeran utama Min Woo Hyuk menemani peserta santap malam. Semangkuk sup kimchi menjadi menu kedua Amran. Sebelumnya, ia sudah menghabiskan semangkuk tteokbokki. Amran belum pernah mencicipi kuliner Korea. Ternyata rasa pedas manis mayoritas kuliner Korea cukup cocok di lidahnya. Amran memang lahir dan besar di Yogyakarta, tetapi tidak terlalu menyukai makanan manis.
Drama musikal berakhir jam sepuluh waktu Korea. Masih ada resital piano dari pianis nomor satu Korea sampai jam sebelas malam. Usai semua rangkaian acara, Amran kembali ke kamar. Ia masih sempat memasukkan tiga potong kimbap sebelum meninggalkan hall. Besok pagi-pagi sekali, dia harus berenang lebih lama untuk membakar kalori yang terlalu banyak masuk ke tubuh hari ini.
Amran meletakkan sepatu di rak dekat pintu kemudian berganti pakaian. Teman satu kamarnya dari UNPAD sudah tidur. Diambilnya ponsel di atas meja dan mendapati notifikasi pesan dari Pak RT. Segera dibukanya chat room karena Pak RT tidak pernah mengirim pesan jika tidak ada masalah penting atau genting.
"Mas, Ibu kecelakaan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Bujang Karatan (Tamat di Karyakarsa dan KBM App)
RomanceLima tahun setelah bercerai, Mei memutuskan melanjutkan kuliah. Di kampus, ia berkenalan dengan Amran, dosen berumur 45 tahun yang masih jomlo. Karena menjadi asisten Amran , keduanya menjadi dekat dan saling jatuh cinta. Sayang, Amran justru mengin...