Daffandra Kenzio Alexander remaja lelaki berusia 17 tahun, itu kini sedang bersiap dengan seragam sekolahnya lengkap dengan almamater Ketua OSIS yang saat ini dikenakannya membuatnya terlihat sangat menawan dan berwibawa.
Tok tok tok
"Tuan muda, sarapan sudah siap. Tuan besar menyuruh saya untuk memanggil tuan muda untuk sarapan bersama."
"Iya bi, sebentar lagi Daffa selesai." balas Daffa dari dalam kamar.
"Kalau begitu, saya permisi kembali ke bawah tuan muda." pamit bi Mina.
Sedangkan di dalam kamar, Daffa masih berusaha menghentikan darah yang terus mengalir dari hidungnya. Kepalanya terasa sangat berat tapi dia berusaha untuk keluar dari kamarnya setelah mimisannya berhenti.
"Sshhh, kenapa pusing banget." ringisnya sembari memijit pelan pangkal hidungnya dan berjalan tertatih menuju pintu kamar.
Ceklek
"Tuan muda, apakah anda baik-baik saja?" tanya Hans, asisten pribadi Lucas yang kebetulan melewati kamar Daffa setelah mengambil berkas dari ruang kerja Lucas.
"Ah, Daffa gak papa kok om." ujarnya yang sedikit terkejut dengan kehadiran Hans namun berusaha tersenyum meyakinkan.
"Tapi wajah anda terlihat sangat pucat tuan muda?" balas Hans dengan raut khawatirnya.
"Hmm Om, Daffa kebawah duluan ya takut Papa sama yang lain kelamaan nunggu buat sarapan." jawab Daffa sengaja mengalihkan pembicaraan. Setelah mengatakan itu Daffa segera berjalan dengan tergesa-gesa mengabaikan kepalanya yang masih terasa pusing menuju lift saat mengingat sang Papa sudah menunggu sedari tadi. 'pasti Papa bakalan marah' batinnya dengan perasaan cemas, jika sang Papa sudah marah dapat dipastikan bahwa tubuhnya tidak akan baik-baik saja.
Saat sampai di meja makan disana dia bisa melihat sang Papa --- Lucas Alexander bersama dengan tante --- Kinara Amalia yaitu ibu sambungnya dan juga Leonard Arkatama --- saudara tirinya tengah tertawa bahagia.
"Selamat pagi." sapanya pelan dengan kepala menunduk,bahkan dia tidak berani menatap wajah sang Papa saat sampai di ruang makan.
"Apa yang kamu lakukan di dalam kamar, sampai membuat kami harus menunggu, Ingat Daffa kamu tidak seistimewa itu untuk semua orang termasuk saya." ucapnya dingin.
"Maaf Pa," suaranya tercekat saat mendengar perkataan sang Papa.
"Cih! Maaf mu tidak akan bisa mengembalikan waktu saya yang terbuang sia-sia." sinisnya.
"Sudah Mas, jangan terlalu berlebihan Daffa kan udah minta maaf." Kinara mencoba menenangkan sang suami dengan mengelus lembut punggung tangannya.
Setelah mendengar ucapan Kinara, Lucas baru sadar bahwa bukan ini tujuannya yang menyuruh Daffa kemari bukan untuk sarapan bersama melainkan untuk mengingatkan perihal Olimpiade nanti.
"Hm, saya cuma mau bilang sama kamu minggu depan akan ada Olimpiade Fisika. Saya sudah bilangkan beberapa hari yang lalu tentang ini, dan ingat saya tidak menerima kekalahan apapun alasannya." tegasnya sambil melirik Daffa yang masih berdiri di belakang kursi samping Leon yang masih menundukkan kepalanya.
"Iya Pa, Daffa akan berusaha untuk dapetin hasil yang terbaik." ujar Daffa, setelah mengangkat pandangannya ke arah sang Papa dengan tersenyum manis. "Hm, kalo gitu Daffa berangkat duluan ya Pa." lanjutnya, setelah mengatakan itu Daffa pun segera bergegas menuju pintu depan mansion.
Setelah sampai didepan ia segera memasuki mobil yang selalu mengantar dan menjemputnya ke sekolah. Daffa langsung masuk ke dalam setelah menyapa Hans bodyguard pribadinya. memilih memejamkan matanya, berharap bisa sedikit menghilangkan rasa sakit di kepalanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
DAFFANDRA
Ficção AdolescenteDaffandra Kenzio Alexander, hanyalah seorang anak yang menginginkan kebahagiaan dan kasih sayang seperti seorang anak pada umumnya. Hidupnya yang selalu dituntut untuk sempurna dalam segala hal, membuat dia lelah tapi tidak pernah berfikir untuk men...