Hari pertemuan pun tiba. Silla beberapa kali menatap resah dokter Arvin yang terlihat masih biasa saja tidak ada kecemasan sedikit pun dalam raut wajahnya sedangkan Silla sedari tadi merasa takut jika semua sandiwara yang akan mereka susun terbongkar.
Kini penampilannya pun sudah dirubah tidak seperti sebelumnya yang sangat sederhana, sebelum mereka berangkat ke rumah orang tua Dokter Arvin lelaki itu terlebih dahulu membawanya ke sebuah salon kecantikan dimana wajah Silla yang biasanya natural hanya memakai bedak bayi dan lipstik murahan kini terasa berbeda saat beberapa make up mahal terpoles di wajahnya. Bukan make up yang menor, tetapi make up tipis yang membuat Silla takjub ternyata jika wajahnya memakai make up tidak seburuk itu, ia merasa cantik juga.
Tetapi sekali lagi mau secantik apa pun itu tidak berpengaruh pada pandangan dokter Arvin lelaki itu malah bilang Silla biasa saja saat pegawai salon bertanya tentang wajahnya yang sudah berubah, membuat Silla malu dengan jawaban datar lelaki itu karena pegawai salon kira mereka adalah sepasang kekasih, tetapi pasangan prianya seperti tidak mencintai wanitanya. Apa susahnya dokter Arvin berpura-pura bilang dia cantik. Toh mereka melakukan ini untuk bersandiwara juga kan. Dasar, benar-benar menyebalkan memang lelaki itu.
Lagi-lagi Silla merasa sedikit mual atau mungkin karena gugup saat mobil Dokter Arvin berbelok masuk ke dalam perumahan elite yang rumah-rumah tersebut menjulang bagai istana, baru kali ini Silla memasuki perumahan seperti ini. Biasanya ia hanya melewati kontrakan kumuh untuk masuk ke dalam kontrakan yang ia tinggali.
Di sini terasa sekali jika penghuninya penuh dengan orang-orang kaya. Silla semakin gugup apalagi jika ia ingat sikap orang kaya selalu semena-mena terhadap orang miskin. Anaknya saja tidak pernah menghargai Silla bagaimana dengan orang tuanya? Mungkin Silla harus bersiap saat nanti ia disiram minuman panas ke wajahnya jika mereka tidak mau menerima calon menantu dari kasta bawah.
"Dokter, dokter yakin mau bawa saya untuk dikenalkan sebagai calon istri?"
Pertanyaan Silla membuat Arvin yang fokus menyetir kini beralih menatap wanita itu.
"Memangnya kenapa? Kita sudah sepakat kan dari awal kamu yang akan aku bawa untuk berpura-pura jadi calon istriku."
"Tapi saya rasa kita tidak cocok loh Dok. Bagaimana kalau orang tua dokter tau semua ini hanya sandiwara. Terlebih bagaimana kalau mereka tidak setuju wanita seperti saya jadi calon istri dokter Arvin."
Arvin menatap Silla dengan tampang heran.
"Justru itu Bagus. Jika mereka tidak setuju aku tidak perlu lagi membawa mu ke hadapan mereka."
Silla langsung terdiam. Benar juga. Jika mereka tidak setuju maka tugas sandiwara ini akan berakhir.
"Sekarang kamu fokus saja jangan memikirkan hal lain. Ingat! Aku tidak mau sandiwara ini gagal. Kamu harus bisa meyakinkan Mama jika kamu adalah wanita pilihanku. Paham!"
Akhirnya yang bisa Silla lakukan hanya menghela napas pasrah.
"Baiklah. Saya akan berusaha ber akting sebagus mungkin di depan orang tua dokter."
"Bagus."
***
Beberapa kali Arvin mencuri pandang ke arah Silla yang terlihat sudah kembali fokus menatap area perumahan elite di sekitar. Tidak habis pikir penampilan Silla yang dirubah seperti ini benar-benar membuatnya pangling. Dengan midi dress berwarna merah maroon dengan potongan yang masih sopan tidak memperlihatkan lekuk tubuh Silla sudah membuat tubuh wanita itu terlihat sempurna.
Bisanya ia tidak terlalu memerhatikan penampilan wanita ini karena terlalu biasa tetapi memang dasarnya wajah Silla terpahat cantik, setelah di dandani seperti ini Arvin tidak menyangka malah lebih cantik dan elegant. Terlihat anggun berkelas. Dia tidak terlihat seperti wanita miskin pinggir jalan yang pernah berdagang gorengan.
Sial! Untuk apa Arvin memikirkan hal tak penting itu. Mau dia cantik atau tidak bukan urusannya. Arvin membawa Silla ke rumah orang tuanya bertujuan untuk bersandiwara saja tidak lebih.
Arvin kembali memutuskan pandangannya dari wajah Silla. Mengamati jalanan yang mobilnya lalui sudah mulai dekat. Arvin bisa melihat gerbang rumah yang menjulang tinggi di depannya.
Setelah gerbang terbuka. Mobil Arvin langsung memasuki pekarangan dan berhenti, kemudian melirik Silla yang terlihat menatap kagum bagunan rumah orang tuanya. Arvin berdecih dalam hati pasti wanita ini baru pertama kali melihat rumah semewah ini makannya jiwa kampungan nya langsung terlihat.
"Katupkan mulutmu. Dan kita keluar."
Silla refleks mengerjap mendapat intruksi tersebut. Buru-buru mengatupkan mulutnya yang menganga, menyusul Arvin yang kini sudah keluar dari mobil sedang membuka kan pintu untuk nya.
Saat ingin keluar tatapan Silla tertegun menatap tangan Arvin yang terulur. Keningnya mengernyit menatap dokter Arvin heran.
"Dokter?"
"Genggam tanganku."
"Apa harus seperti ini?"
"Tentu saja, biar tidak ada yang curiga."
Sedikit ragu Silla tetap melaksanakan perintah Arvin. Ia mulai menggenggam tangan lebar lelaki itu yang terasa sangat hangat berbenturan dengan tangannya yang mungil dan dingin. Sesaat kulit mereka bersentuhan membuatnya keduanya saling tertegun dengan perasaan aneh mungkin karena baru pertama kalinya mereka saling beradu fisik seperti itu. Arvin yang pertama membuyarkan lamunan, segera membawa Silla untuk masuk ke dalam rumah, dan ternyata kedua orang tuanya sudah ada di depan pintu menyambut mereka.
"Akhirnya Mama bisa bertemu dengan calon mantu. Silahkan masuk."
Itu adalah kata sambutan yang sangat ramah untuk Silla. Genggaman wanita itu terlepas saat Nyonya Najwa membawa Silla masuk ke dalam rumah meninggalkan Arvin yang mendengus di dekat ayahnya karna sama sekali tidak dipedulikan sang Ibu.
"Aku heran sebenarnya di sini anaknya itu aku atau Silla?"
"Sudahlah. Kamu seperti tidak tau sifat ibumu saja. Sedari tadi dia yang paling antusias mempersiapkan jamuan untuk kalian. Dia tidak sabar ingin bertemu dengan calon istri mu. Dan ternyata seleramu Bagus juga Arvin, tidak kalah dengan ayah. Calon istrimu cantik, sama cantiknya dengan Lila dan ibumu."
Arvin terdiam sejenak mendengar pujian yang ayahnya lontarkan. Entah kenapa ia sedikit terusik dengan pujian itu. Tidak mau terlarut hingga merasa bodoh, Arvin mulai ikut berjalan mengekori ayahnya masuk ke dalam rumah. Menghampiri Silla dan ibunya yang sudah terduduk di sofa ruang tamu dengan berbagai hidangan lezat ada di atas meja tersebut.
Arvin harap Silla tidak mengacaukan rencana yang sudah mereka susun dari awal. Bisa bersikap baik dan sopan tidak mempermalukan nama baiknya di depan kedua orang tua karena sikap kampungannya.
Bersambung...
Bisa baca duluan di karyakarsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck With You
RomanceAkibat dijebak oleh rekan kerjanya. Silla harus menanggung risiko dipermalukan oleh Dokter Arvin karena surat cintanya yang ditolak mentah-mentah oleh lelaki itu. Sialnya isi surat itu bukanlah keinginannya. Semua terjadi karena jebakan rekan kerja...