4. Claude Marah

359 46 13
                                    

Plak

Saat Kane sudah membawa Earl ke kamar Claude, Claude langsung menampar anaknya itu. Tangan Claude bergetar napasnya menderu sembari duduk di atas kasurnya dengan sebelah tangan yang mengelus perutnya.

Kane segera menahan tangan Claude agar tidak menyakiti Earl lebih jauh, pria itu melihat wajah Earl masih tegak tak menundukkan kepala sedikitpun, tangannya juga terkepal menahan diri untuk melawan ayahnya.

"Kau membuatku khawatir! Mau sampai kapan kau seperti ini terus?! Kau anak pertamaku Earl! Bisakah kau lebih dewasa?!" teriak Claude emosi, ia sangat marah karena Earl berbohong padanya.

"Ayah aneh! Kenapa tiba-tiba menampar? Aku salah apa?!" balas Earl kemudian mengelus pipinya.

"Kau bertanya kau salah apa? Kau bertanya kau salah apa hah?!" Claude semakin emosi, Earl tak merasa bersalah sedikitpun karena telah berbohong pada Claude.m

"Apa selama ini kau tidak pernah mengunakan otakmu? Sehingga tidak tahu kesalahanmu sendiri?" ucap Claude sekali lagi.

"Tenang dulu, dia baru datang sayang." Kane menyandarkan kepala Claude ke pundaknya sambil mengelus pundak pasangannya itu.

"Tenang bagaimana Kane! Dia hampir membuat gara-gara, kalau dia kenapa-kenapa memangnya kau mau tanggung jawab?" jawab Claude masih emosi.

"Hei aku tahu moodmu berubah-ubah, tapi jangan seperti ini, kau baru bangun dan dia baru datang bukan kah lebih baik bicarakan dengan baik-baik?" Kane mengelus-elus pundak Claude agar lebih tenang.

"Dia berbohong padaku! Dia melanggar perintahku, lalu bagaimana bisa aku tidak marah Kane?" jelas Claude.

Kane mengerti kekhawatiran itu hanya saja kemarahan Claude tidak tepat baginya untuk saat ini, apalagi tubuhnya masih sensitif karena sedang mengandung dan anak didalam perut itukan belum di jamin akan terlahir selamat kalau Claude tidak bisa menahan emosi berlebihan.

Earl menghela napas sembari membersihkan sedikit kotoran di kukunya. Ia berkata, "Sudah puas marahnya? Kalau gitu aku pergi."

"Kau tidak meminta maaf pada ayahmu?" tanya Kane. Nada suaranya masih lembut karena emosi Kane masih stabil dan tenang.

Tapi Earl malah menjawab sesuatu yang membuat darahnya naik.

"Meminta maaf? Dia yang menamparku, tentu saja Dia yang minta maaf, si Claude itu yang seharusnya meminta maaf padaku," ucap Earl angkuh sambil melirik ayahnya. Claude mengepalkan tangannya dan mengangkat tangannya lagi.

"Apa? Mau menamparku lagi? Sini, sini tampar sebelah sini." Earl menunjuk wajahnya. Ia menunjuk pipi kirinya juga karena pipi kanan sudah kena tampar jadi kalau dua-duanya kena tampar bukankah itu bagus seperti blush on natural.

"Kau benar-benar ya!" ucap Claude. Tubuh Claude masih ditahan Kane. Kane menyuruh Earl buru-buru pergi. Sebenarnya dia emosi juga tapi dia lebih memilih memeluk Claude dulu.

****

Earl pun keluar dari kamar ayahnya, di sana ternyata ada Kaiser dan Raziel yang akan masuk kamar. Earl memperhatikan Kaiser yang sedang mengigiti mainan karet. Wajah Kaiser benar-benar membuatnya mual karena mirip sekali dengan ayahnya.

"Cih apa-apaan itu? Apa semua orang sama saja? Orangtua itu orang paling aneh, mereka memukul dan pasti alasannya 'ini demi kebaikanmu' basi sekali," oceh Earl pada dua adiknya itu.

"Bukankah sifatmu sedikit keterlaluan?" jawab Raziel dingin. Aura di sana juga jadi sesak banyak aura hitam yang mengelilingi Raziel tapi itu bukan sesuatu yang membahayakannya.

"Keterlaluan? Aku bahkan bisa hidup tanpa si Claude Claude itu, kenapa dia tidak mati saja lagipula aku tidak membutuhkannya," jawab Earl masih terbawa emosi.

[Bl] Tutor Parenting Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang