07

15.3K 1.8K 102
                                    

Arsa bangun jam 4 sore karena merasa kelaparan, mengedarkan pandangan dan bingung berada di kamar yang cukup asing, namun ada aroma seseorang seakan ia mengenal nya.

Arsa segera berjalan ke luar dan benar saja, ia melihat Mahen tengah fokus dengan laptop dan semua kertas yang sudah jelas tak ia pahami.

Merasa tengah di perhatikan Mahen menoleh, dan sedikit terkejut melihat Arsa yang berdiam memperhatikan nya.

"Kamu sudah bangun ? Mau makan ? Kamu belum makan apapun" ucap Mahen menghampiri Arsa dan membawa anaknya ke sofa.

Mahen duduk di samping Arsa dengan tangan nya yang mengelus perut Arsa lembut, Arsa sendiri gak sadar dengan kelakuan 'papa' nya ini karena ia sendiri masih mengumpulkan nyawa yang entah berada di mana sekarang.

"Arsa ?" Mahen sedikit khawatir karena Arsa terus saja diam.

"Nasi goreng tanpa kecap" balas Arsa pelan.

"Oke, papa akan menyuruh bibi di rumah untuk mengantarnya, atau kamu mau pulang ? Kita bisa pulang" Arsa nampak menimang, ia mengedarkan pandangan nya, sebenarnya ia bosan di rumah tapi enggan untuk mengatakan nya. Ia sangat berharap orang rumah mau peka akan bahasa tubuh nya.

"Aku mau disini" ucap Arsa pada akhirnya.

"Oke, papa akan pesankan" Arsa mengangguk mengerti dan membiarkan Mahen pergi.

Sementara itu Arsa pergi ke kaca besar yang ada di belakang meja papa nya, berdiri dengan tatapan yang terkesan malas, menatap ke jalanan yang cukup macet.

Sebenarnya sampai saat ini Arsa masih belum mengakui akan status nya saat ini, entah kenapa seperti ada sesuatu yang hilang dari ingatan nya tapi entah apa itu. Ia juga masih terus berusaha untuk mengingat sesuatu yang mungkin tak sengaja ia lupakan tapi hasilnya nihil, ia tetap tak mengingat apapun.

"Papa !!" Pekikan lantang itu membuat Arsa yang melamun jelas terkejut sampai tersentak sebegitu nya, menoleh kebelakang dan melihat Alea yang datang dengan wajah kesal nya.

"Kenapa kamu disini ? Dimana papa ?!" Tanya Alea kesal melihat Arsa.

Arsa diam, memperhatikan Alea dengan malas, Alea yang tak mendapatkan jawaban nya justru kesal bukan main.

"Arsa jawab aku !! Papa dimana !!" Teriak Alea lagi.

"Kenapa kamu terus berteriak" balas Arsa santai.

Alea kesal, jadi ia tak sadar mengambil vas bunga yang ada di atas meja Mahen dan melemparkan nya pada Arsa, Arsa yang melihat itu bukannya menghindar justru malah berdiri dengan santai.

Pranggg.

Akhirnya vas itu mengenai kepala Arsa membuat pelipis nya langsung mengalirkan darah segar melewati mata.

Alea terkejut bukan main, ia tak sadar jika ia melakukan nya tadi, wajahnya memucat takut.

"Ar-"

"Astaga Arsa !" Mahen datang, ia panik melihat keadaan Arsa yang jauh dari kata baik, segera ia menghampiri Arsa dan mencoba menghentikan darah yang ada di pelipis anak nya.

"Alea" geram Mahen membuat Alea semakin takut.

"Arsa kita ke rumah sakit" belum sempat Arsa menjawab ia sudah jatuh pingsan.

Arsa memiliki darah rendah, jadi jika darah nya terbuang sedikit saja maka ia bisa pingsan. Mahen panik, jadi ia segera menggendong anaknya dan pergi dengan cepat mengabaikan Alea yang sudah menangis keras memanggil namanya.

Di perjalanan ia menelfon semua anak nya termasuk Radhika yang akan mengurus Arsa nantinya, ia dengan kecepatan tinggi melewati mobil-mobil dan beberapa lampu merah, masalah polisi akan ia urus belakangan, anak nya lebih penting sekarang.

Tak butuh waktu lama Mahen kembali berlari sambil menggendong Arsa yang sudah benar-benar terkulai lemas.

Ia melihat Radhika sudah menunggu di depan UGD, segera ia memberikan Arsa pada Radhika. Tak lama Agha datang dengan nafas tersengal nya.

"Pa.. hah.. Arsa.." ucap nya ngos-ngosan.

"Di dalam" balas Mahen pelan.

Tak lama Raka pun datang saat sekretaris nya mengatakan Arsa di bawah kerumah sakit dengan keadaan terluka.

Mereka bertiga menunggu dalam diam, terus merapalkan doa berharap Arsa baik-baik saja walaupun luka yang di dapat cukup serius.

Radhika keluar dan menghela nafasnya panjang, Mahen dan yang lain segera menghampiri dokter tersebut dengan wajah khawatir.

"Bagaimana ?" Tanya Mahen.

"Luka nya cukup serius, ada pecahan kecil yang menancap di pelipis nya, kami sudah mengeluarkan pecahan-pecahan yang lebih dari satu itu walaupun sulit, saat ini keadaan Arsa jauh dari kata baik" pernyataan Radhika cukup membuat tiga orang itu lemas bukan main.

"Bang, tolong selamatkan Arsa, jangan lagi..." lirih Agha memegang lengan Radhika kuat.

"Abang sedang berusaha Agha, Arsa akan baik-baik saja" balas Radhika tersenyum hangat.

"Lakukan apapun untuk nya, aku sedang mencari pendonor untuk Arsa dan dalam Minggu ini aku akan mendapatkannya" ucap Raka di angguki oleh Radhika.

"Kalau begitu aku masuk dulu" Radhika kembali masuk, ia keluar tadi hanya untuk memberi kabar pada Mahen dan yang lainnya tentang kondisi di dalam ruang UGD.

Mahen duduk dengan wajah frustasi nya, jelas ia marah, takut, sedih, kesal, semuanya bercampur, apalagi Arsa sudah dua kali masuk rumah sakit dengan keadaan yang jauh dari kata baik.

"Pa, dimana Alea ?" Tanya Raka membuat Mahen menoleh dan seketika ia langsung tersulut amarah.

"Beri hukuman untuk anak tidak tau diri itu, dia yang membuat Arsa berada di dalam sana" ucap Mahen dengan suara menahan amarah nya.

"Alea ?" Tanya Agha tak percaya.

"Kenapa anak itu terus saja berulah !" Sentak Agha kesal.

Benar, Mahen dan anak-anaknya tidak pernah menyukai Alea, mereka hanya menghormati Alea karena sang Oma yang membawa Alea kedalam rumah mereka dan meminta Mahen untuk mengadopsi Alea, ia begitu menyayangi Alea, mungkin karena Alea gadis yang baik dan manis di matanya.

Makanya saat sang Oma tau cucu kesayangan nya memiliki ginjal yang rusak, ia yang meminta Mahen untuk membujuk Arsa agar mau memberikan satu ginjal nya untuk Alea.

Dengan begitu sang Oma akan melupakan semua perseturuan yang pernah terjadi di masa lalu.

Mahen berontak, ia memang mengabaikan Arsa dan terkesan acuh tapi ia tidak pernah membiarkan Arsa terluka, ia selalu memperhatikan anak nya dari jauh dalam diam, selalu masuk ke kamar sang anak setiap jam 12 keatas untuk duduk diam dan memperhatikan wajah damai Arsa yang tertidur pulas.

Tidak hanya Mahen, Raka, Radhika dan Agha pun melakukan hal yang sama, mereka diam-diam melakukan hal yang sama.

Tidak boleh secara terang-terangan karena Oma mereka membenci Arsa hingga mati.

Sudah sangat jelas jika Arsa terlahir sebagai laki-laki padahal sang Oma ingin Arsa terlahir perempuan, padahal saat Arsa berada di dalam kandungan ibu nya, sang Oma begitu menyayangi Arsa yang masih di dalam kandungan karena saat ibu Arsa melakukan USG untuk mengetahui jenis kelamin sang anak, dokter mengakatan jika Arsa adalah perempuan, itulah kenapa sang Oma begitu mencintai kandungan menantunya.

Namun saat Arsa terlahir sebagai pria, amarah wanita tua itu langsung membludak.

Ia berteriak dengan marah mengatakan jika cucu nya adalah perempuan dan tidak mau mengakui Arsa.

Sampai sekarang sang Oma tidak mengakui Arsa sebagai cucu nya.

Itulah kisah hidup Arsa.








______________

Kalian masih nungguin cerita ini ? Padahal aku lama update nya 🥲

Nathan Or Arsa ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang