Perlahan namun pasti, mata yang terlihat sayu itu kini terbuka. Membuat ke-lima orang berbeda usia yang berada di ruangan itu mengelilingi Daffa yang sedang terbaring lemah diatas brankarnya.
"Eughh." lenguhan itu terdengar sangat pelan karena teredam oleh masker oksigen, mungkin jika ruangan itu tidak hening mereka tidak akan mendengarnya.
"Daffa! Ka cepat panggil dokter!" seru Zean.
"Iya, gue panggil dokternya dulu," jawab Shaka cepat sembari melangkahkan kakinya menuju pintu. Namun sebelum itu, Lingga lebih dulu mencekal kerah belakang seragam Shaka.
"Apaan sih Ga, gausah tarik-tarik begitu dikira gue anak kucing apa?" sewot Shaka dengan tangan kanannya yang sudah menepis kasar tangan Lingga.
Sedangkan Theo yang berada disamping kanan brankar Daffa hanya menatap datar ketiga teman dari tuan mudanya itu terlihat sangat rusuh dan menyebalkan, pikirnya. Bukannya menanyakan kondisi sahabatnya atau apapun itu, tapi ini malah berdebat masalah memanggil Dokter. Tapi saat melihat kearah Daffa dia sedikit heran, tuan muda nya ini terlihat tidak terganggu sedikitpun oleh perdebatan mereka, hanya menatap sayu mereka.
"Bodoh." celetuk Edgar dan menatap datar perdebatan mereka.
"Apanya yang bodoh sih?" jawab Shaka kesal.
"Lo yang bodoh! Udah tau disini ada tombol Nurse Call, malah mau lari keluar." jelas Lingga.
"Lah...kenapa lo pada baru kasih tau sih." setelah itu Shaka berjalan menuju samping brankar Daffa, baru saja tangannya bergerak akan menuju tombol itu pintu ruangan sudah terbuka menampilkan dokter muda yang berusia kisaran 30 tahun-an atau yang sering dikenal sebagai dokter pribadi keluarga Alexander.
Ternyata setelah melihat Daffa sudah sadar dari pingsannya Edgar dengan segera memencet tombol Nurse Call, tanpa dilihat oleh Shaka dan Zean.
"Selamat malam. Mohon maaf saya harus memeriksa kondisi pasien jadi silahkan untuk menunggu sebentar diluar ruangan."
"Baik, silahkan dok." ucap Theo mempersilahkan. Kemudian ia beralih menghadap ke arah Daffa, "Tuan muda, saya tinggal keluar sebentar ya." pamitnya.
Daffa yang mendengar itu hanya menganggukan pelan kepalanya, tubuhnya masih terasa sangat lemas walaupun hanya untuk berbicara.
Setelah memastikan mereka semua keluar dari ruang rawat Daffa, dokter yang kini bernama Kendrick itu sedikit bernapas lega.
"Tuan muda, apa yang anda rasakan sekarang."
"Jangan panggil tuan muda om, kayak biasanya aja." jawab Daffa dengan suara seraknya.
Kendrick yang mendengar itu hanya tersenyum tipis, "Oke, tapi jangan panggil om, kayak biasanya aja mereka gak akan dengar kok, lagian Kak Ken mu ini gak setua itu tau."
"Masih sesak nggak dadanya?" tanya Kendrick.
Daffa yang mendengar itu hanya menggeleng pelan, "Kak, aku harus pulang." lirihan itu membuat dokter Kendrick dan kedua suster disana terdiam.
"Kenapa, hm." dengan pelan Kendrick mengelus rambut hitam Daffa yang terasa halus.
Mendengar itu Daffa hanya membisu, rasanya tidak perlu menjawab pun dokter muda itu pasti sudah mengetahui alasannya.
"Tapi kondisi kamu belum stabil Dek, Kakak gak mau sampai kamu drop lagi kayak tadi." terang Kendrick yang saat ini memalingkan wajahnya kearah lain.
Jujur saja dia sangat ketakutan saat melihat Daffa dibawa oleh teman-temannya dalam keadaan tak sadarkan diri, bahkan terlihat kesulitan bernapas.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAFFANDRA
Teen FictionDaffandra Kenzio Alexander, hanyalah seorang anak yang menginginkan kebahagiaan dan kasih sayang seperti seorang anak pada umumnya. Hidupnya yang selalu dituntut untuk sempurna dalam segala hal, membuat dia lelah tapi tidak pernah berfikir untuk men...