Bab 4 (Grazia widiarti)

26 2 1
                                    


Happy reading

******

"Jadi itu nenek?" dia mengangukkan kepalanya.

Aku menatapnya dengan pelupuk yang dipenuhi air mata.

"nek, aku merasa tidak berguna menjadi anak ayah, sebagai anaknya harusnya aku tahu apa yang terjadi dengannya, kenapa dia terlibat dengan suku itu."

"andai saja aku tahu hiks... Mungkin hiks... Mungkin ayah tidak hilang seperti ini nek". Rasanya sakit, aku memukul dadaku yang terasa sesak.

"Semua ini salah aku hiks..., andai waktu itu lebih memperhatikan nilaiku hiks... Apa mungkin ayah masih disini sekarang nek hiks...hiks..."
Aku menangis sejadi jadinya. Nenekku memelukku erat dan mengelus elus rambutku dengan lembut.

"Sudahilah cu, semua sudah berlalu. Jangan terlalu menyalahkan dirimu. Ayahmu pasti punya alasan kuat menemui suku itu, kamukan lihat sendiri dia masuk tampa memberontak."

Kata kata yang dikeluarkan nenekku tidak membuatku tenang. Aku masih kekeh ingin mencari ayahku.

Kami masih diposisi saling berpelukan, sesaat setelahnya aku mulai merasa tenang, dan menatap nenek dengan wajah memelas.

"nek, kali ini saja ijinin aku cari ayah. Aku janji sama nenek bakal baik baik aja. Aku juga gak sendiri kok ada seseorang yang nemanin aku kesana. Kami juga tahu cara masuk kesana nek, jadi gak usah khawatir." aku berusaha keras meyakinkan nenek.

Nenek menatapku bimbang, dia nampak berpikir keras akan ucapanku.

"nek, nenek gak maukan aku hidup dalam rasa bersalah selamanya ?" ucapku dengan lirih dan mata meminta persetujuan.

"baiklah, tetapi nenek punya satu permintaan." aku berpikir sejenak.

"apa itu?" tanyaku penasaran.

Dia meninggalkanku di ruang tamu dan pergi memasuki kamarnya. Sepertinya dia sedang mengambil sesuatu.

Benar saja nenek datang dengan membawa kotak kayu yang cukup tua dan berdebu. Dia membuka kotak tua itu dan mengeluarkan sesuatu didalamnya. Sebuah gelang ?

"Pakailah gelang ini, kata ayahmu dulu saat kamu masih bayi, gelang ini akan selalu melindungin kamu cu. Nenek nda tau apa itu benar, namun ayah mu selalu mewanti wanti nenek untuk memberikan gelang ini saat kamu sudah dewasa".

"Walau kamu belum sepenuhnya dewasa mungkin ini saat yang tepat untuk nenek memberi gelang ini." nenek melanjutkan.

Aku memegang gelang dengan tatapan berbinar. Entahlah gelang ini seakan bagian dari jiwa ku yang hilang. Gelang emas ditambah dengan peri kecil yang memakai mahkota dikepalanya membuatku takjub.

Kenapa ayah menyimpan gelang seperti ini. Apa benar gelang ini bisa melindunginku. Aku tak mau ambil pusing, ku pasang gelang itu di tanganku. Pas sekali, seakan ayah tahu aku akan memakainnya diumur sekarang.

"Janji sama nenek tidak akan melepas gelang itu."

Aku memantapkan hatiku "aku janji".

*****

Sekarang aku berada di atas motornya deric. Entah kenapa dia bisa berada di depan rumah ku. Apa dia menguntitku kesini ?

"aku tidak menguntitmu". Aku menatap punggungnya dengan tampang cengok.

Kenapa dia mengetahui pikiran ku, jangan jangan dia cenayang. Deric menatapku lewat kaca spion.

"apa sekarang kamu pikir aku cenayang dan semacamnya, yang benar aja. Salahkan saja mukamu yang terlihat berbicara itu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 22, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Desa AntasariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang