Teman Baru

5 0 0
                                    

Beberapa minggu kemudian, aku sudah didaftarkan di SMA pilihan Mamah. Seperti biasa, aku hanya bisa menurut, tidak bisa memilih apapun yang ku inginkan.

"Bulan depan kamu sudah mulai masuk sekolah di SMA Permata Intan, ini seragam sekolahmu." Mamah memberikan seragam sekolah itu kepadaku.

"Mamah kok enggak tanya Nay dulu sebelum daftarin Nay sekolah?" Tanyaku kesal.

"Buat apa? Kamu tuh tugasnya menurut saja sama Mamah, semua biayanya kan Mamah yang bayarin. Memangnya kamu bisa bayar sekolah sendiri?"

"Bisa kok. Nay bisa cari sekolah yang ngadain program Beasiswa, Nay punya prestasi."

"Halahh, nggak usah sombong kamu Nay. Kalaupun pakai Beasiswa, palingan kamu cuma bisa sekolah di sekolah biasa."

"Nay nggak masalah kok mau sekolah dimana saja. Karena niat Nay sekolah ya buat cari ilmu, jadi nggak masalah mau di sekolah bagus ataupun enggak."

"Cukup, Nay. Jangan membantah lagi, Mamah ini cuma mau kasih kamu yang terbaik buat kamu."

"Yang terbaik buat Nay atau buat Mamah?"

"Nayra!" Mamah membentakku.

Aku langsung pergi ke kamar meninggalkan Mamah. Aku melemparkan beberapa barang yang ada di kamarku dan berteriak.

"Aaarrgghhh." Teriakku dipenuhi air mata.

Aku mencari obatku karena untuk menenangkan diriku. Diriku sudah lepas kontrol, aku menggeledah lemari-lemari di kamarku sampai isi lemarinya berserakan berantakan karena aku lupa menaruh obatnya. Akhirnya aku menemukannya, ternyata terakhir aku menyimpannya di bawah bantal. Aku langsung meminumnya sampai akhirnya diriku merasa sedikit lebih tenang dan aku pun tertidur.

Sudah hampir setahun aku mengalami Bipolar, namun keluargaku tidak ada yang mengetahuinya. Semenjak hidupku penuh tekanan dari keluargaku, diam-diam aku pergi ke Psikiater dan ternyata aku didiagnosa terkena Bipolar. Aku diberikan obat untuk menenangkan perasaan emosiku yang menggebu-gebu.

***

Hari ini tiba dimana aku mulai SMA. Semangat belajarku harus lebih meningkat supaya bisa membanggakan Mamah, Papah, dan Bang Eza.

Di sekolah ini, aku belum bertemu dengan orang yang ku kenal, semuanya asing. Aku mencari keberadaan kelasku dan mencari tempat duduk paling depan supaya bisa lebih fokus untuk mendengarkan penjelasan dari guru. Tak lama kemudian setelah aku mendapatkan tempat duduk yang ku inginkan, ada perempuan tomboy yang menghampiriku.

"Gue boleh duduk di sini?" Tanyanya kepadaku menunjuk kursi yang masih kosong di sampingku.

"Boleh, boleh." Jawabku sambil mengangguk.

Perempuan itu langsung duduk di sampingku, ia menjulurkan tangannya "Faradilla, terserah lo panggil Fara atau Dilla." Ucapnya memberikan salam perkenalan.

"Aku Nayra." Aku menggenggam tangannya, sebagai tanda perkenalan.

Aku memperhatikan setiap anak yang masuk ke dalam kelas, belum ada seorang pun yang ku kenali. Sampai akhirnya aku melihat Zio masuk ke dalam kelas.

"Hah Zio sekolah di sini dan sekelas sama aku?" Tanyaku terkejut. Padahal aku berharap di sekolah ini bisa menjadi murid terbaik, tetapi kalau ada Zio kelihatannya akan lebih sulit karena kepintarannya lebih dariku.

"Eh Nay, lo sekolah di sini juga?" Tanya Zio saat melihat keberadaanku.

"Iya." Jawabku singkat.

"Akhirnya sekelas lagi kita. Semangat belajarnya ya biar bisa ngalahin gue." Ucapnya dengan angkuh.

Zio ini tahu bahwa keluargaku sangat mengharuskan aku untuk menjadi murid terbaik di sekolah, sebelumnya kami memang sangat dekat, apapun masalah yang sedang ku alami, pasti aku bercerita kepadanya.

"Dia siapa?" Tanya Fara kepadaku.

"Temanku waktu SMP."

"Saingan lo?"

Aku mengangguk.

"Tenang. Lo nggak usah takut, pasti lo bisa lebih baik dari dia kok." Fara menyemangatiku, walaupun kami baru berkenalan, sepertinya dia bisa menjadi teman yang baik untukku.

"Makasih ya." Jawabku sambil tersenyum kepadanya.

Beberapa menit kemudian, guru pun datang. Namun hari ini belum ada kegiatan belajar mengajar karena masih hari pertama, jadi hari ini hanya perkenalan satu sama lain saja.

"Lo pulang naik apa?" Tanya Fara kepadaku.

"Aku dijemput."

"Oh yaudah. Gue duluan ya."

"Iya. Hati-hati ya."

"Iya. Lo juga hati-hati. Bye." Fara pun pergi.

Aku pun keluar kelas dan menuju gerbang sekolah untuk menunggu Pak Aji supir pribadiku yang akan mengantar jemputku sekolah setiap hari. Sebenarnya aku sudah meminta untuk berangkat sekolah sendirian naik taksi atau kendaraan umum, namun Mamahku tidak mengizinkan.

"Gimana Non sekolahnya?" Pak Aji bertanya kepadaku.

"Baik kok, Pak."

"Sudah mulai belajar apa belum?"

"Belum, Pak. Masih hari pertama jadi baru perkenalan saja."

"Oh iya masih hari pertama ya. Hari ini Non sudah mulai les privat lagi kan?"

"Iya, Pak."

Hari ini pun aku mulai melakukan rutinitas yang menjenuhkan, yaitu tambahan les privat supaya aku bisa menjadi anak yang sempurna sesuai keinginan keluargaku. Walaupun sebenarnya aku sudah sangat muak dengan yang namanya belajar. Aku hanya ingin belajar dengan sewajarnya saja dengan kapasitas kemampuanku, bukannya dipaksa melebihi kemampuanku.

Aku les di tempat biasanya, tempat lesku sedari SD. Guru bimbelnya pun masih sama, yaitu Kak Rizky, aku biasa memanggilnya Kak Iky. Umurnya tak berbeda jauh dengan Bang Eza, hanya lebih tua sedikit dari Bang Eza. Jadwal bimbelku setiap hari Senin, Rabu, dan Jum'at selama dua jam, mulai pukul 2 siang sampai 4 sore. Aku sengaja memilih untuk les di tempat Kak Iky bukan di rumahku, karena terkadang suasana rumahku tak nyaman untuk tempat belajar.

Sesampainya di tempat Kak Iky, ia langsung menyambutku dengan baik.

"Halo, Nayra. Gimana kabar kamu nih? Baru masuk sekolah ya?" Tanyanya basa basi kepadaku.

"Baik, Kak. Iya baru masuk sekolah lagi. Kak Iky sendiri gimana kabarnya? Kuliah S2 nya lancar kan?" Tanyaku balik.

"Alhamdulillah, semuanya baik, Nay."

"Hari ini mau langsung mulai belajar atau kita santai-santai dulu? Kamu juga pasti baru masuk belum mulai belajar kan?"

"Iya, Kak, tadi baru perkenalan saja."

"Ya sudah kalau gitu kita juga belum langsung mulai belajar ya, kita ngobrol-ngobrol saja dulu. Pertemuan kedua baru kita mulai belajar materi ya."

"Aku ngikut Kak Iky saja."

"Biar ngobrolnya asik, kita main PS saja. Kamu mau?"

"Boleh, tapi aku nggak tahu cara mainnya."

"Nanti biar Kakak ajarin."

Aku dan Kak Iky pun bermain PS sambil mengobrol-ngobrol hal random. Kak Iky ini sangat baik dan peduli kepadaku, Kak Iky sudah ku anggap seperti Kakakku sendiri, bahkan aku lebih dekat dengan Kak Iky dibanding dengan Bang Eza.

Semua Aku  DirayakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang