05.

436 34 2
                                    

Happy Reading...

Erland terbangun saat merasakan pipinya di tepuk-tepuk di iringi suara nyaring adiknya, matanya sangat berat karena semalam pulang jam dua dini hari namun tangan kecil itu semakin brutal menepuk pipinya.

"Abang ayo bangun, kita sarapan diajak kakak." Teriak loli tepat di telinga Erland namun tidak menghasilkan apapun, pria itu semakin nyenyak dengan memeluk guling.

"Hm, apa dek? Abang masih ngantuk." Sahut Erland pelan, karena kesal loli naik keatas tubuh Erland dan menggigit leher pria itu membuat Erland langsung duduk karena terkejut dan sakit menjadi satu.

"Akhhh.." ringisnya, loli hanya nyengir kuda menampakkan gigi rapinya.

"Maafin loli ya Abang, habisnya Abang susah bangun sih!" Bukannya Erland yang marah tapi ini malah loli yang marah dengan bersedekap dada ditambah bibir manyun persis seperti Veronica.

"Iya Abang maafin tapi jangan di ulangin lagi. Gimana kalo tadi Abang jantungan terus–" loli lebih dulu kabur karena malas mendengar ceramahan Erland yang tidak berguna dan malah membuat telinga berdengung.

"Tuh bocah makin bandel aja kalo ada kakak kesayangan." Gumamnya sambil meniru gaya menye-menye, setelahnya ia beranjak menyusul loli ke dapur untuk mencuci muka.

***

Saat ini Veronica tengah mencuci pakaian, sedangkan loli ikut dengan Erland entah kemana, yang Veronica tau Mereka pergi ke kota Membeli sesuatu dengan motor Erland.

Tok!!

Tok!!

Ketika sedang membilas pakaian ia dikejutkan dengan ketukan pintu yang tidak sabaran, dengan tergesa-gesa gadis itu membasuh tangannya yang penuh busa itu.

"Tunggu sebentar!" Teriaknya sembari berjalan kearah pintu yang terus diketuk dari luar.

Klik..

Veronica membuka pintu namun tubuhnya mematung karena pria bertubuh besar itu berdiri didepan pintunya dengan wajah seram.

Deg!

Veronica seperti lupa bagaimana cara berjalan karena sosok didepannya yang menatap dirinya tajam.

"Kau tuli? Atau pura-pura tuli agar tidak di tagih hutang?!" Bentak pria tua yang memakai kacamata, pak Harto–ayah Xavier.

"Maaf pak, tadi saya tidak dengar." Lirihnya pelan, menunduk kepala takut.

"Tidak dengar kamu bilang?! Rumah sekecil ini dan kamu masih tidak mendengar nya!" Pak Harto terus berbicara dengan nada tinggi membuat Veronica takut.

"Tapi saya benar-benar tidak dengar tadi, saya hanya mendengar ketukan pintu."

"Tidak peduli, bayar hutang keluargamu sekarang! Enam ratus juta serta bunga." Ucap Harto tak memperdulikan ucapan Veronica barusan.

"Kami belum mempunyai uang pak, beri kami waktu."

"Sampai kapan?! Saya muak mendengarnya."

"Beri kami waktu unt–" Ucapan Veronica terpotong karena kedatangan Erland dan loli, gadis itu menatap sang kakak sendu.

"Kami akan melunasi nya, tapi beri kami waktu dua bulan." Ucap Erland, loli memeluk leher Erland erat.

"Dua bulan? Oke. Jika dalam waktu dua bulan kalian tidak bisa melunasi nya, rumah kalian akan saya rusak lihat saja." Setelahnya Harto pergi dengan anak buahnya, dada Veronica rasanya sesak.

"Dek, kita masuk yuk. Masalah hutang nanti kita bicarakan didalam." Ajak Erland, namun tangis Veronica seketika pecah.

"Dua bulan, kita dapet uang dari mana bang. Enam ratus juta dalan dua bulan tidak bisa kita dapatkan dengan mudah bang." Veronica menatap Erland dengan mata sembab.

"Nanti kita pikirin ya, Sekarang kita masuk dulu. Abang usahain."

