Bab Kedua: Rasa

90 9 1
                                    

Seminggu sudah Kala menjalani masa orientasi sekolah atau MOS. Jam menunjukkan pukul sebelas siang, Kala berjalan ke arah gerbang sekolahnya dan berhenti di sana. Pemandangan di depannya membuat hatinya berdenyut sakit.

Harusnya ia biasa saja karena pemandangan tersebut selalu hadir di depan matanya, namun hari ini berbeda. Mungkin karena efek perenungan kesalahan hidup yang ia ikuti satu jam yang lalu, acara terakhir MOS sekaligus penutupan.

Kala hanya bisa merenung di bawah terik matahari, memikirkan bagaimana jika ia dijemput oleh ibunya seperti yang lain. Menyalami tangannya, bertukar senyum, dan bercerita panjang lebar tentang hari ini.

Kala juga mau seperti itu, tapi nyatanya Kala tidak bisa.

Bisa, kalau dirinya hanya berangan-angan. Membayangkan di depan sana ada seorang wanita cantik dengan senyum malaikatnya. Menjemputnya pulang dan saling bertukar cerita.

Tapi nyatanya Kala itu semua hanya bayangan, yang hanya bisa lakukan adalah menatap kawan-kawan seangkatannya yang kini saling memeluk erat ibunya masing-masing dengan perasaan sakit dan juga iri yang tak mungkin bisa ia bohongi.

"Kal!"

Lamunannya buyar karena suara menggelegar di antara kerumunan ibu dan anak itu. Kala temukan Gama dengan seragam olahraga SMP mereka, ia juga MOS di sekolah lain. Gama mengangkat tinggi-tinggi tangannya, mencoba memberitahu Kala kalau dirinya ada di sana.

"Si anying, ngapain dah?" Kala sampai di hadapan Gama, langsung melemparkan tatapan kesal nan sinis. Ia malu karena diteriaki. Karena teriakan nya tadi kencang bukan main, buat hampir semua orang di sana menoleh ke arahnya.

"Main lah ke rumah lo,"

Lagi-lagi wajah sinis Kala menjadi pemandangan Gama di depannya. "Stop beralasan, bilang aja lo mau numpang makan di rumah gue,"

Gama terbahak di depannya. Ia segera merangkul sahabat sedari sekolah dasarnya ini, tak mau menunggu lama untuk pulang, "Lo tukang fitnah,"

Mereka berjalan beriringan. Tas yang tak begitu berat dipakai Kala seadanya. Memang dari awal ia tidak mau ikut MOS, jadi juga tidak ada niat untuk membawa atribut dan lain-lain. Karena Kala pikir, MOS itu hanya ajang senioritas dari kakak kelasnya dengan dalih kedisplinan dan solidaritas.

Cih, kedisplinan dan solidaritas apa menyuruh push-up sampai tiga puluh kali.

"Gue ada inisiatif aja si nyusul ke sekolah lu, lagian emang udah lama juga ga main," Gama berucap yang dibalas Kala tatapan heran.

"Najis amat pake inisiatif," Kala membalas.

Aneh sekali, Gama benar-benar aneh. Anak itu tidak seharusnya berada di gerbang sekolahnya tadi. Harusnya ia masih harus MOS sampai jam dua nanti. Namun kenapa dengan alasan bodoh ia tinggal begitu saja MOS nya dan datang untuk menjemput Kala?

"Yang jujur deh, lo kenapa ke sekolah gue?"

Tak terasa, mereka sudah sampai di rumah Kala. Cowok yang baru selesai MOS itu mencoba meraih kunci dan membuka pintu rumahnya. Wangi bunga mawar putih menyeruak di indra penciuman Gama, dirinya teringat akan kenangan 4 tahun lalu atau kali terakhir ia berkunjung kemari.

"Bunda, Kala pulang!"

Tak ada jawaban tak ada sahutan, tapi Kala sudah biasa. Ia berjalan pelan masuk ke dalam rumahnya, ke ruang tengah dan berhenti di depan pigura wanita cantik yang tengah tersenyum teduh menatap kamera. Di sekeliling pigura itu terdapat bunga mawar putih kesukaannya, yang selalu Kala beli setiap ia melihat toko bunga.

Gama tanpa suara juga ikut masuk, berdiri di serong belakang Kala yang kini tengah diam menatap pigura. tersebut.

"Bunda... hari ini MOS nya sudah selesai," Kala membuka suara, membuat Gama mundur sedikit guna memperbesar jarak antara Kala yang kini tengah curhat kepada bundanya, tak mau mengganggu.

Complete • MashikyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang