Halo!! Ini cerita hasil imajinasi ku sendiri bukan plagiat. Makasih 🙈.
*
*
*
*
*"Ekonomi bukan halangan bagi pendidikan."
Banyak orang yang enggan mempercayai kalimat tersebut. Tapi, Reksa Pranaja. Ia mempercayai dan membuktikan bahwa kalimat tersebut benar adanya. Reksa tidak kaya, tapi Reksa pintar. Hal itu cukup membuatnya percaya diri untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Setelah lulus SMA beberapa minggu lalu, Reksa dan temannya mencoba mendaftar di Universitas dengan jalur beasiswa. Ia sangat berharap bisa diterima di Universitas tersebut dan mendapat beasiswa full. Dan saat ini ia masih menunggu informasi dari pihak Universitas. Reksa memanfaatkan kepintaran dan nilainya untuk mencari beasiswa. Karena orang tuanya tak cukup uang jika ia menggunakan jalur mandiri.
Reksa Pranaja, adalah seorang lelaki yang berasal dari keluarga sederhana di desa. Wiryo Suryono, Sang ayah yang bekerja sebagai petani, dan Wuri Lestari, sang ibu yang berjualan lauk di teras rumah. Tak sedikit tetangga yang menanyakan dan membicarakan Reksa tentang rencananya yang ingin melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Tentu hal itu membuat mereka heran. Apa Reksa tidak memikirkan kondisi orang tuanya? Entahlah, Reksa dan kedua orang tuanya sudah biasa akan hal itu. Jadi tak perlu dipikirkan terlalu dalam.
*****
Pagi ini teras rumah Reksa sudah ada 3 orang yang sedang membeli lauk di warung ibunya. Mereka adalah bu Ani, mbak Riri, dan mbak Sari. Seperti ibu-ibu pada umumnya, kalau sudah ngumpul pasti ada saja yang mereka bicarakan."Buk niki gudeg e." celetuk Reksa dari dalam rumah dengan membawa panci berisikan gudeg. (Buk ini gudeg nya)
Mendengar suara Reksa, ketiga ibu-ibu yang sedang bergosip pun menoleh ke arah Reksa.
"Eh Reksa, kok ora dolan-dolan ro kancane? mingguan iki." tanya mbak Riri dengan senyuman khas nya. (Kok nggak main sama temennya? mingguan ini.)
"Mboten mbak, mau bantu-bantu ibuk aja." jawab Reksa dengan membalas senyum mbak Riri. (Enggak mbak.)
"Aku jane yo pengen dolan-dolan lho Sa. Ning sik dijak dolan ora gelem." ujar mbak Riri dengan wajah sendu. (Aku sebenarnya juga pengen main lho Sa. Tapi yang diajak main nggak mau.)
Reksa terkekeh mendengarnya. Setelah itu ia pamit ke dalam untuk mandi dan bersih-bersih. Para pembeli tadi pun sudah pulang dan tak lama setelah itu datang pembeli lainnya. Tak banyak, namun bisa membuat senyum bu Tari merekah. Berapapun rezeki yang diberikan Allah harus selalu disyukuri.
Pukul 08.30 semua lauk jualan bu Tari sudah habis terjual. Tentu beliau senang dan bersyukur. Begitupun Reksa, dia juga merasakan apa yang ibunya rasakan.
"Le tulung iki di lebokke ya. Ibuk arep neng wc sek." pinta bu Tari pad Reksa yang sedang mengelap meja. (tolong ini di masukkan ya. Ibuk mau ke wc dulu.)
"Nggih buk." berhenti dari aktivitas mengelap meja nya, Reksa lalu memasukkan wadah yang sudah kosong ke dalam, sesuai perintah sang ibu. Selesai itu ia kembali ke teras untuk melanjutkan aktivitas nya tadi.
Suara motor matic mengalihkan perhatian Reksa dari meja yang sedang ia lap. Setelah berhenti dan mematikan mesin motornya, sang pemilik pun turun dan menghampiri Reksa dengan langkah cepatnya.
"Sa coba tebak berita luar biasa apa yang gue bawa Sa!!" Kelvan Zainur Fikri, teman baik Reksa berujar heboh dengan kedua tangannya mengguncang kedua bahu Reksa. Kelvan asli jogja, tapi kehidupannya sangat modern. Jadi ia seringkali memakai bahasa gaul ala anak kota.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOL KILOMETER
Teen Fiction𝐓𝐄𝐍𝐓𝐀𝐍𝐆 𝐑𝐄𝐊𝐒𝐀 𝐏𝐑𝐀𝐍𝐀𝐉𝐀 𝐃𝐀𝐍 𝐃𝐔𝐍𝐈𝐀𝐍𝐘𝐀. "𝘌𝘬𝘰𝘯𝘰𝘮𝘪 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘭𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘨𝘪 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘪𝘥𝘪𝘬𝘢𝘯." Banyak orang yang enggan mempercayai kalimat tersebut. Tapi, Reksa Pranaja. Ia mempercayai dan membuktikan...