SAAT kenaikan kelas 2, Satoru akhirnya berada di kelas yang sama dengan Shoko. Satoru tak dapat menyembunyikan rasa bahagianya dan kepalanya pun penuh dengan rencana harus bisa semakin lebih dekat dengan Shoko. Mengingat di kelas 1 dirinya hanya bisa bertemu Shoko tiga kali dalam seminggu setelah masa hukuman di gudang berakhir, bila hitungannya tidak meleset. Lantaran ternyata kelas 1-A lebih sering moving class untuk tiap mata pelajarannya ketimbang kelas 1 yang lainnya.
Satoru juga tidak begitu mengerti mengapa sekolahnya memberlakukan hal semacam ini. Selentingan kabar yang pernah ia dengar, kelas 1-A pun menerapkan sistem downgrade untuk para siswa yang tidak bisa memenuhi standar yang telah ditetapkan saat ujian tengah semester. Namun, nyatanya hingga saat ini belum pernah ada yang terdepak dari sana, kecuali saat kenaikan kelas ada siswa kelas lain yang lebih unggul dan memiliki kesempatan untuk masuk ke kelas A menurut hasil rapat para guru.
Satoru sebenarnya tidak terlalu memedulikan akademik, yang penting ia bisa menjawab semua soal ujian dengan maksimal. Begitulah dirinya. Selebihnya ia hanya perlu yang namanya keberuntungan atau keajaiban.
Nyatanya, kini ia cukup beruntung untuk masuk kelas 2-A dan berada di kelas yang sama dengan gadis yang tidak tahu betapa ia menantikan momen ini.
Selain itu, sahabatnya yang bernama Kento pun masuk ke kelas yang sama dengannya, sementara Suguru dan Yu berada di kelas 2-B. Dengan semangat, Satoru mengajak Kento untuk duduk di bangku yang berada persis di belakang Shoko.
Shoko yang melihat kehadiran sosok yang dikenalnya bersama dengan wajah baru di sampingnya, membuat pemilik rambut pendek sedagu itu tersenyum dan menyapa, "Oh, Satoru. Lo masuk kelas ini?"
"Iya. Akhirnya kita sekelas juga, ya."
Shoko mengangguk, sementara Kento bertanya, "Kok kalian bisa saling kenal?"
"Oh ...," respons Satoru dan Shoko bersamaan.
Keduanya saling bertatapan dan mempersilakan untuk berbicara duluan. Alhasil, Shoko-lah yang menjelaskan secara singkat kisah pertemuan mereka di gudang akibat dihukum di musim panas tahun lalu.
"Dia gak ngerepotin lo, 'kan?" tanya Kento. "Oh, sori kita belum kenalan. Gue Nanami Kento."
"Mana ada sih gue ngerepotin!" gerutu Satoru.
"Haha, malah gue yang ngerepotin dia mulu," sahut Shoko. "Nama gue Ieiri Shoko, salam kenal."
Lantas sepanjang jam istirahat sekolah, Satoru diinterogasi oleh Suguru dan Yu usai mendengar apa yang diucapkan Kento. "Satoru ternyata dekat sama cewek tuh dari tahun lalu."
♡♡♡
Kehidupan Satoru sebagai siswa kelas 2-A sudah berjalan satu bulan lamanya. Ketika ia duduk menghadap ke jendela kamarnya, tiba-tiba terlintas sebuah kenangan. Tepatnya tatkala ia memberikan permen tangkai berperisa lemon kepada Shoko di hari terakhir mereka menjalani hukuman.
"Biar lo gak merokok lagi," ujarnya.
Gadis itu pun tertawa dan berkata, "Tapi, nantinya gue diabetes dan sakit gigi."
Meskipun terkesan sarkas, pada akhirnya Shoko tetap menerima pemberian dari Satoru.
Sejak saat itu juga, Satoru jadi berusaha untuk mencari permen dengan kandungan gula yang tidak terlalu tinggi atau bahkan mencari permen yang terbuat dari bahan-bahan herbal, serta memberikannya kepada Shoko setiap kali mereka berjumpa. Sebab Satoru berharap Shoko dapat melepaskan nikotin untuk selamanya.
♡♡♡
"Gue sekelas sama cowok aneh itu," ujar Shoko tiba-tiba memecah keheningan saat sedang merapikan peralatan makan di dapur apartemen.
"Hah? Serius?" tanya Utahime
Shoko mengangguk sebagai respons.
"Masih suka ngasih lo permen, gak?" Mei Mei turut bertanya.
"Masih," jawab Shoko sambil tertawa. "Tuh, yang di toples itu. Permen yang baru dikasih minggu ini."
"Dan permen lo yang dari kapan tahu pun pada akhirnya berpindah ke perut Utahime dan teman-teman kuliah gue doang."
Sang empunya nama mendelik sebal karena diekspos dengan cara yang demikian. "Lagian, Shoko kan gak suka makanan manis!"
"Bukan gak suka, Kak Utahime. Tapi, gak terlalu suka. Kayak ... 1 aja udah cukup. Cuma ... sekali dikasih langsung 10. Mau nolak gak enak juga. Karena setelah gue amati, itu permen harganya lumayan dan kebanyakan dijual di tempat khusus oleh-oleh. Gak sengaja gue lihat informasinya di koran perpustakaan."
"Betulan anak orang kaya deh ini, dia," ucap Mei Mei. "Siapa namanya? Mendadak gue lupa."
"Gojo Satoru."
"Gojo ... Gojo." Sontak Mei Mei menjentikkan jarinya seakan mengetahui sesuatu. "Itu loh ... yang pengusaha mochi terkenal di Kyoto, kalau gak salah ada cabangnya juga di Tokyo. Pimpinannya tuh hobi pelihara burung, karena sering beli di tempat ayah gue. Persis yang diceritain sama teman aneh lo itu, 'kan? Ayahnya piara banyak burung."
"Eh? Sempit banget dunia ini, masa?" Utahime takjub.
Shoko pun tertawa mendengarnya. "Serius kah?"
"Ya, kalau dia memang orang berada, pasti keluarga Gojo yang itu. Yakin, sih, gue," ujar Mei Mei mantap.
"Gak heran kalau dia suka makanan manis, ya," gumam Shoko.
"Dan gak heran kalau sebenarnya ada maksud dari ini semua," terka Mei Mei.
Lantas Shoko dan Utahime pun saling bertukar pandang dengan heran.
♡♡♡
Usai makan malam, tiba-tiba sepupu Satoru yang bernama Amanai Riko datang berkunjung. Riko berkata bahwa ia butuh bantuan Satoru agar dapat bersembunyi karena ayahnya sedang murka.
Bisa dibilang Riko mempunyai sifat bagaikan refleksi diri Satoru sendiri, hanya berbeda jenis kelamin, ukuran tubuh, serta suaranya saja.
Belum lagi keduanya sama-sama anak tunggal yang sering mengeyel jika berbeda pendapat dengan ayah mereka.
"Sat, masa katanya kalau udah cukup umur gue tuh mau dijodohin? Ngaco banget gak, sih?" ujar Riko sambil merebahkan tubuh di kasur Satoru.
Dari sofanya Satoru berseru, "Hah? Siapa yang bilang?"
"Gue gak sengaja dengar ayah ngomong gitu pas lagi teleponan sama orang."
"Buset, sial amat lo."
"Tahu tuh, makanya gue ngamuk dan kabur ke sini. Aneh, berasanya gue kayak gak boleh jatuh cinta atau nyari pasangan sendiri. Apa banget, ih!"
Satoru berdecak tidak suka. Jika Riko saja begini, bisa jadi dirinya pun akan mengalami hal serupa di kemudian hari.
"Tapi, Sat ... lo sendiri pernah jatuh cinta gak, sih?"
"Hah? Gue ... gue gak yakin."
Riko kini memosisikan dirinya duduk di tengah-tengah kasur Satoru sambil menatap ke arah sang empunya wilayah.
"Katanya ... kalau lo jatuh cinta, lo bakal selalu teringat sosoknya, lo bakal terus menjaga kenangan kalian bersama, dan lo bakal berbuat apa aja demi dia. Kayak ... lo rela deh jadi goblok hanya untuk dia. Tapi, masa udah mau 17 tahun lo hidup di dunia, lo gak pernah ngerasain?"
Satoru seketika terdiam. Namun, di dalam kepalanya langsung berseliweran segala kenangannya bersama Shoko, apa saja yang sudah ia lakukan hanya demi bertemu dengan gadis berambut cokelat itu, serta bagaimana ia begitu sumringah saat mengetahui dirinya berhasil masuk ke kelas yang sama dengannya.
Rasanya setiap hari akan tercipta kenangan baru. Rasanya setiap hari akan tercipta rencana-rencana baru. Rasanya setiap hari akan selalu ada ruang hanya untuk mengagumi, bersyukur, dan merasa bahagia.
Akan tetapi, apakah benar bahwa ini adalah cinta?
Apakah benar begitu?
Satoru tidak mengerti. Tetapi, bukan berarti ia tidak boleh berharap untuk mengerti, 'kan?
Selain itu, jika boleh berharap lagi ... semoga saja ini adalah benar cinta. Cinta pertama untuk Satoru yang masih belum sepenuhnya yakin dengan apa yang ia rasa. []

KAMU SEDANG MEMBACA
『私恋してる』I'm in Love | SatoShoko (Jujutsu Kaisen)
Fanfiction[Completed] Tingkah Shoko ternyata memang benar-benar di luar nalar. Aneh, unik, apa pun itu sebutannya, pokoknya hanya Shoko seorang yang mampu membuat Satoru merasa seperti ini.