#6 Diperlakukan Berbeda

108 18 0
                                    

“Lo dimana? Kita udah nunggu di depan mall!” suara melengking Elsa membuat telinga Cia berdengung. Sontak ia menjauhkan ponselnya dari telinga.

“Lah, bukannya besok?”

“Gimana sih, lo nggak lihat chat gue?”

Cia membuka room chatnya dengan Elsa. Ia terkejut melihat pesan yang dikirim dua jam lalu dari sahabatnya.

Elsayang
Fajar ajak kita nonton, gas berangkat gak sih?

Cia menepuk keningnya setelah membaca pesan Elsa. “Duh maaf banget...gue lupa”

“Jadinya gimana? Berangkat?”

“Enggak.” Jawab Cia singkat. Ia meletakkan ponsel di atas meja makan menyiapkan air putih dan obat.

“Kenapa? Lagi ada masalah?” suara lesu ketika Cia menjawab langsung membuat Elsa peka. Bodoh jika Elsa tidak tahu, maka pertemananya dengan Cia sejak duduk di sekolah dasar hanya sia-sia.

“Kakak gue pulang.”

Elsa ber-oh ria. “Hari ini?”

“Hm.”

“Yaudah, ini lo mau gimana? Gue kesana?” tanya Elsa.

“Nggak perlu, kalian have fun aja.”

“Yah, tapi gaenak kalau lo nggak ikut,”

“Kita pulang aja ya?” Elsa bertanya pada teman-teman yang ada di sampingnya.

“Gue bilang gausah, Sa!” bentak Cia tiba-tiba.

Cia menekan tombol merah mengakhiri sambungan telepon mereka. Ia menghela nafas seraya memejamkan mata.

“Kenapasih teriak-teriak, Mbak?” Niar masuk ke dalam dapur karena merasa terganggu dengan suara keras Cia.

Gadis itu menyiapkan obat untuk Niar di atas meja makan. "Bund, minum obat dulu.”

Kening Niar berkerut mendengar panggilan “Bunda" dari Cia.

“Biarin disitu, obatnya nggak lari kan? Nanti Bunda juga minum."

“Bunda gabakal minum obatnya nanti,”

Niar yang tengah menuang susu berhenti meletakkan susu kotak di meja sebelum gelas terisi penuh. “Bunda emang pelupa, tapi nggak sampai lupa ngerawat diri.”

Memutar bola mata malas, Cia pun pergi dari dapur dan beralih duduk di sofa ruang keluarga melihat televisi. Pikirnya yang penting sudah menyiapkan obat untuk Bunda, jikalau lupa baru ia ingatkan lagi.

BRUK

Bunyi barang jatuh terdengar sampai ruangan tempat Cia berada. Ia menoleh ke belakang mendapati Kakaknya—Chayra, membawa kardus besaryang dibawa dari pondok pesantren. Entahlah isinya apa, Cia memilih diam melanjutkan aktifitas menonton.

“Itu Kakaknya dibantu, Cia!” suruh Niar.

“Kita kan punya asisten, Bund.” Jawab Cia.

EFEMERAL [ 𝐒𝐔𝐃𝐀𝐇 𝐓𝐄𝐑𝐁𝐈𝐓 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang