bab ke-sembilan belas

75 18 0
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bu Melia senang Hanni mengisi rencana studi selanjutnya ingin kemana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bu Melia senang Hanni mengisi rencana studi selanjutnya ingin kemana."

Ruang konseling tampak sepi. Hanya ada Melia dan Hannira di sini. Udara AC dinaikkan menjadi 22°C sehingga suhu terasa dingin meskipun hati mereka sama-sama panas. Mereka tampak berseteru meskipun ditutup dengan rasa pura-pura. Melia benci dengan tatapan angkuh Hannira, tapi Hannira tidak peduli.

Gadis itu memperhatikan lembar kertas yang disodorkan oleh Meira beberapa menit lalu. Sederet judul bertuliskan Rencana Studi Lanjutan Siswa SMA Mandala Santika. Hannira tersenyum tipis. Lalu mengambil bolpoin yang diletakkan di tempat alat tulis. Ia membuka tutup bolpoin, tapi setelahnya terhenti begitu Hannira memikirkan sesuatu yang muncul dibenak. Gadis itu menegakkan punggung, menatap lurus ke arah Melia, dan tersenyum tipis. "Sebenarnya saya tidak peduli dengan rencana studi ini, Bu. Entah itu SNBT, SNBP, atau Jalur Mandiri."

Melia mengernyit. "Lalu?"

Ada yang tidak beres.

"Saya bisa masuk PTN favorit pilihan papa dengan koneksi yang beliau punya," Hannira menunjukkan warna aslinya. "Saya kesini untuk mengecek sesuatu."

"Katakan dengan jelas Hanni. Ibu tidak paham dengan apa yang Hanni maksud."

Hannira terkekeh geli. "Sayangnya kalau saya nggak bertele-tele, semua akan curiga." Gadis itu bangkit dari tempat duduk. Jemari lentiknya mengetuk meja kaca disertai senyuman manis. Lalu matanya mengarah pada cctv di pojok atap sana. "Infrared nyala. Bisa Ibu matikan? Atau setidaknya hapus file cctv yang menunjukkan kalau saya di sini."

Melia mengambil napas dalam-dalam. Mencoba tidak ambil pusing dengan kalimat bocah delapan belas tahun itu. "Oke," Melia mengangguk, "saya akan hapus, tapi setidaknya saya harus tahu alasan kamu menghapus filenya. Karena saya tidak akan tahu selanjutnya kamu bisa berbuat apa kepada saya setelah kamera cctv dimatikan."

Hannira menaikkan sebelah alisnya. Melipat kedua tangan di depan dada. "Saya nggak berniat buat membunuh Ibu karena nggak ada manfaatnya." Melia mendengus tidak percaya. "Saya cuma ingin tahu latar belakang keluarga Michella seperti apa."

[✓] Our Last Happiness Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang