Finale

1.7K 134 5
                                    


Itu bukan mimpi lagi. Jennie Kim mencintainya juga dan Lisa melayang tinggi. Dia mendongak dari wastafel tempat dia mencuci cangkir kopi mereka hanya untuk merasakan senyuman menghiasi bibirnya saat melihat Jennie meringkuk di dalam hoodie-nya dan tertawa di depan TV. Namun, sesuatu terlintas di benaknya secara tiba-tiba,

What were they?

More than friend? Less then a couple?

Mereka baru saja berbagi ciuman beberapa jam yang lalu dan akhirnya mengakui apa yang mereka rasakan tetapi tidak ada yang mengajukan pertanyaan. Ya, pertanyaan itu. Pertanyaan yang akan mengakhiri semua pertanyaannya sendiri.

Lisa berdehem sambil mengeringkan tangannya.

Tiba-tiba saja ia merasa gugup. Tapi, ketika dia merasakan lengan melingkari pinggangnya, dan pipi lembut menekan punggungnya, semua rasa gugup itu hilang. Dan, satu-satunya hal yang ia rasakan pada saat itu adalah kebahagiaan yang murni.

"Apa yang kamu pikirkan?" Jennie bertanya. Ia menggigil saat merasakan si kecil memberikan kecupan lembut di punggungnya. Dia tersenyum dan meletakkan tangannya di atas tangan Jennie, mengusap kulitnya yang lembut dan mendekatkan diri pada kehangatan yang penuh kasih.

"Kita," jawab si jangkung sambil berbalik untuk menatap mata penuh kasih sayang yang menatapnya dengan senyum yang bersinar. Lisa tidak bisa menahan diri untuk tidak membungkuk dan menempelkan bibirnya ke bibir Jennie. Dia membiarkan bibirnya berlama-lama sebelum bersandar dan menekan beberapa ciuman ke seluruh wajah Jennie, yang membuatnya tertawa terbahak-bahak.

"What about us?" Jennie tertawa, memekik saat Lisa tiba-tiba mengangkatnya dan meletakkannya di atas meja. Lisa mengambil langkah untuk berada di antara kedua kaki Jennie dan mengusap-usap pinggangnya dengan lembut, tersenyum lebar hingga pipinya terasa agak perih. Senyumnya rupanya menular karena Jennie kini juga tersenyum dengan senyumnya yang tidak pernah gagal membuat jantung Lisa berdebar.

Ada tatapan di mata Jennie ketika wanita berambut cokelat itu meletakkan tangannya di pipi Lisa dan, Lisa akhirnya mengerti apa arti tatapan itu. Dan, saat ia menyandarkan pipinya ke telapak tangannya, napas Jennie tersengal-sengal dan mata penuh kasih itu semakin bersinar.

"Kita ini apa?" Lisa bertanya dengan berbisik pelan, merasakan kelopak matanya bergetar saat Jennie mulai menelusuri ibu jarinya di sepanjang tulang pipinya. Jennie tersenyum lembut dan penuh kasih sayang sambil membungkuk lebih dekat ke wajah si pirang,

"Kita jelas bukan sekadar teman. Teman tidak bertindak seperti yang kita lakukan." Dia berbisik di bibir Lisa sebelum menekan ciuman lagi. Mereka berciuman hanya sesaat sebelum Jennie melepaskan diri. Dia melingkarkan kakinya di sekitar tubuh Lisa dan menariknya lebih dekat sampai mereka saling menempel.

"Sejak hari pertama aku bertemu denganmu, kamu tidak pernah hanya menjadi temanku, Lisa. Kamu selalu berarti lebih bagiku," Jennie mengakui, matanya berkaca-kaca saat ia melingkarkan tangannya di leher Lisa, memutar-mutar rambut di tengkuk dengan jarinya. Matanya mencerminkan cara Lisa menatapnya, cinta, kasih sayang, dan... semua hal di atas.

"Kamu tidak pernah mengatakan padaku kapan kamu mulai menumbuhkan perasaanmu padaku." Yang lebih tua berkata. Lisa tertawa kecil, menggosok-gosokkan tangannya ke atas dan ke bawah pinggang Jennie, menyukai cara tubuh Jennie bereaksi terhadap sentuhannya.

"Ya, aku juga merasakan hal yang sama. Sejak pertama kali aku bertemu dengan mu," katanya.

"Kebaikan mu, cara pikir mu, hati mu membuat ku semakin jatuh cinta pada mu setiap hari."

"Lalu, kenapa kamu tidak pernah menunjukkan perasaanmu padaku? Aku tidak mungkin sejelas itu, kan?" Jennie cemberut, yang langsung dibalas dengan ciuman oleh Lisa. Lisa terkikik saat ia menarik diri dan melihat cemberut Jennie berubah menjadi senyuman malu-malu.

"Hon, Let's be honest here, kita berdua sama-sama tidak tahu," kata Lisa sambil menyeringai jenaka saat Jennie menepuk lengannya dengan nada menggoda. Lisa tertawa kecil, "Tapi, percayalah, aku sudah sering mengajakmu kencan, tapi setiap kali aku mengajakmu kencan, aku tahu kamu sudah punya pacar baru."

Jennie mengerang dan dengan cepat membenamkan wajahnya ke leher Lisa.

"Tuhan, aku benar-benar bodoh," rengeknya. Lisa tertawa dan memeluknya erat-erat, mendongakkan kepalanya untuk memberikan ciuman lembut di kepalanya. "Kamu bisa saja menjadi milikku jika aku tidak bodoh." Lisa menghembuskan napas pelan, mendorong Jennie sedikit ke belakang agar dia bisa menatap mata Lisa,

"Banyak hal yang terjadi, kita tidak bisa mengubah apa pun. Tapi, aku tidak menyesali satu hal pun because you're mine now." Mata Jennie melembut dan senyumnya melebar,

"I'm yours?"

"Ya, Jennie Kim, would you please do me the honors and become my girlfriend?"

Jennie tidak ragu untuk mengangguk sambil tersenyum lebar, "Ya, Lalisa Manoban, I'd love to be your girlfriend," katanya sebelum dengan cepat menangkap bibir Lisa.

Dan, dari jendela luar berdiri dua sosok, tersenyum lebar dan bahkan mungkin meneteskan air mata saat melihatnya.

"They finally ruined the friendship," kata Chaeyoung sambil menyeka air mata yang mengalir di pipinya. Jisoo tertawa kecil dan melingkarkan tangannya di pinggang Chaeyoung dan menyandarkan kepalanya di bahunya,

"Ya, mereka sangat- ya Tuhan."

"Apa? Kenapa!?"

"Mereka saling melepaskan baju." Jisoo tersedak. Chaeyoung langsung menjerit dan menutup matanya.

"Haruskah kita pergi?" Yang lebih tinggi bertanya.

Jisoo dengan cepat mengangguk,

"Ayo kita pergi."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.


The End

thank you all for reading this short story! 

.

.

.

Ruin The Friendship (JENLISA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang