⋆ ˚。⋆୨୧˚ ˚୨୧⋆。˚ ⋆
Lembar pertama: Kalea serta Luka Lara-nya.
.
.
.Senyap sepi menyambut sadarnya ia di pagi buta. Hanya suara dentingan jam yang kini menjadi musik setia kala ia membuka matanya. Satu yang ia syukuri dan tidak akan pernah ia lupakan bahwasanya Tuhan masih berbaik hati memberinya nafas agar hidup lebih lama.
Beranjak dari tempat tidurnya dan memilih segera pergi untuk bersiap diri menjadi kebiasaannya di pagi buta. Sebelum akhirnya suara-suara menyakitkan akan terdengar dan membuat hatinya semakin remuk saja.
Kalea memandangi sosok dirinya didepan cermin. Entahlah, hanya saja rasa iba pada dirinya sendiri kian membesar setiap harinya. Karena nyatanya hidup dengan banyak luka lara sudah menjadi teman baiknya.
Kalea Cassie Eleonora, Orang-orang kerap memanggilnya si bisu. Dan Kalea pun tidak pernah menyangkal itu. Dirinya juga tidak yakin bahwasanya ia bisa berbicara atau tidak, karena selama hidupnya Kalea hanya banyak diam dengan sebuah buku kecil yang selalu menggantung di lehernya sebagai alat ia bicara.
Kesepian juga hal-hal buruk sudah menjadi teman baiknya. Bahkan jika suatu kebahagiaan datang padanya Kalea tidak akan lagi percaya, karena semesta sering kali mengajak bercanda hidupnya. Rupanya semesta memang senang melihatnya menderita.
Selesai dengan semua kegiatannya, beranjak dari kamar menuju ke dapur adalah pilihannya. Kalea harus memasak sarapan pagi sebelum akhirnya penyebab luka-luka indah di hidupnya itu bangun dan menyapa paginya dengan sakit yang luar biasa.
Ia tidak berharap banyak pada semesta dan takdirnya. Hanya saja Kalea berharap untuk dirinya yang harus hidup lebih lama, setidaknya sampai mereka melihat eksistensinya. Kalea tidak bisa berbohong kalau dirinya hidup penuh luka lara yang entah kapan bisa sembuhnya. Dan mereka tidak pernah peduli dengan keadannya, tapi bodohnya Kalea selalu berharap kalau mereka akan mengakuinya.
Seorang datang dan melihat eksistensinya. Menatap dengan tatapan yang bisa diartikan rendah, tapi kalea tetap bersyukur karena setidaknya salah satu orang terkasihnya mau menatapnya.
"Berangkat sendiri atau dianterin?"
Dengan gelagapan, Kalea langsung menjawab. Menulis pada notes kecil yang setia menggantung di lehernya.
"Aku berangkat sendiri."
Hanya sebuah anggukan yang ia terima. Pun itu saja mampu membuat senyum indah merekah begitu saja di wajah Kalea. Sedikit kemajuan karena setidaknya sang kakak mau merespon dan mengajaknya berbicara. Walaupun pada akhirnya yang tengah ia kerjakan ini menjadi sia-sia karena sosok tinggi tegap itu langsung melangkah melalui pintu utama dan menghilang meninggalkannya.
Tidak apa, nasi goreng yang ia buat ini bisa ia bawa sebagai bekal atau juga ia bagikan di jalan seperti biasanya.
Sedikit cerah menjadi cahaya untuk Kalea berjalan di hari ini. Berharap harinya akan sedikit lebih baik dari biasanya. Pun itu seolah ketidakmungkinan tapi Kalea tetap berharap pada sedikit banyaknya semesta mau berpihak padanya.
Tapi ingat, bahwa Kalea berteman baik dengan segala hal buruk dan kesialan. Mungkin itu hanya menjadi permulaan? Siapa yang tau?
⋆ ˚。⋆୨୧˚ ˚୨୧⋆。˚ ⋆
Cahaya sang fajar menyambut dirinya yang kini sudah berada di sekolah pagi-pagi sekali. Kalea memang sengaja selalu berangkat pagi buta, sebelum orang-orang lebih banyak datang kesekolah. Pasalnya gemetar tubuhnya selalu tidak bisa di sembunyikan kala kicauan hina tedengar dari mulut-mulut yang mencemooh nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalea, serta Luka Lara-nya
Fiksi UmumKalea adalah sakit tak bersuara. Dipaksa menerima segala luka lara yang sebenarnya jauh dari kemampuan dirinya. Pun pada akhirnya ia berteman baik dengan segala hal buruk karena terlalu sering mereka datang menemani harinya, Kalea tetap ingin sediki...