BAB 1

31 7 1
                                    

"Terkadang kita perlu menyadari bahwa takdir tak selamanya akan berjalan dengan indah"
- Nara Arveila

• • •

"Pergi dari sini! Kau tahu? Semenjak aku hidup denganmu dan anak ini. Hidupku semakin buruk!." Pria paruh baya itu melemparkan vas bunga ke lantai hingga pecah.

Ucapan itu terus mengusik telinga Nara Arveila, gadis SMA berusia 17 tahun. Setiap hari kata-kata kasar dan perilaku buruk kedua orangtuanya terus saja harus terpaksa ia rasakan setiap hari.

Nara hanya bisa diam dan menangis sendiri di kegelapan dunianya. Semenjak Nara menginjak usia sepuluh tahun, kedua orangtuanya mulai sering bertengkar karena kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi. Apalagi saat ayah Nara di pecat dari pekerjaannya, ayah Nara sering tidak pulang ke rumah dan pulang dalam keadaan mabuk.
Itulah yang membuat awal pertengkaran mereka bermula. Nara tumbuh di dalam keluarga kasar, entah dari perkataan ataupun perbuatan.

Tapi, itu semua tidak membuat Nara meniru untuk melakukannya di luar lingkungan keluarga. Ia justru di kenal sebagai gadis ceria dan baik hati di sekolahnya serta sangat ramah hingga kerap di sukai teman-temannya.

Nara memejamkam matanya dengan menutup telinganya menggunakan kedua tangannya. Ia merasakan ketenangan lewat cara ini, detakan jantungnya lah yang membuatnya tenang meskipun sementara waktu.

"Nara, Ibu mau bicara denganmu."
Hingga seseorang datang ke ke kamarnya untuk mengatakan sesuatu.

"Ada apa bu? Ayah dimana?." Nara tampak mencari ke sekeliling ruangan.

"Ayahmu pergi. Dan... kami berdua telah sepakat untuk bercerai, kamu tinggalah bersama nenekmu di desa." Ucapan itu membuat hati Nara seperti teriris pisau yang tajam. Perkataannya memang lembut tapi benar-benar menyakitkan.

"Kenapa bercerai? Apa aku pembawa sial di kehidupan kalian?."
Kata itu membuat Desty menangis lalu memeluk Nara dengan sesenggukan.

"Tidak Nara, kamu adalah anugerah bagi kami. Kamu adalah anak yang paling ibu sayangi di dunia ini. Tapi takdirlah yang membuatnya seperti ini." Nara masih terdiam menatap ibunya.

"Lihatlah Ayahmu telah pergi, dan ibu... ibu juga terpaksa meninggalkanmu karena ibu takut kamu akan mengalami hal buruk kedepannya. Jadi ibu minta tinggalah bersama nenek Asih ya."

"Tapi kenapa harus dengan uti? Apa aku tidak boleh memilih tinggal dengan salah satu dari kalian?." Desty menghela napas berat.

"Petama, jika kamu ingin tinggal bersama ayahmu, kamu akan hidup gelandangan karena dia tidak bekerja dan hanya mabuk-mabukan, apa kamu mau?." Nara menggeleng pelan.

"Dan yang kedua, jika kamu tinggal bersama ibu, ibu tidak bisa. Ibu harus meninggalkanmu sayang."

"Tapi apa alasan ibu tidak mau tinggal denganku lagi? Apa aku beban di hidup ibu? Apa dengan adanya aku, ibu menjadi hidup susah?." Nara kini menangis.

"Tidak. Bukan itu... tapi, ibu akan menikah lagi beberapa bulan kemudian, jadi jika ibu membawa kamu kesana, mungkin mereka tidak akan menerima kedatanganmu dan mungkin akan menyakitimu. Ibu tidak ingin kamu lebih menderita nak." Jelas Desty.

"Tapi ucapan ibu barusan justru membuatku jauh lebih sakit dan menderita. Baiklah jika itu mau kalian, aku akan tinggal di rumah uti. Tapi dengan satu syarat. Jangan pernah menemuiku kembali sampai kapanpun!." Nara berlari menuju kamarnya degan tangisan yang tidak bisa ia tahan.

Brakk!
Ia menutup pintunya dengan sangat keras membuat Desty juga merasa bersalah dengan ucapannya. Namun ini semua sudah saatnya terjadi dan Nara pun pasti akan mengerti.

N BUTTERFLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang