07.

413 38 8
                                    

Happy Reading...

Xavier perlahan membuka matanya, tubuhnya ngilu akibat ulah ayahnya yang menyiksanya karena ia cacat. Ia meringis merasakan sekujur tubuhnya ngilu, Xavier juga baru sadar jika ini bukan kamarnya.

"Aku dimana?" Lirihnya berusaha bangkit namun kakinya yang lumpuh dan tubuhnya yang ngilu membuatnya hanya bisa berbaring dikamar jelek ini.

Klik..

Mendengar suara pintu terbuka ia melihat ada seorang anak kecil datang dengan nampan makanan, dahinya mengernyit mencoba mengingat ia dimana.

"Om sudah bangun? Syukur." Ucap anak kecil itu, menaruh nampan itu di kasur lebih dulu lalu disusul oleh tubuh mungilnya ikut naik.

Melihat wajah anak itu tiba-tiba menginginkannya pada seseorang namun siapa, kepalanya pusing saat ini.

"Tunggu bentar ya om, kakak lagi nyuci piring bentar lagi kesini." Sambungnya, karena tidak mendapat respon dari Xavier anak itu murung.

"Aku dimana, kamu siapa?" Tanya Xavier saat melihat wajah murung itu, anak itu kembali mendongak.

"Om di rumah aku, nama aku loli." Jawab anak itu, Xavier tak membalas dan malah menatap langit-langit yang aneh dan bersawang.

Klik..

Keduanya langsung menatap kearah pintu yang terbuka dan disana munculah seseorang yang membuat bola mata Xavier melebar.

"Kakak! Om ini udah sadar terus dia nanya nama aku." Pekik loli antusias, Veronica yang baru saja masuk kedalam kamar hanya bisa tersenyum canggung.

"Kalian ngapain disini?" Tanya Xavier datar, loli bingung menatap Xavier.

"Kita emang disini om, ini kan rumah kita." Balas loli membuat Xavier terdiam namun setelahnya pria itu kembali menunjukkan sikap angkuhnya.

"Dimana kursi roda ku? Aku ingin pulang, aku tidak ingin di gubuk ini." Kalimat hinaan yang keluar dari mulut Xavier membuat Veronica sakit hati, rumah mereka di Katai gubuk itu sangat menyakitkan dibandingkan dengan Xavier yang merendahkan dirinya.

"Ayahmu sendiri yang membuangmu, dan dengan baik hati kami memungut mu yang saat itu terkapar lemas. Namun apa balasan mu.." lirih Veronica, ia hanya meminta untuk di hargai itu saja.

"Kau berharap terimakasih? Jangan mimpi karena itu tidak akan pernah terjadi." Balas Xavier sembari terkekeh.

"Dek? Loh Xavier, kau sudah sadar?" Erland datang dengan kursi roda milik pria itu.

"Kau bisa melihatnya sendiri, berikan kursi roda ku." Ketus xavier, loli cemberut karena sesungguhnya ia mengerti semua yang Xavier ucapkan tentang Keluarganya.

"Kau ingin kemana? Ayah mu mengusirmu dan tidak akan menerima mu lagi, bahkan hartamu tidak ada sepeserpun." Balas erland kesal, Xavier diam karena apa yang Erland ucapkan itu fakta.

"Lebih baik kau tinggal dengan kita, dan dengan senang hati kita merawatmu hingga sembuh." Lanjut Erland, Xavier tetap diam. Pria itu tengah merasakan ngilu dan sakit hati pada keluarganya yang lebih memilih anak tiri dari pada dirinya yang anak kandung.

"Aku tidak butuh bantuan kalian, kalian hanya Keluarga miskin yang ingin cari perhatian."

"Terserah tapi kami sudah memberi mu tumpangan tempat tinggal, kami tidak ingin memaksa karena nyatanya kami hanya orang miskin."

"Makanan sudah kami siapkan jika kau lapar, maaf hanya itu yang bisa kami berikan." Timpal Veronica lalu keluar kamar di ikuti Erland dan loli di belakangnya.

Xavier terdiam, merenungi semua ucapan Erland Tadi. Ia mengerti apa yang dikatakan Erland, benar kata Erland ia sekarang sudah tidak punya apapun.

"Tapi apa aku bisa tinggal di tempat yang lebih cocok di bilang sampah ini?" Gumamnya menanyakan diri sendiri.

Ia berusaha duduk untuk mengisi perutnya, bisa ia lihat di dalam nampan itu ada tempe goreng dan sayur tumis.

Walau tidak suka memakan ini ia tetap memaksanya untuk masuk karena tidak ada sesuatu yang lain untuk ia mengisi perutnya.

***

Xavier saat ini tengah berdiam diri di ruang tamu rumah Veronica, setelah berpikir cukup lama akhirnya ia memilih menumpang di rumah ini sementara. Loli yang sedang bermain boneka menatap kearah Xavier yang melamun menatap kosong ke arah televisi didepannya.

"Om! Om kenapa ngelamun, mending main sama loli. Kakak lagi masak, Abang lagi ke kota beli pupuk." Ucap loli menyadarkan Xavier dari lamunannya, pria itu menatap loli yang sudah berdiri di depannya.

"Gak usah sok akrab, kita gak kenal." Ketus xavier kepada loli yang tadi menatapnya dengan binar kini menatapnya sendu, tapi Xavier tidak peduli.

"Om gak mau main sama loli, gapapa deh loli main sendiri aja." Balas loli dengan pelan, anak itu sedih karena tidak ada yang ingin berteman dengannya atau main bersamanya.

Dengan sedih loli mengambil boneka nya lalu pergi menuju dapur menjenguk Veronica, anak itu murung karena sikap xavier.

Loli duduk di lantai dapur sembari memainkan boneka yang sudah usang itu, boneka peninggalan orangtuanya sebelum meninggal.

"Loh dek? Kenapa main didapur, mending temenin om Xavier." Veronica terkejut melihat loli yang ada didapur, anak itu nampak murung tidak seperti biasa.

Loli mendongak menatap Veronica yang kini juga menatapnya dengan tatapan penuh tanya, sudut bibirnya terangkat keatas saat melihat Veronica.

"Gak mau, om gak mau main sama loli. Loli di bilang sok akrab." Jawab anak itu santai, namun Veronica melihat adiknya itu cemberut.

"Loli belum mandi kan? Nanti ya tunggu Abang pulang baru mandi." Veronica mengalihkan topik karena ia sedikit teriris melihat wajah murung loli.

"Okiedokie kakak~" balas loli dengan senyum mengembang, namun Veronica masih melihat jika adiknya itu menyembunyikan kesedihannya.

Disisi lain Xavier juga mengikuti loli, ia mendengar semua percakapan keduanya dan ia juga melihat raut wajah sedih Veronica saat mendengar tutur kata yang keluar dari mulut loli.

"Harto sialan, kenapa harus sama Veronica." Gumamnya dengan geram, jika ia menjadi gelandangan tidak apa-apa namun kenapa harus kerumah seseorang yang sudah ia rendahkan.

Tepukan dipundaknya membuat Xavier terkejut dan langsung menatap siapa, ternyata Erland yang baru kembali.

"Ngapain?" Tanya Erland, Xavier menggeleng lalu pergi dari sana membuat Erland Bingung.

Namun pria itu mengedikan bahunya tidak peduli, lalu berjalan mendekati Veronica dan loli.

"Dek, ini bahan-bahan yang kamu persen." Ujarnya memberikan kantung plastik pada Veronica dan diterima oleh gadis itu.

"Wah, makasih Abang. Aku janji kalo laris uang Abang bakal aku ganti." Seru Veronica antusias.

"Gak usah dek, Abang seneng kalo kamu mau berusaha bantu keuangan kita. Abang minta maaf karena gak bisa sekolahin kamu tinggi."

"Gapapa bang, aku juga gak mau kuliah. Loli siapa yang jaga kalo aku kuliah." Balas Veronica terkekeh, Erland menggendong loli membawa anak itu keluar dari dapur.

"Abang! Loli mau disini." Pekik loli tidak terima tubuhnya di angkat Erland.

"Bawel banget, kita mandi." Balas erland mengecup pipi chubby loli.

Xavier menatap kedua orang yang baru saja lewat didepannya dengan iri, ia tidak pernah merasakan itu dari saudaranya atau Keluarganya.

"Aku kapan?" Lirihnya.

TBC

Fate [Markhyuck] Genderswitch Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang