Kenapa?

43 14 19
                                    

BRAKK.

Seorang pemuda membanting orang sebayanya yang ada di depannya ini. Batinnya berkecamuk, menyisihkan emosi yang seakan siap meledak kapan saja.

Darah membasahi punggung orang yang di bantingnya tadi, tetapi apa pedulinya dia? Haruskah ia peduli dengan orang yang berani-beraninya menyandera sepupunya itu?

"Gua peringatin lo sekali lagi, sampai Lo berani ngusik apa lagi nyentuh orang-orang gua, gua gak akan segan-segan ngasih Lo pelajaran yang lebih dari ini," ucap pemuda itu.

Ia berjalan menuju kursi yang berada di tengah-tengah ruangan, dan melepas tali-tali serta selotip yang membungkam sepupunya itu.

Di sentuhnya kepala gadis didepannya ini, dengan lembut ia usap. Menyalurkan rasa aman kepadanya.

"Lo masih bisa jalan?" tanyanya.

Gadis itu mengangguk. "Gua masih bisa," jawabnya.

Kala gadis itu hendak berdiri, kakinya seakan mati. Sontak raut panik mulai terlihat dari wajahnya. Keringat mulai bercucuran seiring dengan bayang-bayang mengerikan yang terlintas di pikirannya.

Sepupunya yang menyadari raut itu menghela nafas. Ia sudah menduga jika ini akan seperti ini, namun ia memilih membiarkan sepupunya ini melakukan apa yang dia inginkan.

Emang paling bener langsung gua angkat aja tadi,- batinnya.

"Kalo gak bisa itu gak usah maksa." Pemuda itu mengangkat tubuh gadis didepannya ini dan menggendongnya.

"Eh, eh. Udah Jin. Lo gak perlu repot-repot gini," ucap gadis itu panik.

Hyunjin menghela nafas lelah. Sesungguhnya ia tak ingin merepotkan dirinya. Namun, ia harus menyingkirkan kata 'tidak ingin direpotkan' untuk saat ini. Bagaimanapun gadis ini, sepupu yang memiliki wajah mirip sepertinya sedang dalam kondisi yang tidak baik.

"Mending Lo diem ji," ucapnya.

Hyunjin menggendong sepupunya keluar dari ruangan yang sangat mengerikan ini. Darah orang yang sudah berani menyentuh sepupunya berlumuran di lantai. Juga pisau yang digunakan untuk menyayat pipi sepupunya ini tergelatak berlumuran darah orang itu.

Tepat satu langkah sebelum keluar ruangan, langkah pemuda itu berhenti kala orang yang dikiranya sudah tidak memiliki tenaga untuk mengeluarkan suaranya mulai berbicara.

"Lo orang paling menyedihkan yang pernah gua temui selain temen Lo yang suka nyoba bunuh dirinya sendiri."




















Helaan nafas terdengar dari pemuda berkulit agak gelap ini. Hatinya lega menyaksikan orang yang lebih muda darinya ini mulai membuka mata.

Dilihatnya orang itu yang mulai agak tidak nyaman dengan apa yang dialaminya ini. Bagian punggung hingga perut dililit perban, siapa yang tidak nyaman dengan kondisi seperti ini?

"Ungh," lenguh orang didepannya itu.

Pemuda itu mendekati wanita didepannya ini, menyentuh surai hitamnya, dan mengelus nya.

"Aku tau ini sakit, jadi jangan banyak bergerak." Pemuda itu menggenggam tangan gadis yang terbaring lemah ini.

Yuna. Banyak darahnya yang terbuang dari luka tembak yang diterimanya. Yang membuatnya mau tidak mau harus terbaring lemas seperti ini.

Bibir gadis itu terangkat. Dengan suara pelan ia mulai berbicara.

"K-kak ... mama gimana?" Yuna menatap Sunwoo. Menunggu jawaban sembari berharap jika apa yang akan dikatakan orang di depannya ini sama seperti yang ia bayangkan.

Sunwoo tersenyum. Di angkatnya tangan gadis didepannya di depan bibirnya, lalu menciumnya.

"Gua gak nyangka Lo masih bisa pikirin orang lain di saat keadaan Lo kayak gini," ucapnya.

"Mama baik-baik aja. Mama sekarang ada di kamarnya lagi tidur. Lukanya juga udah gua obatin tadi," sambungnya.

Di lepasnya genggaman tangannya. Sunwoo beranjak dari duduknya dan menatap gadis yang terbaring lemah ini.

"Lo lanjut istirahat aja. Semua masalah udah gua beresin jadi Lo gak usah khawatir," ucapnya.

Dirinya berlalu meninggalkan kamarnya, menuju ke ruang tamu rumahnya.




















Ribut. Kata yang sangat layak untuk menggambarkan keadaan ruang tamunya. Bagaimana tidak? Jaemin menarik rambut Hyunjin kencang hingga mampu membuatnya berteriak kesakitan.

"Lo bisa gak si buat gua gak panik sehari? Capek tau gak panik terus tiap harinya." Jaemin memelototi Hyunjin yang meringis kesakitan.

"Gak Lo gak Sunwoo gak ada yang bisa  buat gua agak tenang sehari. Ada aja kerjaan Lo berdua." Jaemin menarik rambut Hyunjin semakin kencang.

Satu menit. Jaemin melepaskan jambakannya dengan tidak ikhlas. Matanya ia arahkan ke sahabatnya yang satunya, mengisyarakatkan untuk mulai menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

Sunwoo yang paham lirikan Jaemin mengangguk. Sebelum menjelaskannya ia menatap gadis dengan wajah yang mirip Hyunjin di samping pemuda itu.

"Jin Lo anter Yeji ke kamar tamu sana. Kasihan dia, mukanya capek gitu," perintah Sunwoo.

Hyunjin yang paham langsung menggendong Yeji kembali dan membawa ke kamar tamu rumah Sunwoo.

"Jadi?" Jasmin menaikkan salah satu alisnya.

"Udah gua bilang tunggu Hyunjin dulu," ucap Sunwoo kesal.




















"Jadi Lo gak tau siapa yang udah nyelakain tante Krystal sama Yuna?" tanya Jaemin.

Sunwoo mengangguk.

"Sulit buat nebak pelakunya karena gak ada satupun sesuatu yang mereka bawa yang nunjukin identitas mereka."

Hening. Ruang tamu hening seketika. Mereka mulai larut dalam pikiran masing-masing.

Hyunjin yang sedari terdiam, berpikir menyambungkan apa yang terjadi kepada keluarga Sunwoo dan apa yang di alami sepupunya hari ini.

Aneh, bagaimana bisa hal seperti itu terjadi bersamaan.

Mungkin hal ini bisa bagi yang baru mengalaminya sekali, tetapi bagi Hyunjin ini bukanlah hal yang wajar.

Saat Sunwoo meminta dia dan Jaemin datang, tiba-tiba pesan masuk yang memerintahkannya untuk datang atau sepupunya akan kehilangan nyawanya.

Kejadian yang di alami sepupunya membuatnya berpikir jika kejadian itu hanya semata-mata digunakan sebagai pengalihan.

Hyunjin mendongak, menatap teman-temannya satu persatu. Dia sudah meyakinkan niatnya untuk mengatakan apa yang dia pikirkan.

"Eh-"

"Gua jadi keinget sama yang diomongin mama," ucap Sunwoo.

Hyunjin terdiam. Mengurungkan niatnya untuk berbicara.

Jaemin yang sedari tadi terdiam mulai berbicara.

"Emang apa?"

"Tentang temen mama yang meninggal bersamaan sama anak mereka yang hilang," ucapan Sunwoo.

"Juga sama kejadian yang di alami Yeji hari ini."






















Halo, maaf lama gak update. Aku bingung mau lanjutin cerita ini kayak gimana. Tapi sekarang aku udah buat urutannya. Maaf juga kalo ada typo.

Kue Stroberi || Sunwoo, Yuna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang