Bab Keenam: Pendam

36 10 5
                                    

Pagi-pagi sekali, Malka yang seharusnya masih bersama dengan keluarganya atau bahkan baru memulai sarapan harus lebih dulu pergi dan bergegas. Mengingat sekarang daftar pekerjaan bertambah, yaitu mengantar jemput anak teman ayahnya. Malka juga merasa jadi tak banyak waktu untuk beristirahat, karena biasanya ia baru sampai rumah jam setengah 11 malam seusai bekerja di kafe.

Tapi kalau ini semua adalah bentuk baktinya kepada orang tua, Malka lakukan.

Karena jalanan yang tak begitu padat sebab masih terlalu pagi untuk orang-orang berangkat kerja, Malka jadi sampai lebih cepat. Ia menemuka Talita yang waktu itu menjabat tangannya kala bertamu ke rumah dan yang kini tengah mengikat tali sepatunya. Di dekatnya, ada sang Ayah yang tengah berdiri menunggunya selesai mengikat tali. Semua itu Malka lihat dari pagar yang tingginya hanya sebatas pinggang.

Malka lihat, rumah Talita ini sederhana. Halaman depannya tak terlalu luas namun bisa dibuat taman kecil-kecilan. Malka pikir, Malka ingin lunya rumah seperti ini.

"Pagi om," Sapa Malka dengan senyum lebar pada Om Andra yang baru saja menutup pagar rumahnya lalu ia cium punggung tangan yang sudah mulai berkeriput itu.

Om Andra juga sama senyumnya, "Pagi Malka, sudah sarapan?"

Malka mengangguk, "Sudah om,"

"Maaf ya, harus mengantar Talita pagi-pagi sekali. Jadi memotong waktu istirahatmu ya, Malka,"

Malka menggeleng, "Nggak masalah om, saya kadang-kadang suka berangkat jam segini juga,"

Om Andra mengangguk, lalu beralih ke putrinya yang kini tengah dijewantah untuk tidak merepotkan Malka yang akan mengantar dirinya ke sekolah barunya. Tiba-tiba Talita menatapnya, lalu melemparkan senyum. Ayah dan anak itu saling memberi nasehat satu sama lain sebelum berpamitan yang Malka juga lakukan, dan pergi dari hadapan Om Andra.

Selama perjalanan, Malka maupun Talita tak ada yang buka suara. Karena bagaimanapun mereka baru kenal, dan cukup canggung untuk memulai sebuah percakapan. Tapi Malka bawa motornya santai, mungkin nanti Talita berucap sesuatu atau butuh sesuatu, suaranya tak hilang terbawa angin.

Tidak sampai 30 menit, mereka berdua sampai di sekolah baru Talita. Sekolah dengan nuansa merah dan gerbang tinggi di depannya itu jadi latar Malka memberhentikan motornya. Ia ambil helm yang tadinya Talita pakai dan disimpan di antara jok dengan kemudi.

"Mal sorry, lo ... bisa temenin gue nggak ya sebentar di sini?" Talita berujar tiba-tiba.

"Temenin gimana?"

"Bel masuk kayaknya masih lama, dan gue di sini gaada temen sama sekali. Jadi mungkin lo bisa temenin gue sebentar, if you don't mind..." Lanjutnya, dengan suara yang semakin mengecil di akhir katanya.

Malka menyalakan ponselnya sebentar, hanya untuk melihat jam.

Jarak kedua sekolah mereka memang tidak jauh, tapi juga tidak dekat. Malka bisa tempuh sekitar 15 menit dari sini ke sekolahnya, jika ia menemani Talita saat ini, bisa jadi ia akan terlambat masuk.

Malka menoleh ke arah Talita, "Gue bisa aja temenin lo, tapi gue juga bisa aja telat. Maaf ya,"

Talita menggigit bibir dalamnya, "Jadi sama sekali ga bisa, Mal?"

Complete • MashikyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang