BAGI seorang lelaki bernama lengkap Gojo Satoru, satu tahun yang lalu di musim panas merupakan hari yang sangat spesial. Lantaran sejak saat itulah seluruh dunianya terasa berubah total. Walaupun awalnya ia harus merasa sebal akibat berbagai kesialan yang tak kunjung usai. Dimulai dari ia yang bertengkar dengan sang ayah hanya karena tidak mau membantu memberi makan burung piaraan ayahnya, dan berakhir dengan hukuman tidak boleh minta diantar ke sekolah oleh sopir keluarga Gojo selama satu bulan lamanya. Alhasil, ia berangkat sekolah dengan kereta api yang mana setiap pagi dirinya harus berlari sekuat tenaga untuk mencapai stasiun terdekat dan berdesak-desakan di dalam kereta. Belum lagi ia masih harus berjalan kaki bahkan berlari dari stasiun kereta menuju ke lokasi sekolahnya berada.
Nahasnya, gerbang sekolah selalu sudah ditutup ketika ia tiba dengan kondisi fisik yang sudah lelah, penampilan sedikit berantakan, tubuh berkeringat, bahkan kacamatanya pun sedikit berembun karena embusan napasnya sendiri.
Dengan nekat Satoru mencoba untuk memanjat gerbang tersebut. Namun, sialnya sang kepala sekolah yang langsung memergoki aksi tidak terpujinya. Sang wali kelas pun tidak bisa berbuat banyak sebab Satoru sudah terlampau sering terlambat belakangan ini.
Akhirnya, atas perintah kepala sekolah, bagian kesiswaanlah yang mengambil alih kasus kenakalan Satoru. Ia memperoleh hukuman untuk membersihkan dan merapikan gudang di bagian gedung lama sekolah selama satu minggu berturut-turut. Hal itu membuat Satoru harus kemalaman saat pulang ke rumah, serta kembali berdebat dengan sang ayah hanya karena masih bersikeras untuk tidak mau membantu memberi makan burung piaraan yang jumlahnya sangat di luar nalar.
Lagi pula, untuk apa ayahnya memelihara itu semua? Dijual juga tidak, pikir Satoru.
Sampai suatu hari Satoru mendapati ada orang lain yang sudah berada di gudang tempat ia menjalani hukuman dan sedang terbatuk akibat debu tebal di tumpukan barang-barang.
Baru saja Satoru ingin menghampiri sosok yang semula membelakanginya, seketika ia dibuat tertegun di tempatnya berdiri tatkala melihat sosok tersebut.
Satoru tidak mengenalnya, bahkan baru kali ini ia melihatnya. Sosok itu adalah seorang gadis berbadan mungil, rambutnya pendek sedagu dan berwarna cokelat, serta tak lupa tahi lalat yang berada di bawah mata kanannya menarik perhatian sang lelaki bermarga Gojo ini.
Entah mengapa Satoru merasa tahi lalat itu terlihat lucu. Seakan-akan Tuhan memang sengaja menciptakan dan memosisikannya demikian sebagai penyempurna penampilan gadis asing ini.
Mereka pun berkenalan singkat. Sekadar menyebutkan nama lengkap dan juga asal kelas. Ieiri Shoko, itulah namanya. Ia berada di kelas 1-A, hanya berjarak 1 kelas dengan Satoru yang berada di 1-B.
Usai berkenalan, Satoru mulai melangkah ke tempatnya meninggalkan sekotak masker dan sarung tangan yang sengaja dibeli di hari pertamanya mendapat hukuman dalam perjalanan pulang, tepatnya di konbini dekat stasiun kereta.
Satoru tersiksa dengan semua debu yang entah sudah bersemayam sejak zaman kapan di sana. Ia tidak mau berakhir sakit paru-paru dan sejenisnya. Bisa-bisa ayahnya yang rempong itu pun mengajukan tuntutan pada dinas pendidikan atas tindak pendisiplinan siswa yang berlebihan. Tidak bisa Satoru bayangkan betapa kaosnya nanti. Tetapi, nasib sialnya ini sedikit banyak berkat campur tangan ayahnya juga, 'kan? Andai saja ia tidak terlambat datang ke sekolah, pasti ia tak perlu menerima hukuman semacam ini.
Namun, bila ia tidak dihukum, pasti ia tak akan bertemu Ieiri Shoko, 'kan? Wah, sungguh dilema, pikir Satoru.
Dalam hitungan detik, Satoru telah mengenakan masker dan sarung tangan. Lalu ia memberikan dua benda serupa pada sang gadis.
Gadis berambut cokelat itu sedikit terheran dengan betapa siap siaganya sang lelaki. Ia pun menerima dan mengenakan kedua benda tersebut dengan segera. Debu-debu tebal sudah membuatnya menderita meskipun baru beberapa menit berada di sana.
Lantas keduanya mulai bekerja dan terus bekerja selama beberapa waktu ke depan untuk menyingkirkan benda yang sekiranya tidak bisa diperbaiki atau digunakan lagi, memisahkan benda yang masih layak guna, dan menempatkannya di sudut ruangan yang sudah Satoru bersihkan selama dua hari sebelumnya.
Dapat Satoru perhatikan bahwa gadis bernama Ieiri Shoko ini sangat cekatan dan juga pendiam saat bekerja. Ada perasaan segan saat ingin mengajaknya berbicara. Namun, ada rasa penasaran juga yang begitu membara dan ingin dipuaskan segera.
Tetapi, Satoru takut salah kata. Ia pun uring-uringan sendiri di tempatnya sampai tak sadar gumamannya terdengar oleh sosok lain di sana.
"Kenapa? Lo mau tanya apa ke gue?"
"Eh ...." Satoru panik. "Emangnya suara gue kedengaran?"
"Iya. Jelas, kok."
"Wah ...." Satoru semakin panik. "Maaf, maaf kalau gue gak sopan. Tapi, lo dihukum karena apa?"
Seketika sang gadis menurunkan maskernya. Ia merapatkan jari telunjuk dan jari tengahnya, serta menggerakkannya ke bibir dan ke depan; persis seperti orang merokok. Lantas peragaan singkatnya tersebut pun diakhiri dengan senyuman sambil membenarkan kembali posisi maskernya.
Satoru tidak bisa menyembunyikan keterkejutan di wajahnya meskipun ia memakai masker. Matanya membelalak sempurna, tak lupa seruan "Hah?" yang begitu keras terlontar dari mulutnya.
"Kenapa? Lo kayak gak pernah lihat orang ngerokok aja."
"Emang gak pernah kalau perempuan dan masih di bawah umur," sahut Satoru.
Gadis bermarga Ieiri itu pun terbahak di tempatnya. "Ada. Ini gue buktinya."
"Ih, lo tuh ada masalah apa, sih?" cecar Satoru.
"Ih, kenapa lo jadi penasaran sama hidup gue? Aneh. Kita baru ketemu sekali, loh."
Hati Satoru mencelos. Sebab memang betul, mereka baru pertama kali bertemu hari ini. Rasanya Satoru sudah kurang ajar sekali untuk ikut campur dalam urusan pribadi orang lain.
Alhasil, Satoru mengucap maaf dan kembali membersihkan gudang. Yang bisa Satoru simpulkan, gadis di hadapannya ini unik dan sulit ditebak. Ramah, iya. Kelihatan baik juga iya. Tetapi, misterius juga. Ah, Satoru sedikit benci dengan rasa penasaran semacam ini. Namun, lagi-lagi ia harus sadar diri agar tak membuat orang lain ilfeel dengannya saat baru pertama kali berjumpa.
Tatkala Satoru masih bergelut dengan hati dan pikirannya, sang gadis tiba-tiba saja bertanya, "Kalau lo kenapa bisa dihukum di sini?"
Satoru melepaskan sarung tangan kanannya agar bisa menggaruk tengkuk yang sebenarnya tidak gatal, lebih seperti aksi untuk menutupi rasa malunya. Akhirnya, ia menceritakan saja apa yang dialaminya selama beberapa waktu terakhir ini. Dan, tanpa disangka-sangka, cerita Satoru justru membuat gadis di hadapannya kembali tertawa dengan kerasnya.
"Sumpah ... absurd banget, deh, ayah lo!"
Terus saja gadis itu tertawa hingga mengeluarkan air mata dan nyaris kehilangan keseimbangan jika saja ia tak berpegangan pada meja di sampingnya.
Gadis itu tidak tahu saja bahwa hati Satoru mulai berkecamuk, debaran jantungnya pun serasa aritmia. Bagaimana bisa tawa seseorang yang notabenenya asing berakhir membuat perasaannya tidak keruan? Rasanya Satoru seperti masuk ke dalam dimensi yang berbeda dan di sana seluruh dunianya terasa penuh warna.
Alhasil, sejak saat itu Satoru selalu berusaha untuk membuat dunianya tetap berputar pada porosnya, dengan gadis bermarga Ieiri sebagai matahari yang mencerahkannya. []
![](https://img.wattpad.com/cover/355899135-288-k574795.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
『私恋してる』I'm in Love | SatoShoko (Jujutsu Kaisen)
Fanfiction[Completed] Tingkah Shoko ternyata memang benar-benar di luar nalar. Aneh, unik, apa pun itu sebutannya, pokoknya hanya Shoko seorang yang mampu membuat Satoru merasa seperti ini.