02

403 34 3
                                    

Reihan dibawa sama tiga orang yang tadi live action di depannya. Awalnya Reihan berontak karena dia gak kenal sama ini orang bertiga. Tapi apa boleh buat, badannya yang sekarang ia rasa menyusut ini dengan mudah di gendong sama si rambut merah yang ia katai kayak bunglon.

Selagi di gendong, Reihan merhatiin sekitarnya. Ternyata tempat dia dikurung ini kayak gudang yang di sulap jadi markas. Banyak barang-barang yang udah sampe bejubel debu nya.

"Hasyim."

"Eh astaga, gue lupa. Nih pake." Salah satu orang di belakang itu ngasih masker. Dengan cepat Reihan menerima dan memakainya.

"Psttt, lewat sini." Reihan berbalik, ada mobil yang udah nungguin dengan supir yang udah siap tancap gas.

"Eh eh eh kalian mau bawa gue kemana?" Reihan panik, dia gak mau di culik lagi.

"Kita mau bawa kamu ke abang kamu. Dia udah nunggu di depan."

"Abang? Sejak kapan gue punya abang?" Gak ada yang menjawab pertanyaannya, Reihan langsung di masukan ke dalam mobil dan di dudukan di bagian belakang.

"Aduh, pelan-pelan dong. Kepentok ini kepala gue."

"Eh maaf Ray, gak sengaja."

"Aish, sakit tahuuuu."

Sambil mengelus kepalanya, Reihan menatap kembali orang-orang yang ada di dalam mobil. Dia bener-bener bingung, seingatnya ia di tabrak mobil pas ada kejadian tabrakan beruntun di persimpangan. Temen kost nya selamat kayaknya, tapi dia sial banget malah kena.

Harusnya dia di rawat di rumah sakit kan? Atau kalau dia mati, mungkin aja dia udah jadi arwah. Tapi kenapa dia disini, diantata orang-orang yang bener-bener gak dia kenal sama sekali.

Srttt

Brug

Suara pintu yang digeser dan di tutup mengembalikan kesadaran Reihan kembali. Dia melihat cowok tampan yang sekarang tiba-tiba ada di depannya, memegang pipinya dan membolak-balikan badannya yang duduk anteng di kursi. "Adek gak papa kan?"

"Hah?"

"Nath, sorry banget nih. Kayaknya ada yang aneh sama adek lo."

"Maksud lo?"

"Rayyan gak ada inget sama gue."

"Maklumlah, kan lo jarang ketemu dia."

"Tapi dia juga gak kenal sama lo. Dia gak inget kalo dia punya abang."

"HAH?!"

***

Reihan sekarang sudah berada di kamar yang mereka bilang kalo ini kamarnya. Kamar putih dengan beberapa motif sebagai hiasan yang sederhana tapi indah dipandang mata.

Setelah ia diintrogasi di dalam mobil, hingga ia di bawa ke rumah sakit untuk di periksa karena orang yang ia tahu sekarang namanya Nathan itu panik bukan kepalang. Reihan bahkan sekarang di duga hilang ingatan oleh dokter. Ditemukan juga memar di kepala belakangnya yang Reihan rasakan sakitnya saat di rumah sakit. Padahal ia awalnya cuma merasa pusing dan lemas seperti orang kekurangan cairan. Tapi waktu di periksa dan kepala nya gak sengaja di pegang Nathan baru ia merasakan sakit di sana. 

Dan yah, serangkaian tes yang membuatnya lelah sampai ketiduran dan tidak sadar sampai di kamar yang di bilang ini kamarnya. Reihan bergerak bangun, melihat cermin besar di salah satu  sisi kamar membuat Reihan berjalan ke arah sana. Ia melihat tubuhnya yang kurus, kecil, pendek dan kulit putih susu. Reihan sampai bolak-balik melihat tubuhnya yang sekarang. Ia mengingat betul tubuhnya yang walau tidak kekar tapi ia masih punya otot, tapi sekarang otot tidak ada pada lengannya yang bahkan lembek seperti tidak ada isinya. Dari segi wajah pun jelas perbedaannya. Rahangnya yang tirus menghilang tergantikan oleh lemak gembil yang seperti bayi. Bulat dan kemerahan.

"Ini bukan badan gue," ucap Reihan lirih.

"Itu memang bukan tubuh kamu."

Reihan terkaget mundur, ia melihat bayangannya di cermin menimpali ucapannya. "Jangan takut, aku datang untuk memberi tahu mu sesuatu."

Setelahnya, tiba-tiba kepala Reihan begitu sakit. Sakit yang benar-benar baru ia rasakan seumur hidupnya. Bahkan rasa sakit saat ia sekarat waktu di tabrak rasanya tidak semenyakitkan ini.

"Saaaakit... Ini sakit banget." Reihan jatuh dan terbaring di depan cermin itu, ia menatap bayangannya sambil meneteskan air matanya.

Brakkk

Suara  pintu yang terbuka kencang bersama panggilan ia dengar, tapi Reihan sudah tak dapat meraih kesadaranya.

Reihan pingsan, meninggalkan kepanikan untuk orang-orang yang berada di sekitarnya sekarang.

***

"Reihan..."

Sebuah panggilan dengan namanya membuat Reihan bangun. Ia kebingungan melihat sekitarnya yang penuh dengan tanaman dan bunga-bunga yang cantik. Indah, satu kata untuk mendeskripsikan apa yang ia lihat saat ini.

"Reihan..."

Menoleh, ia melihat seseorang yang ia lihat di cermin. Ia menatap tubuhnya tapi ia masih dengan tubuh orang di depannya sekarang. Bukan tubuh nya yang dulu.

"Lo siapa?"

"Aku Rayyan, maaf karena menyeret jiwamu kesini."

"Maksud lo, jiwa gue..."

"Jiwa kamu berpindah ke tubuh ku."

"Terus lo... Lo pindah ke badan gue gitu?"

"Enggak, badan kamu udah gak bisa diselamatkan."

"Jadi gue udah mati?" Reihan shock mendengar ini. Dia belum mau mati, masih banyak yang ingin dia lakukan.

"Badan kamu iya, tapi jiwa kamu enggak."

"Maksudnya?"

"Kamu masih mau hidup kan?" Reihan mengangguk. "Jaga tubuhku baik-baik."

"Tapi lo juga masih bisa hidup. Kenapa harus gue yang masuk ke badan lo? Lo juga bisa."

"Aku gak bisa, aku udah mati pas di culik sama musuh kakak. Jiwaku udah gak kuat buat bertahan sama badanku. Jadi aku menarik mu masuk saat yang Kuasa mengizinkanku untuk membuat tubuhku tetap hidup."

"Jadi sekarang gue adalah lo?"

"Iya, kamu sekarang adalah aku. Tubuhku memang lemah, tapi aku yakin jiwa kamu kuat karena tekadmu untuk hidup juga kuat. Jaga badan ini baik-baik, selamat untuk kehidupan barumu. Aku akan mentransfer semua ingatanku padamu."

"Tu-tunggu..." Belum Reihan melanjutkan ucapannya kepalanya langsung terasa pusing. Berbagai bayangan seperti film yang diputar cepat berputar di kepalanya.

"Reihan namamu sekarang Rayyan."


***

"Jadi... Selamat menempuh hidup baru Reihan."

Reihan langsung bombastis side eye's wkwkwk.

Trasmigrasi Reihan To RayyanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang