Prologue

380 15 2
                                    

Happy reading!.

💢💢💢

Disinilah aku sekarang, di depan rumah mewah ber cat hitam putih yang sangat dominan. Lagi-lagi ku hembuskan nafas gugup, melihat sekelilingku, ternyata telah banyak berubah.

Dulu, waktu aku masih Smp. Aku dan sekeluarga pernah tinggal di kompleks perumahan elite ini, sampai hari dimana aku dan keluarga harus pindah dan kembali menetap di surabaya.

Aku mengetok pintu ber cat hitam menjulang di depanku. Sejujurnya, aku sangat ragu akan tinggal di rumah tante Launa. Namun, Bunda ku memaksa dan tak mengizinkan aku ke jakarta jika harus tinggal sendiri.

Karena menjadi desaigner profesional adalah cita-cita ku sedari dulu, jadi tak ada salah nya aku menebalkan muka untuk tinggal di rumah sahabat Bunda ini. Sekaligus rumah mantanku, ingat! Aku sudah move on, hanya saja aku masih malu bertemu dengan nya. Pacar pertama sekaligus mantan pertamaku.

Pada ketokan ketiga, pintu terbuka menampakkan seorang lelaki berkaus oblong hitam dan celana puntung di atas lutut sembari mengucek mata.

Aku ingat, tadi Tante Launa berpesan jika dia pergi ke kondangan bersama Om Bumi. Dan di rumah hanya ada lelaki ini. Lelaki yang sangat aku hindari.

"Siapa?" Tanya nya menaikkan satu alis bingung ke arah ku.

Aku yang awalnya hanya diam memandang nya langsung gelagapan dan melirik koper ku sekilas. Sungguh, aku sangat canggung berhadapan lagi dengannya. Aku tahu jika dia mungkin lupa dengan ku, terbukti pertanyaannya yang menanyakan siapa diriku.

"Sales barang?"

"Bukan!" Jawab ku cepat.

"Aku Ka-kanala" Duh!, mulutku kenapa sih tidak bisa di ajak ber kompromi sebentar saja. Kenapa coba bisa gagap begini.

"Oh" Jawab nya singkat kemudian meninggalkan ku di depan pintu.

Astaga, lelaki ini memangnya tidak ada rasa empati terhadap manusia lain apa?. Dia tidak lihat aku yang lusuh ini sangat lelah karena duduk di kereta cukup lama. Aku yang sudah jelek ini tambah jelek, apa tidak ada rasa prihatin atau sekedar nanya basa basi suruh aku masuk gitu.

"Mau disitu terus?, rusak pemandangan aja!" Tegurnya membuat ku melotot.

Mulutnya!. Dia itu Mas Alan yang aku kenal atau hanya kembarannya sih?. Mulut dan tingkahnya jauh berbeda dengan Mas Alan yang pernah berpacaran dengan ku dulu.

"Kamar kamu di atas, kamar paling pojok" Ucapnya tanpa memandang ku.

Loh, loh!, dia itu bicara sama aku atau sama kulkas di depannya sih?. Ya aku tahu dia sedang ambil minuman dingin di kulkas, tapi memang aku sejelek itu ya? Sampai dia lebih milih menatap camilan di kulkas daripada wajahku?.

"Eum kalau gitu aku ke atas istirahat ya, Mas" Pamitku.

"Pintu ruang tamu di tutup dulu, kamu mau jadiin aku babu?" Tanya nya mendengkus dan naik ke lantai atas. Ku tebak ruangan yang ia masuki adalah kamarnya.

Aku menghela napas, sikapnya kenapa bikin kesel sih!. Aku yang lelah, di bikin tambah lelah karena sikapnya.

Aku menaiki tangga setelah selesai menutup pintu rumah. Ternyata rumah ini tak banyak berubah, hanya orang nya yang berubah. Dulu aku sering main dan menginap disini. Karena, Bunda dan tante Launa sahabatan. Jadi aku sudah di anggap anak olehnya.

Karena itu juga aku dan Mas Alan merahasiakan hubungan kami. Aku yang baru duduk di bangku smp kelas 8 berpacaran dengan Mas Alan yang saat itu kelas 11. Selain takut di marahi Bunda karena masih belia, aku juga tak enak jika merusak hubunganku dengan tante Launa yang sudah menganggapku anak nya sendiri.

Aku memandang kamar yang di tunjukkan Mas Alan. Kamar ini terletak di ujung, yang artinya berdekatan dengan kamar Mas Alan.

Baru aku ingin membuka pintunya, namun suara Mas Alan kembali menghalangiku.

"Bentar, handuk aku ada di dalam" Ucapnya dan melenggang masuk ke dalam kamar yang akan ku tempati.

Aku hanya diam mematung sembari menunggunya.

"Udah" Ucapnya keluar tanpa menatapku.

Aku masuk ke kamar setelah Mas Alan pergi, ku lihat sekeliling kamar yang di dominasi cat berwarna putih dan gold tersebut.

"Akhirnya, bisa rebahan"

Baru aku menyenderkan koper dekat lemari dan ingin tidur. Namun, lagi dan lagi suara Mas Alan membuatku menggeram tertahan.

"Pintu depan kunci!, aku mau pergi!" Teriak nya entah kepada siapa. Yang pasti itu di tujukan padaku.

Arrgh!. Aku mengacak rambutku frustasi, kenapa lelaki itu menjadi menyebalkan begini sih!. Padahal belum sehari aku tinggal disini.

"IYA!" Jawab ku tak santai.

Tak ada sahutan lagi dari luar. Ku dengar suara mobil di garasi yang menjauhi pekarangan rumah. Akhirnya, lelaki itu sudah pergi!. Aku bisa menikmati tidurku sepuasnya, sembari menunggu tante Launa dan Om Bumi pulang. Welcome kasur empuk!.

CMBK: Cinta Mantan Belum KelarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang