#21 Tipe cowok

33 4 5
                                    

“Gabut lo, Kak?” tanya Cia. “Ngapain kayak tadi, hah?!”

Afgan berbalik menghadap Cia, lalu memberikan buket bunga pada gadis itu. Cia yang setengah bingung hanya bisa menerima.

Baru saja mulutnya terbuka akan berucap, Afgan sudah meninggalkan Cia bersama buket bunga mawar di tangannya. Gadis itu berjalan menuju kelasnya dan membuang buket bunga ke tempat sampah. Semua itu diamati oleh Elsa.

“Ck, bisa-bisanya bunga bekas cewek lain dikasih ke gue.” Geramnya.

“Ekhem. Ada yang lagi marah nih,” goda Elsa. “padahal dikasih bunga tapi kenapa malah dibuang?”

Cia memutar badan menghadap Elsa, kedua telapak tangannya menyentuh bahu gadis itu.

“Kenapa saingan gue harus dia sih?!” Cia mengguncang badan Elsa.

“Jadi lo mau saingi Kakak lo sendiri?” balas Elsa meringis sambil
menyingkirkan tangan Cia dari bahunya.“Di rumah aja udah saingan, masa di sekolah gitu juga?”

Cia berdecih. Kedua tangannya terlipat di depan dada. “Dia sendiri nantangin gue,”

“Nah, lo mau gimana?” Elsa menanyakan maksud Cia. Terlalu lama mereka bertele-tele. “Gapapa kalau mau kasih dia pelajaran, se-enggaknya hati lo bisa lega.”

Gadis itu diam, berpikir hati-hati.
“Serahin aja sama kita, tangan lo harus bersih,.”

“Nggak, gausah aneh-aneh. Awas aja sampai Kakak gue lecet”

Elsa tertawa geli mendengar ancaman Cia.

...

Chayra membalas pesan Gus Rafka sambil tersenyum sendiri. Hal itu dilihat oleh Delima yang berada di sampingnya.

“Pantesan sampai lupa barangnya ketinggalan di meja, ternyata lagi di chat mas pacar ya?” ia meletakkan gelang hitam di atas meja tepat di hadapan Chayra.

“Loh iya, baru sadar,” Chayra terkekeh sambil memakai gelangnya di tangan kiri.

“Pacar? Siapa yang punya pacar?” suara dingin nan serak mengisi pendengaran dua gadis di meja bundar itu. Siapa lagi jika bukan Afgan. Bagai cenayang tak diundang, kehadirannya sangat tak diinginkan oleh Delima dan Chayra. Mengganggu sekali.

“Ngapain di sini? Sana kumpul sama teman lo!” usir Delima. Tepat saat itu Fajar melintas di koridor dan menoleh ke arah mereka.

“Lanjut aja bro!” ia melambaikan tangan dan melenggang dari sana.
Afgan yang baru saja duduk dan membuka kotak bekalnya di atas meja pun melempar tatapan sinis ke arah Delima.

“Memangnya lo bukan temen gue?” ucapnya enteng.

“Bukan!” Sentak Delima kesal.

“Chayra aja yang bukan, soalnya dia calon pacar gue,” Afgan mengedipkan sebelah mata saat Chayra menatapnya. Gadis itu sontak membuang muka.

“Mimpi lo ketinggian! Makan apa waktu kecil hah? Pede bener bakal diterima Chayra.” Cetus Delima.

“Makannya nasi, tapi ditambah motivasi.” Ucap Afgan kemudian menyantap makanannya.

“Makan doa dulu, lo muka doang ganteng tapi terjamin neraka. Percuma!”

“Lah terlanjur makan,”

Delima mengusap dada menahan amarah. Sabar adalah kunci hidup bahagia dan ia bisa gila jika bersabar dengan Afgan. Si murid baru seribu masalah.

“Bahas pacar ... lo udah suka sama gue?” tanya Afgan mengarah pada Chayra.

EFEMERAL [ 𝐒𝐔𝐃𝐀𝐇 𝐓𝐄𝐑𝐁𝐈𝐓 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang