N.G. sedikit menyerit, mengerutkan kening tatkala pintu kamar asramanya diketuk seseorang dari luar. Dirinya sudah terlelap sekitar beberapa jam lalu dan kini terbangun oleh seseorang entah siapa yang dengan sengaja menemuinya di tengah malam. Remaja itu melirik jam pada nakas di samping tempat tidurnya. Ah, mungkin lebih parah. Sekarang sudah lewat tengah malam dan malah sedang menuju dini hari.
Pemilik kamar itu meraih kenop, menekan, kemudian menariknya. Seseorang yang menjadi pelaku pengetukan pintunya memang benar tengah berdiri di luar. N.G. kembali menyerit begitu melihat sosok yang ada di balik pintu itu.
"Emily?"
Sang empunya nama yang semula menunduk lalu menaikan sedikit kepalanya lemas. Dari sana, N.G. dapat melihat keadaan sang gadis yang tidak nampak seperti biasanya. Ralat, bahkan jauh dari biasanya. Lupakan soal rambutnya yang memang sudah berantakan walaupun sedikit dirapi-rapikan, N.G. bahkan tidak perlu melotot atau mengamati lebih rinci untuk melihat mata yang memerah dengan kantung hitam di bawahnya. Bibir yang kering dan pucat, tubuh yang jadi lebih kurus, serta- N.G. yakin jikalau dia adalah sang pemilik tubuh maka kepalanya akan digerayangi rasa sakit yang terus berkedut.
Astaga, N.G. memang sudah tidak melihatnya sejak empat atau lima hari yang lalu.
"Apa kau punya antidepresan?"
Akhirnya bibir pucat itu bergerak, mengeluarkan kata-kata. Suara yang pelan itu terdengar tanpa hasrat, jauh berbeda dengan suara yang penuh tekad dan terkadang terdengar begitu sarkas yang biasa dilantukannya.
Bukannya menjawab, N.G. malah balik bertanya, "Kau kenapa?"
Remaja itu menampakan raut khawatir yang sangat langka untuk ditunjukannya. Sebiasanya ia melempar seringai meremehkan, melempar tatapan tajam, ataupun menggidikan bahu tidak peduli. Kali ini ia benar-benar khawatir. Tentu saja, orang sehat dalam kondisi normal macam apa yang bersedia cari mati untuk mengetuk pintunya pada dini hari begini? Berhubung, semua orang di asrama sudah tahu, bahwa pemilik peringkat nomor satu ini sangat tidak suka diganggu di jam malam seperti ini.
Sehingga, sebelum N.G. benar-benar melihat sosok, sebenarnya dia sudah mengira siapa yang ada di balik pintunya. Hanya ada dua kemungkinan; pertama, orang kelewat iseng macam Amethyst; atau kedua, orang yang sedang dalam kesulitan semacam sang gadis.
"Punya antidepresan?"
N.G. terhenyak, kembali dihadapkan pada kenyataan setelah beberapa detik lalu pikirannya melayang di alam bawah sadar. Ah, bukan, dia hanya mengingat-ngingat catatan mengenai kondisi kesehatan Emily. Karena begitu-begitu, walaupun mereka seringkali berada dalam situasi yang bertentangan, walaupun mereka seringkali terlibat dalam pertengkaran, walaupun orang-orang mengecap mereka berdua sebagai orang yang sama-sama bermusuhan, sebenarnya mereka berdua jugalah yang paling jauh dalam hal pertemanan. Karena mereka, sudah sangat mengetahui tentang diri mereka masing-masing, satu sama lain.
N.G. menggeleng, "sayangnya tidak ada."
Gadis itu tampak menimang, "obat tidur?"
N.G. menggeleng lagi, "tidak juga."
Baru saja gadis itu membalikan tubuh setelah mengucap pelan terima kasih, N.G. dengan cepat menarik tangannya.
"Kau belum menjawab pertanyaanku, Emily-"
Bukan dengan nada ketus yang terdengar kasar seperti biasanya. Kali ini, N.G. berkata demikian dengan amat sangat jauh lebih lembut dibandingkan biasanya.
"-siapa tahu aku bisa membantu."
Bukan siapa tahu, sebenarnya. Namun, N.G. benar-benar berniat untuk membantu. Dia tidak tahan melihat Emily di depannya. Apalagi, saat makan malam tadi Emily melewatkannya. Ia ingat karena begitu ia kembali dari kegiatan study banding nya, kursi yang biasa ditempati oleh Emily kosong. Andrey mengatakan bahwa Emily mungkin sudah tidur karena saat ia pergi ke kamarnya gadis itu sama sekali tidak menjawab panggilannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Candy Cane
Teen FictionJust a random story between frenemy~ How Romeo and Juliette hate each other but finally become a lover.