Diana baru saja mendaratkan tubuhnya diatas tempat tidur saat nontifikasi berbunyi dan menampilkan nomor tak dikenal yang tidak ia simpan itu mengirim sebuah pesan singkat.
Sebenernya, selepas pulangnya Gahar sehabis mengantar Diana, Ia mengeluarkan puluhan kata meracau tidak terima kenapa Ayahnya yang tega meninggalkan dirinya seorang diri hanya karena belum menyelimuti kandang si opet, burung kesayanganya. Tega sekali, Diana pikir urusan penting nya se level dengan bertemu rekan kerja atau diajak rapat panitia agustusan oleh pak RW, ternyata dirinya tak lebih penting daripada opet yang mungkin kedinginan di malam hari itu.
Diana tidak mempertanyakan darimana dapat nomor handphone nya karna dari siapa lagi jika bukan Ayah handa tercinta.
Setelah Diana hitung-hitung, mereka terpaut usia kurang lebih 3 tahun, cocok banget gak sih? saat Gahar menginjak usia 25 tahun, Diana akan menginjak usia 21 tahun.
Saat Diana sedang asyik melamun sambil menunggu balasan pesan dari Gahar, sang ibunda mengetuk pintu beberapa kali sebelum akhirnya masuk dan duduk di ranjang, sebelah Diana.
"Sayang, gimana tadi?" Tanya Risa sambil mengusap lengan Diana, Sontak membuat Diana bangkit sambil memberenggut kesal.
"Ibu kok gak bilang sih aku mau di jodohin?"
Risa terkekeh pelan sebelum menjawab dengan nada lembut.
"Kita gak ada unsur memaksa nak, kita cuma mengenalkan kalian aja tapi dengan harapan untuk kalian bisa mengenal satu sama lain, siapa tau memang cocok dan jodoh?"
"Kita juga gak terburu-buru atau mendesak kalian untuk cepat menikah, kan kamu masih sekolah Gahar juga masih kuliah." Ujar Risa dengan menatap lembut mata anaknya yang penuh tanda tanya.
"Habis kuliah Gahar juga bakalan nerusin perusahaan Ayahnya dulu, pasti sibuk banget tuh gak akan buru-buru nikah"
"Jadi kamu punya waktu banyak buat mengenal Gahar dan memutuskan mau melanjutkan atau tidak"
"Tapi bu-" Ucapan Diana terpotong karena ibunya mendaratkan jari telunjuk tepat di depan bibirnya.
"sstt ssuut udah, ibu tau kok sebenernya kamu seneng kan?!"