Erland menuntun Veronica masuk rumah lalu menutup kembali pintu rumah, Veronica masih sesegukan duduk kursi ruang tamu.

"Kita mau bayar pake apa bang? Makan sehari-hari aja kita gak cukup, bang." Seru Veronica dengan tangis yang belum sepenuhnya berhenti.

"Ini emang sulit dek, tapi Abang usahain uangnya dua bulan kedepan udah ada."

Loli mendekati Veronica yang menangis sesenggukan, anak itu mengelus punggung sang kakak pelan. Ia sangat sering melihat Veronica menangis.

"Kakak, jangan nangis lagi ya, loli sedih lihat kakak nangis."

Gadis kecil itu menghapus lelehan air mata di pipi Veronica, Erland memeluk kedua adiknya. Ini cara ampuh jika mereka sedang terpuruk, memeluk satu sama lain.

"Kita berjuang sama-sama ya." Ujarnya mengelus rambut panjang Veronica.

***

Sore hari, Setelah mandi sore erland mengajak kedua adiknya jalan-jalan ke taman kota. Dengan naik motor milik Erland mereka keliling mencari angin sejuk.

"Mau kepantai?" Tanya Erland cukup keras karena angin, Veronica hanya mengangguk sebagai balasan.

"Loli mau kepantai?" Sekarang Erland bertanya kepada loli yang duduk didepan, anak itu mengangguk antusias.

"Oke, jadi ketaman gak jadi. Ini masih jam tiga, cukup lah."

Motor itu melaju menuju pantai, hingga setelah dua puluh menit mereka sampai. Veronica menggengam tangan Erland dan loli di gendong oleh pria itu.

"Aku mau main Air." Seru loli antusias, bahkan anak itu memberontak saat melihat banyak anak-anak yang main air dan ada juga yang membuat istana pasir.

"Sabar dong loli, kasihan Abang kalo loli berontak." Veronica menasehati loli jika yang anak itu lakukan tidak sopan.

"Maaf Abang, loli mau turun." Cicit loli mengerucut bibirnya.

Erland menurunkan loli dan anak itu berlari menuju air di ikuti oleh Veronica dibelakangnya, Erland hanya menatap kedua adiknya dari jauh namun ekor matanya melihat seseorang seperti tengah mengawasi Veronica dan loli.

"Cantik bro, sikat aja." Walau pelan Erland masih tetap bisa mendengar ucapan pria yang tidak jauh darinya, matanya tidak beralih dari Veronica.

"Udah punya anak, tapi gapapa. Lubang janda lebih enak." Balas pria lainnya, tangan Erland terkepal mendengar semua yang mereka ucapkan tentang Veronica.

"Gas aja, bagi dua." Ucap pria pertama tadi, lalu mulai berjalan menuju Veronica.

Erland yang melihat itu segera mengikuti secara perlahan, ia tidak terburu-buru karena ingin melihat apa yang mereka lakukan.

"Cewek, ikut kita yuk. Kita main sama-sama." Veronica kaget karena pria itu memegang bahunya dan pria satunya menatap dirinya dengan pandangan yang sulit dijelaskan.

"Kita main pelan kok, gak kasar." Sambung pria lainnya, Erland geram melihat perlakuan kedua pria itu terhadap Veronica.

"Maaf kita gak kenal." Ucap Veronica masih berusaha tidak kasar dan menepis tangan pria itu dari pundaknya.

"Sok jual mahal, ayo kita ma–"

Bugh!

Bugh!

Erland melayangkan Bogeman mentah pada kedua pria itu, ia melihat tangan pria itu semakin kurang ajar pada adiknya langsung melayangkan satu tinjuan.

"Lo kurang aja banget! Gak pernah di ajarin attitude sama orangtuamu?!" Bentak Erland masih memukul membabi-buta kedua pria itu, hingga hidung pria itu mengeluarkan darah ia tidak peduli.

"Gak semua cewek bisa Lo mainin!" Setelah merasa kedua pria itu sudah terkapar lemas ia menarik tangan Veronica pergi dari sana, loli ketakutan namun hanya pasrah.

"Abang, jangan emosi gini.." lirih Veronica.

TBC

Fate [Markhyuck] Genderswitch Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang