Bab 3 - Katanya...

6 2 0
                                    

Mas Ghandi diam sejenak memperhatikanku lamat. Lantas gerak tubuhnya mengarah mendekat.

"Jujur, mas gak kepikiran kalau ama abah bisa jodohin mas sama cewek yang belum usia matang. Ya, walaupun usia kita beda 4 tahun, tapi ya Mas merasa kamu masih terlalu kecil untuk bisa meluluhkan hati ama abah..."

Aku masih diam mendengarkan. Masih belum puas dengan jawabannya.

"Ya mas sih gak kepikiran apa-apa ya pas liat kamu. Cuma dari gelagat kamu yang kayak gak suka sama perjodohan ini, saat itu mas jadi bingung. Takut gak bisa jadi imam yang baik buat kamu seperti ekspektasi kedua orang tua kita," katanya.

"Tapi aku mau tau lebih soal pandangan Mas tentang aku pas tau umurku," kataku lagi, menuntut jawaban.

"Kamu kok tiba-tiba nanya gini? Mau cari ribut ya?" Mas Ghandi menjawil hidungku.

"Ih! gak gitu. Aku cuma kepo aja. Soalnya gap umur kita lumayan jauh. 4 menuju 5 taun itu gak gampang buat menyatukan isi kepala kan? Kenapa Mas masih mau jalanin hubungan sama aku padahal waktu itu masih bisa Mas tolak untuk nikah," kataku.

"Gak tau, Mas gak tau kenapa Mas tiba-tiba yakin kalau kamu emang buat Mas, Adinda.."

Pipiku memenas. Entah kenapa aku paling lemah kalau Mas Ghandi sudah panggil nama depanku lengkap.

"Sekarang giliran Mas yang tanya. Kenapa kamu mau menikah sama Mas padahal kamu gak suka sama mas sejak awal?" tanyanya.

"Mas, kenyang," aku menyodorkan mie gacoan sisa pangsit dan udangnya kepada Mas. Mas menyumpitnya dan mulai makan.

"Soalnya mama yang mau. Aku tuh dari kecil nakal, Mas. Sering bikin mama nangis. Jadi, ketika mama punya keinginan aku nikah muda dan nikah sama kamu yang menurut mama baik, ya udah aku nurut aja. Soal cinta, nanti juga lama-lama tumbuh kan? Toh, Mas Ghandi juga memperlakukan aku sebaik itu sejak pendekatan. Munafik kalau aku bilang aku gak baper dibantuin tugas sama Mas yang nyempetin ketemu sama aku padahal lagi sibuk nyusun tesis. Terus, bohong banget kalau aku enggak baper waktu Mas ajak aku main sama temen-temen Mas ke tempat-tempat yang biasa kalian nongkrong. Ajak aku ngobrol terus, padahal aku tau temen-temen kamu ngerasa canggung karena ada aku," runtutku panjang lebar.

"Mereka suka kok sama kamu. Mereka bilang sendiri ke Mas," katanya.

"Iyakah?" tanyaku. Ada perasaan hangat di hatiku.

Mas Ghandi mengangguk. "Katanya kalau ada waktu mereka mau main lagi. Kamu lucu katanya, soalnya banyak diam. Padahal kamu anak ilmu komunikasi," lelaki berlesung pipi itu ketawa. Aku kesel deh, jokes ini lucu banget kayaknya buat dia.

"Mas seneng gak nikah sama aku?"

Mas Ghandi berhenti ketawa. "Senenglah!" jawabnya cepat. "Kalau gak seneng, Mas udah gak bakal mungkin betah di rumah".

Make sense sih...

"Mas Ghandi, temen-temennya udah pada nikah juga?" tanyaku.

"Udah. Udah punya anak malah," balasnya sumringah.

"Mas Ghandi juga mau cepet-cepet punya anak?" kali ini pertanyaanku aku ajukan pelan-pelan. Agak malu, dan agak takut.

Mas Ghandi, tapi aku...

Bersambung...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 24, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Lecture, My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang