Pagi-pagi sekali Reihan yang sekarang bisa kita panggil Rayyan sudah bangun, ia ingat dirinya pingsan semalam. Dan sekarang ia ada di tempat tidur dengan beberapa orang yang juga ada di kamarnya.
Sosok ibu yang tidur di sampingnya sambil memeluk tubuhnya, dan ada Nathan yang tidur di sofa. Ada juga kasur portabel yang tergeletak di dekat meja belajarnya, entah siapa yang tidur disitu tapi orangnya tidak ada di sana.
Rayyan menoleh, wajah ibu Rayyan yang terpejam begitu dekat, ia mengelus pipi itu dengan perlahan. Satu tangannya di genggam oleh sosok yang akan ia panggil ibu untuk ke depannya.
Rayyan menghela napas, keluarganya jelas berbeda dengan Rayyan. Keluarga Reihan hanya tahu bekerja untuk mencari uang tanpa memperdulikannya sama sekali. Bahkan Reihan saat kecil mengganggap babysitter nya adalah ibunya sebab sosok yang harusnya ia panggil ibu itu jarang sekali ia lihat.
Kehidupannya terasa sangat monoton, ia memang bergaul selayaknya anak-anak lain saat di luar. Tapi saat di rumah, Reihan begitu kesepian. Kedua orangtuanya jarang sekali pulang. Maka dari itu saat ia SMA, Reihan memilih kost sebagai tempat tinggalnya bahkan hingga ia tiada.
Cklek
Suara pintu yang di buka membuyarkan lamunannya. Ia melihat seseorang yang sedang memegang segelas air lalu di belakangnya menyusul seorang lainnya yang masih memakai kemeja, sepertinya ia baru pulang bekerja. Reihan melihat jam di dinding dan sudah menunjuk pada angka.
"Lo mending istirahat aja, Bang. Rayyan ada kita disini yang jagain."
"Iya, Abang cuma mau lihat kondisinya dulu."
Percakapan yang dilakukan dengan berbisik itu jelas didengar oleh Rayyan.
"Eh, adek udah bangun. Kenapa, adek haus? Atau laper?"
"Minum aja," ucap Rayyan pelan. Ia merasa tenggorokannya begitu kering saat berbicara.
"Sya, bawa sini minumnya." Orang yang dipanggil segera menyerahkan air yang memang sengaja ia bawa.
"Dudukin dulu bang, awas tersedak."
Dengan perlahan Rayyan di dudukan tanpa mengganggu seseorang disebelahnya.
"Udah enakan?" Rayyan menggangguk.
"Yaudah sekarang tidur lagi, ini masih malam. Abang juga mau ke kamar dulu. Sya, jagain ya."
"Siap, bang Jo gak perlu khawatir soal ini. Rasya jagain Rayyan dengan baik."
Rayyan melihat semua ini merasa asing untuknya. Ditunggui saat sakit, di jaga dan diberi perhatian yang bahkan hanya usapan atau pelukan saat tidur saja membuat perasaannya terasa hangat.
"Rayyan, lo beruntung banget."
***
Pagi harinya, Rayyan berjalan keluar dari kamarnya. Ia sudah merasa baik-baik saja sekarang. Berjalan kesana kemari dengan ingatan Rayyan yang asli sambil memastikan bahwa ingatan ditubuhnya ini tidak salah.
"Yan, ngapain?"
"Eh, y-ya. Apa? Kenapa?" Rayyan dibuat kaget saat sedang memperhatikan bagian-bagian rumah. "Ini siapa ya? Aduuuhh lupa gue."
"Kamu lagi ngapain?"
"Gue... Gue..."
"Bentar, kamu belajar ngomong gitu dari siapa?"
"Apaan sih ini orang, gue kan ngomong udah gini dari dulu."
"Ayo bilang sama abang siapa yang ngajarin ngomong gitu? Pasti si Rasya kan?"
"Enggak.... Enggak ada."
"Terus kenapa ngomongnya gitu. Abang gak suka ya kamu ngomong gue-gue gitu."
"Jadi ngomongnya harus gimana?"
"Kamu gak inget sama sekali?"
"Enggak."
Bang Jo yang memang dari semalam sudah dikasih tahu soal Rayyan yang dibilang lupa ingatan sekarang benar percaya.
"Adekkk, Rayyan adek abang yang paling gemoy." Jo nguyel-nguyel pipi adeknya sampe bibir Rayyan monyong dan susah ngomong. "Jangan gue-gue'an lagi ya. Biasanya kamu tuh panggil nama sendiri atau panggil adek."
"Masa iya gue harus ngikutin Rayyan yang asli? Geli banget buset. Biasa anjing-anjingan sama si udin sekarang gue harus lemah lembut gitu?"
Rayyan yang malah diam dan merinding sendiri karena harus gemoy-gemoyan dengan manggil nama sendiri sekarang malah dikira kedinginan sama bang Jo karena adeknya itu tiba-tiba kayak orang menggigil.
"Loh adek, kenapa? Kamu kedinginan. Ayo ke kamar abang bawa jaket."
Dengan tiba-tiba Rayyan diangkat dan itu membuat kesadaran Rayyan kembali. "Eh eh eh, gue mau dibawa kemana?"
Rayyan panik karena mau dibawa ke kamar sama abangnya.
"Kita ambil jaket sebelum sarapan, kamu menggigil gitu tadi. Abang gak mau kamu sakit lagi." Bang Jo nurunin Rayyan di kasurnya, terus buka lemari ambil jaket yang sudah dipastikan badan Rayyan bakalan tenggelam disana.
"Gue... Eh, a-aku gak papa kok."
Tapi Jo masih memaksa memakaikan jaketnya pada Rayyan.
"Ya Tuhan, kenapa badan si Rayyan ini kecil banget. Tangan bajunya kepanjangan hiks..."
Saat Rayyan meratapi tubuh kecil ini, Jo yang melihat Rayyan tenggelam di jaketnya dengan tangan yang berusaha keluar dari lengan jaketnya malah terkekeh gemas.
"Adek gue lucu bangetttt."
***
Tolongggg emak gemes sendiri ngebayanginnya😭😭😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Trasmigrasi Reihan To Rayyan
FanfictionReihan yang mandiri dan baru masuk selangkah ke cerita anak broken home tiba-tiba mati dan masuk ke tubuh anak remaja yang sangat dimanja dan apa-apa dilayani. "Gue bingung harus seneng apa sedih." Reihan