🏆XXII. Kematian Kedua

163 32 0
                                    

Liburan sekolah telah berakhir, semua siswa-siswi SMA Gardenia melangkah masuk ke halaman sekolah. Aiden sudah menunggu Shireen sejak pukul 6 pagi, tapi gadis itu tetap tidak bisa dihubungi hingga pukul 6.30 pagi. Aiden menutuskan untuk pergi duluan, jika ia tetap menunggu Shireen, mereka berdua akan terlambat.

Kini jam menunjukkan pukul 7 pagi, Shireen masih belum menginjakkan kaki di halaman sekolah.

Srak...

Shireen berlari, mengejar pintu gerbang sekolah yang hampir tertutup rapat. "Pak jangan ditutup dulu!!!"

Tak mendengar perkataan Shireen, satpam itu tetap menutupnya. Gadis itu tergopoh-gopoh, mengatur napasnya tepat di depan gerbang. "Pak, tolong bukain pintu, Pak," pinta Shireen.

"Nggak bisa, siapa suruh telat?"

"Ya saya nggak tau Pak kalo ke siangan, maaf. Saya janji nggak akan telat lagi deh." Satpam itu hanya diam, ia menatap Shireen tak tega.

Seorang guru wanita berdiri di depan bilik toilet dengan Shireen yang ada di belakangnya. "Kamu bersihin toilet ini sampe nggak ada kotoran. Nggak perlu repot-repot bersihin seluruh biliknya, cukup ini aja satu. Baru bisa masuk ke dalam kelas." Guru BK yang ada di sekolah memberi pelajaran untuk Shireen karena gadis itu datang terlambat.

"Bu Della, kok saya di hukum sih? Perasaan anak-anak yang lain kalo telat, biasa aja, nggak ada tuh di hukum-hukum segala. Kenapa saya telat malah di suruh bersihin toilet?"

"Emangnya kenapa? Kamu nggak terima? Kalo kamu nggak mau di hukun kaya mereka, kamu harus bayar sekolah di sini. Udah sekolah gratis, di kasih hukuman nggak terima. Udah lah nikmatin aja hukuman ini, lagi pula hukuman ini nggak seberapa kok," ucap Bu Della sebelum akhirnya meninggalkan Shireen, tanpa gadis itu berkata apa-apa.

"Pilih kasih," ucap Shireen.

Mau tak mau ia harus membersihkan bilik ini, agar ia bisa masuk ke dalam kelas. Dengan rasa kesal, gadis itu meraih ember berisi air dan mulai membersihkan.

Karena hari ini, hari pertama mereka kembali ke sekolah, banyak guru-guru yang tak masuk ke dalam kelas, karena malas. Jadi kondisi kelas saat ini sangat ricuh. "Shireen mana? Kok belom dateng?" tanya Rio.

"Nggak tau, paling telat sih, nggak mungkin kalo dia nggak berangkat sekolah." Rio mengangguk mendengar jawaban dari temannya itu.

Situasi yang awalnya gaduh, tiba-tiba hening. Semua mata membelalak, ketika mendengar suara sirine yang terus berulang, ketakutan merajalela di antara siswa-siswa yang tadinya berisik. Mereka saling pandang, mencari kepastian dalam tatapan satu sama lain.

Setelah beberapa detik yang terasa seperti abad, kebenaran mengerikan itu tak bisa lagi dipungkiri. Sirine kebakaran memanggil, dan mereka harus bertindak. Tanpa ampun, kelas itu berubah menjadi kerumunan yang bergerak panik. Teriakan dan langkah tergesa-gesa menggema di lorong-lorong sekolah.

Pada saat itu, insting bertahan hidup mengambil alih. Dengan gesit, siswa-siswa itu berhamburan keluar dari kelas, mengabaikan dorongan-dorongan dan kekacauan yang terjadi di antara mereka. Anak tangga menjadi saksi bisu dari kepanikan yang melanda, dengan siswa-siswa berlari turun tanpa pandang bulu. Mereka terus bergerak, mata terfokus pada satu tujuan yaitu keselamatan.

Brak!

Kegelapan menyelimuti saat seseorang tiba-tiba terjatuh di depan mereka, darah menyembur, mengejutkan siswa-siswa yang berhasil mencapai lobby lebih dulu. Teriakan histeris pecah, mencampur dengan kekacauan dan kepanikan yang sudah ada.

Top Ranking [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang