🍒 Trouble🍒

244 29 8
                                    

Raungan Honda Civic RS itu memasuki gerbang utama. Taman-taman yang tertata rapi dan cantik menghiasi pinggiran sepanjang ruas jalan setapak besar yang mereka lalui. Rumah tingkat tiga bercat putih dengan gaya Eropa klasik, beberapa pilar besar terpancang di sepanjang teras depan dan samping, patung kuda putih yang berada di tengah air mancur menyambut kedatangan mereka berdua. Naruto memarkirkan mobil berwarna hitam itu di parkiran dalam, di mana sudah ada beberapa jejer mobil mewah lain yang ada di sana.

Jantung Hinata berdebar-debar saat sepasang kakinya menapak di atas batu granit kediaman Uzumaki. Menyusuri lorong demi lorong berhiaskan lampu-lampu kecil di setiap sudut remang. Kedua pasang jemari sejoli ini teremat erat.

"Tanganmu berkeringat,"Kata Naruto, wajah tampan dengan setelan kemeja berwarna pekat itu mengangkat genggaman tangan mereka ke udara.

Hinata melirik ke arah pria di sebelahnya dan tangannya yang sedang digenggam, "Iya,aku sedikit ... gugup,"aku Hinata jujur, senyum canggung terulas di bibir.

"Bagaimana jika ada... Ayahmu?" Hinata bertanya, setengah berbisik. Sedari tadi hal itu sedikit menganggu pikirannya. Tak ada gambaran apa pun mengenai kelanjutan hubungan antara ia dan Naruto.

"Setahuku, beliau jarang ada di rumah kalau ada acara seperti ini," jawab Naruto seadanya. Kening Hinata berkerut bingung, ia merasa ada yang tidak beres dengan keluarga ini.

"Kenapa begitu?"

Naruto mengerdikkan bahu,"Aku juga tidak tahu," jawabnya acuh.

"Ini 'kan momen penting istrinya, mustahil beliau tidak datang,"Hinata menjawab, Naruto pura-pura tidak mendengar dan meneruskan langkah perlahan-lahan. Ia juga sebenarnya tidak mengerti, hubungan jenis apa yang dijalani oleh Ayah dan Ibunya walaupun sudah menikah selama bertahun-tahun lamanya. Ia cukup segan untuk bertanya mengenai hal ini kepada Ayahnya.

"Apapun yang ada di depan sana, kita akan hadapi bersama,"jawab Naruto tegas. Safir biru itu berkilat penuh keyakinan. Menatap penuh ke arah Hinata yang berjalan beriringan dengannya.

"Aku ... belum siap dengan segala hal yang akan terjadi nanti,"ucap Hinata sendu, ia memelankan langkah kakinya hingga benar-benar terhenti di pertengahan jalan. Bunyi jantungnya semakin berdetak cepat, netra kelabu itu berkaca-kaca saat menatap kekasihnya.

"Jangan takut, ada aku bersamamu,"Kata Naruto menyemangati, tak ada rasa gentar sedikitpun dalam dadanya.

"Aku tidak ingin kamu durhaka dengan Ayahmu hanya karena kita... melanggar aturan yang ada di kantor,"imbuh Hinata, nyaris putus asa.

"Jangan over thinking dulu, biarlah itu menjadi urusanku dengan ayahku,"

"Tapi... "

Naruto menghentikan aksi bicara Hinata dengan mendorong tubuhnya ke balik pilar. Menahan tengkuknya dan mulai memasukkan mulutnya ke dalam mulut Naruto. Lumatan demi lumatan lembut terpilin erat melalui lidah yang ia mainkan, segala yang ia berikan di dalam mulutnya adalah penuh rasa bukan sebatas nafsu belaka. Kegundahan Hinata yang sempat singgah, kini terkikis pelan-pelan. Tarikan napasnya menjadi lebih teratur berikut bunyi jantungnya yang beralih menjadi normal. Kelopak putih yang setengah terpejam itu perlahan terbuka. Rasa tenang yang Naruto alirkan melalui bibirnya menjalar hingga ke setiap pembuluh syaraf seluruh tubuhnya.

"Tenanglah ... "bujuk Naruto, tangan tanned itu bergerak untuk merapikan rambut Hinata yang sedikit berantakan beserta menghapus sisa-sisa saliva yang tertinggal di bibir ranum kesukaan Naruto.

"Hei! Apa yang kalian lakukan di sana?!"

Sebuah seruan menginterupsi, suara itu berasal dari depan pintu kediamannya yang sudah terbuka lebar. Naruto dan Hinata tersentak kaget bersamaan, mereka berdua keluar dari tempat persembunyian. Ternyata oh ternyata tubuh menjulang Minato sudah berdiri di depan pintu dan mungkin melihat cumbuan mereka dibalik pilar itu.

Marketing Division (End) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang