bab ke-sebelas

90 19 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Api unggun itu menyala sempurna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Api unggun itu menyala sempurna.

Gemerlap bintang di ujung atas juga tak kalah sempurna saat awan sudah gelap. Ditambah suara gesekan senar gitar dengan jemari Han pada malam ini, semua terasa familiar diingatan Hannira.

Sebab Juan sudah lebih dulu merebut suasana ini tepat usia mereka masih 13 tahun.

Bedanya, ini bukan acara sekolah. Jadi Hannira tidak perlu repot-repot memasang tenda yang disambut suara cempreng  kakak kelas koar-koar disuruh cepat selesai. Hannira tidak perlu menangis saat disuruh ikut jurit malam. Hannira tidak perlu repot memikirkan konsep seni pertunjukan yang nantinya akan ditampilkan saat pentas seni dimulai.

Hanya bersama Han, semua terasa lebih tenang.

Gadis itu duduk persis di sebelah Han, sembari memperhatikan lelaki itu yang tengah memetik senar menjadi sebuah alunan musik yang terasa familiar. Hannira benar-benar menikmati alunan itu sampai-sampai atensinya tidak pernah lepas dari presensi gitar coklat tua yang dipegang Han Sanjaya. Sampai pada akhirnya senar selesai dipetik.

"Nirvana," celetuk Hannira yang masih menatap petikan senar itu, membuat Han termangu sejenak —melirik gadis itu dengan pandangan ... sedikit sayu, "Smells Like Teen Spirit."

"Lo tau?"

"Papa biasa puter lagunya, dan gue selalu nggak sengaja denger dari arah ruang kerja Papa." Hannira tersenyum tipis, kemudian tatapan mereka saling bertemu. "Bahkan Papa  sengaja beli kaos Nirvana ... kemana aja, asal dapet."

"Lo juga suka, nggak?"

"Oasis," Hannira mengalihkan pandangannya ke arah api unggun, menenggelamkan telapak tangan kedalam saku hoodie.

"Tapi udah bubar lama, kan?"

Hannira mengangguk. "Tapi karyanya nggak pernah ikutan bubar juga. Abadi."

"Sama kayak Nirvana." Han mendengus kecil, lalu kembali memetik senar kunci A dengan pandangan mengawang-awang. "Abadi."

"Pasti seru, ya, bisa main gitar."

[✓] Our Last Happiness Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang