4

569 133 10
                                    

Tolong bantu vote & komen yang banyak. ^

Mereka sampai di kediaman Arvin. Silla yang sedari tadi mengekor di belakang tubuh lelaki itu hanya celingak-celinguk memperhatikan. Silla heran melihat ruangan apartemen yang bersih ini. Lalu apa yang harus ia kerjakan. Di sini tidak terlihat sedikit pun debu yang menempel.

Memasuki ruang tengah, kemudian Silla di kagetkan dengan kedatangan Arvin yang entah dari mana dia kini sudah melempar alat-alat kebersihan ke tubuh Silla. Dari mulai, sapu, ember, alat pel dan lain-lain.

"Dokter ruangan ini terlihat tidak ada debu sedikitpun yang menempel. Apa yang harus saya bersihkan? Lebih baik saya pulang saja ya Dok."

Mata Arvin mengarah tajam pada Silla. "Tidak! Kau lihat ini." Arvin menyingkirkan pas bunga yang ada di dekat meja televisi. Menjentikkan jari nya di sana lalu memperlihatkan debu yang menempel di telunjuknya pada Silla. "Ini debu, tidak baik untuk kesehatan. Jadi kau bisa mencari di tempat yang tidak terlihat. Jangan hanya bisanya nyerocos mulu. Cari lebih detail."

Ingin sekali Silla menenggelamkan wajah sialan itu di kubangan api neraka. Tetapi karena ia ingin segera lepas dari sini. Mau tidak mau Silla hanya bisa menurut pasrah. Tanpa menjawab ucapan sinis dokter Arvin. Wanita itu bergegas. Membersihkan di tempat yang tidak terlihat seperti apa yang lelaki itu katakan.

Silla mengerjakan semua itu dengan teliti dan rapi. Sudah terbiasa ia selalu membersihkan rumah di saat ia masih kecil. Jadi mengerjakan semua ini tidak membuat Silla kepayahan.

Selagi dia membersihkan seluruh apartemen, Silla sama sakali tidak melihat keberadaan dokter Arvin, mungkin lelaki itu pergi ke kamar mandi membersihkan diri. Silla tidak peduli apa yang dilakukan lelaki galak itu. Ia lebih memilih fokus mengelap pigura foto yang terpanjang rapi di atas rak kaca. Melihat foto keluarga Arvin sepertinya mereka adalah ayah dan ibunya. Lalu tatapan Silla terjatuh ke arah foto bayi perempuan dengan tulisan Arsilla di sisi foto.

"Kok namanya sama ya. Arsilla. Apa ini adik dokter Arvin?" kening Silla mengerut lalu detik selanjutnya mengangguk paham. "Ah dari gosip yang aku dengar kan adik dokter Arvin istrinya dokter Hazel yang tampan itu. Mereka benar-benar keluarga yang sempurna. Tidak seperti keluargaku yang hancur."

"Kau sudah menyelesaikan semuanya?"

Deru napas Arvin yang mengenai leher Silla berhasil membuat wanita itu berjengit kaget. Buru-buru menyingkir dari tubuh Arvin yang terlihat sudah wangi dengan pakaian santai yang melekat sempurna di tubuhnya. Jika ia tidak ingat kalau dokter Arvin adalah dokter yang paling galak seantero bumi, mungkin Silla akan jatuh Cinta, mengagumi ketampanan dokter Arvin seperti para wanita yang lain. Tetapi maaf, seganteng apapun seorang lelaki dengan wajah judes dan ketus itu tidak bisa membuat hati Silla luluh. Ia malah membenci lelaki ini sampai ke sumsum tulang.

"Sudah Dokter. Ini foto yang terakhir saya bersihkan. Dokter bisa cek ke seluruh ruangan. Semuanya sudah bersih dan rapi."

Memperhatikan semua ruangan yang dijelaskan, Arvin menganggukkan kepala tanda dia puas dengan pekerjaan wanita ini.

"Kau punya bakat juga membersihkan rumah."

"Tentu, kan nanti saya akan menjadi seorang ibu dan istri untuk anak dan suami saya jadi saya harus pintar membersihkan rumah."

Kedua mata Arvin melirik tingkah Silla yang terlalu percaya diri.

"Memangnya ada lelaki yang mau menikah denganmu?" tanyanya ketus meremehkan kepercayaan diri Silla yang bermimpi mengurus rumah tangganya dengan baik.

Silla mengerjap. Dan berpikir jika ia tidak tahu apa ada lelaki yang mau menikahinya nanti. Tetapi Silla masih percaya jodoh ada di tangan Tuhan. Jika sudah saatnya pasti dipertemukan.

"Ya saya masih meyakini setiap manusia terlahir berpasang-pasangan. Termasuk dokter. Nanti pasti akan menikah juga kan. Mungkin nikahnya sama yang sederajat ya kalau seorang dokter tidak mungkin asal memilih istri. Di rumah sakit banyak wanita cantik, seperti dokter Ayumi, nah dokter Ayumi cocok tuh Dok jadi istri Dokter."

Cekikikan tawa Silla saat menyinggung nama Ayumi benar-benar membuat Arvin menegang. Bagaimana mungkin wanita ini berpikir sejauh itu. Ia bahkan selaku orang yang mengagumi dokter Ayumi sendiri tidak pernah berpikir ke arah sana.

Arvin langsung menatap Silla tajam sampai membuat tawa wanita itu berhenti.

"Aku tidak akan pernah menikah dengan siapapun."

***

"Ishh kenapa dia harus marah. Padahal tidak ada salahnya kan aku bilang dia cocok dengan dokter Ayumi. Secara Dokter Ayumi yang paling digilai di rumah sakit sama semua laki-laki. Aku kira Dokter Arvin juga sama. Apa dia spesies pria gay yang tidak pernah tertarik dengan lawan jenis?" tubuh Silla bergidik. "Mengerikan sekali jika itu benar. Sayang wajah tampannya di sia-siakan."

"Apa yang kau bicarakan?!"

Lagi-lagi Silla terlonjak kembali saat dirinya dikagetkan dengan kedatangan Arvin yang tiba-tiba. Sambil menaruh gelas kotor di atas wastafel yang saat ini tengah Silla bersihkan.

Silla buru-buru menggeleng. Berharap dokter Arvin tidak mendengar sedikit pun gerutuan mulutnya tadi.

"Gak Dok. Saya sudah selesai mengerjakan semuanya. Berarti saya boleh pulang?"

Arvin menatap tangan Silla yang terpenuhi busa sabun cuci piring tengah membilas gelas yang barusan di pakainya untuk minum kopi. Arvin rasa ia memanfaatkan tenaga wanita ini sudah cukup.

"Ya setelah ini kau boleh pulang."

Terlihat senang. Silla buru-buru membasuh tangannya sampai bersih ingin segera pergi dari tempat mengerikan ini, terjebak bersama dokter Arvin bukanlah hal yang menyenangkan.

"Kalau begitu saya permisi Dokter." semoga kita tidak bertemu lagi, lanjut Silla dalam hati karena ia berharap tidak bertatap muka lagi dengan lelaki galak ini.

Tetapi sebelum Silla melangkah menuju pintu keluar suara Arvin tiba-tiba menyahut. Membuat Silla terdiam membeku di tempatnya.

"Jika kau benar-benar kehilangan pekerjaan karena ulah rekan kerjamu. Aku bisa membantumu untuk kembali dan memperbaiki namamu baikmu. Kau bisa bekerja lagi tanpa harus memikirkan kejadian kemarin."

Itu sangat menggiurkan bagi Silla. Bisa bekerja kembali di rumah sakit itu adalah keberuntungan tetapi bagaimana dengan Gisele dan antek-anteknya. Mereka pasti tidak akan tinggal diam dan terus mengganggunya. Ditambah ada dokter Arvin juga, tetapi jika menolak bukan kah kesempatan Bagus hanya datang satu kali. Belum tentu ia bisa mendapatkan kerja yang sesuai setelah menolak tawaran dokter Arvin.

Dengan separuh yakin. Akhirnya Silla memutuskan untuk setuju jika dokter Arvin bisa membantu memperbaiki semuanya. Ia akan membicarakan kabar bahagia ini pada ibunya. Jadi ibunya tidak perlu berpikir bahwa selama ini mereka berkorban demi masa depan cerah hanya berakhir sia-sia.

Silla akan bekerja dengan baik sampai mereka menemukan titik kesuksesan yang sesungguhnya tanpa pernah tahu jika keputusan tersebut malah akan berdampak besar untuk terjebak lebih dalam bersama dokter Arvin.

Bersambung...

Yang gak mau nunggu lama bisa baca bab selanjutnya di Karyakarsa. Update rutin di sana.

Stuck With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang