Bab 1 (Dericlax Bluexium)

50 4 0
                                    

Happy reading...

Sial... Sial... Sial...

Lagi lagi aku bangun terlambat pagi ini. Padahal hari ini hari penting bagi para siswa. Tapi bagiku hari ini sama saja seperti hari hari biasanya. Bedanya hari ini aku lebih sibuk karna ada rapat osis.

Aku Deric, seorang remaja biasa yang kerjaannya sekolah pulang tidur. Hari hari yang membosankan tetap ku jalani dengan sepenuh hati.

Seperti sekarang, aku sedang berlari dengan tergesa gesa menuju sekolah. Tidak seperti orang kota, jarak rumahku ke sekolah hanya perlu berlari kurang lebih 10 menit sudah sampai.

Ditengah berlari aku mengecek kembali tasku. Puji sukur ternyata tidak ada yang ketingalan. Begitu aku mendongak...

Bruk...

Mampus.

Gadis yang ku tabrak menatapku tajam. Nampaknya hpnya retak parah. Aku hanya membalasnya dengan cengengesan andalanku.

"apa apaan sih kamu. Kalo jalan jangan cuman pake kaki matanya juga dipake."

Aku meminta maaf dan akan ganti rugi hpnya yang retak. Menatap jam yang menunjukan pukul 08:00 sudah dipastikan rapatnya sudah dimulai 20 menit yang lalu.

Aku buru buru berlari namun berhenti lagi untuk menanyakan siapa nama gadis itu serta kelasnya agar aku tidak kesusahan mencarinya.

Terlihat dia mengusap hpnya dengan muka menyedihkan. Kasihan juga.

"serius kamu bisa ganti ? Aku Grazia. Kelas XI Bahasa 2". Aku membalasnya dengan senyuman ku. Ternyata dia anak bahasa pantas saja aku asing dengan wajahnya.

Hampi seluruh teman sejurusanku (ips) semua ku kenali. Maklum orang desa seperti kami hanya memiliki sedikit siswa saja. Biasanya satu kelas diisi oleh kurang lebih 15 orang.

Saat ini aku didepan ruangan rapat Osis. Sial ternyata ruangannya terkunci tanda rapat di dalam sedang berlangsung. Tak mau menggangu berjalanya rapat aku menuju aula untuk melihat  pengumuman rangking anak bahasa yang sedang berlangsung.

Ah aku lupa, jadi sekolah kami setiap pembagian rangking selalu dilakukan sesi persesi. Untuk sesi 1 dilakukan oleh kelas bahasa, Sesi 2 untuk Ips kelasku, sesi 3 untuk Ipa dan sesi terakhir untuk kelas agama.

Saat ini aku ditengah perjalanan menuju aula. Dari kejauhan aku melihat seulet gadis yang sedang terpaku di depan pintu aula.

Aku mengamati punggung gadis tersebut ternyata dia gadis yang aku tabrak pagi tadi Grazia.

Gadis itu atau Zia bukanya masuk ke dalam malah berlari keluar menuju gerbang. Seharusnya ada sapam yang menjaga pintu, namun berhubung hari ini hari pembagian rapor jadi sapam diliburkan.

Aku mengejar zia  yang kelihatanya berbelok menuju hutan Benggala. Apa yang dipikirkan gadis itu ?

Sebelum sampai ke dalam hutan aku menahan lengannya dan menarik bahunya menataku.

"Masuk kedalam hutan Benggala sama dengan mati. Kamu tidak lupakan larangan itukan." menekan setiap kata dan menatap tajam matanya.

Dia menatapku dengan tatapan tampa tenaga dan berusaha melepas cengkraman tanganku. Aku berusaha menahanya dengan memeluknya dan menenangkanya.

Aku tidak bodoh, sepertinya gadis ini sedang ada malasalah, jadi aku menenangkannya mengusap rambutnya dengan lembut sampai pada akhirnya aku merasa tidak ada lagi pergerakan.

Aku menggendongnya lalu membawanya kerumah ku. Berhubung rumahku tidak terlalu jauh dengan hutan Benggala jadi sekitar 5 menitan kami sudah sampai.

" ya ampun deric kamu apaain anak orang nak, kok bisa pingsan gitu." aku menatap mamaku dengan malas.

"apaan sih mam, dari pada mama ngomel mending bawa ni cewe ke kamar mama. Tadi dia hampir aja masuk tu hutan larangan kalau nda ku cegah. "

Mama dengan muka terkejut membalas. " ya ampun serius kamu nak. Yaudah cepat baringin di kasur mama ".

Keluargaku tidak bisa dibilang utuh. Papaku bercerai dengan ibuku 7 tahun yang lalu. Aku tinggal dengan ibuku sedangkan kakak kembarku memilih papa.

Iya aku memiliki saudara kembar. Sebelum kepindahan kakakku dengan papaku, sesuatu yang tak terduga terjadi pada keluarga kami.

Konon leluhur kami, lebih tepatnya rasnya mamaku melarang keras menikah dengan manusia berbeda suku dengannya.

Mama adalah satu satunya yang ber-raskan pinipo di desaku. Keluarga kami memang mempercayai legenda desa ini.

Suku pinopi harus menikah dengan sesamanya agar darah murni tidak tercemar. Barang siapa yang melanggar harus diusir dengan tidak hormat dan tidak bisa memasuki lagi desa tersebut.

Mereka yang melanggar harus menyerahkan anak mereka yang terlahir dengan darah pinopi untuk dibawa kembali ke desa Antasari.

Kata mama ku diantara aku dan kakak ada yang memiliki darah pinopi. Mama tidak mau kehilangan kami. Tetapi apa yang terjadi ?

Suku itu tetap membawa kakakku yang berusia 12 tahun ke desa itu. Mamaku berusaha memasuki hutan tersebut untuk mencari kakakku tetapi nihil.

Gerbang cahaya yang katanya jalur menuju desa antasari tidak pernah ditemukan lagi oleh mamaku yang asli suku pinopi.

Desa antasari hanyalah legenda bagi mamaku yang melanggar...
Kakakku tidak pernah terlihat lagi sejak hari itu...

Apakah aku menyerah terhadap kakakku, tentu saja tidak. Aku selalu mencari cara agar menemukan gerbang cahaya menuju desa antasari itu. Aku pasti akan menemukan dia.

******

Zia terlihat tanda tanda akan bangun. Aku mendekat dan duduk ditepi ranjang. Zia membuka matanya, kami saling bersitatap, lalu dia memutuskan pandanganya.

Dia mendudukan dirinya lalu menyusuri seriap sudut kamar, aku tahu dia merasa asing.

"aku ada dimana?" dia bertanya padaku dengan pandangan menyusuri setiap sudut kamar. "ini bukan rumah gue ".

"Memang bukan rumahmu. Aku bawa kamu kesini karna gak tau kamu tinggal di mana." aku menjawab dengan jujur.

"tadi kamu pingsan. Kamu ngak ingat ?, baru aja kamu hampir masuk ke hutan Larangan." aku mengigatkan.

Dia terlihat melamun lalu menundukan kepalanya. " maaf udah nyusahin kamu".

" gak papa. Lain kali kalo ada masalah jangan langsung berpikiran sempit." aku mentap kepalanya yang masih menunduk.

" hmm... Hmm..." dia seperti sedang memikirkan sesuatu. " ngomong aja ngausah  hmm... Hmm.. Gitu".

Dia mendongak dan menatapku. " gue boleh gak nginap disini dua hari ?" aku membalas dengan senyuman tipis lalu mengangguk.

" Btw, hp mu waktu itu, nanti aku ganti." berbalik berniat mengambil dompet dia menahanku.

" Bisa gak kalau ganti ruginya bukan uang ? " dia bertanya dengan suara pelan.

Aku berbalik mentapnya, lalu kembali duduk ditepi ranjang." emang kamu mau ganti rugi seperti apa". Dia terlihat menatapku dengan serius.

Untuk beberapa menit kami hanya terdiam membuat kesan kamar yang sunyi dengan kicauan hewan melata diluar jendela seperti kodok dan jangkrik yang mendominasi.

Zia menatap keluar kamar lalu berkata.

" Bantu aku menemukan gerbang cahaya menuju desa antasari."

¤¤¤¤¤

Semoga suka sama cerita gak jelas ini hehe...




Jum'at, 17 okt. 2023

Desa AntasariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang