bab 2

13 1 0
                                    

please dong jangan jadi silent readers yaaa cintaa.

happy reading🤍

•••

Kain basah kini menyentuh ujung bibir milik Raina, sakit? tidak sama sekali. Hatinya jauh lebih sakit, mamahnya akan selalu seperti ini melakukan hal-hal yang membuat fisik dan batin Raina sakit.

"Shh" ringis Raina memperhatikan dirinya di kaca.

"Gapapa mungkin mamah lagi ada masalah, gue bakal selalu anggap ini adalah bentuk kasih sayang beliau," monolog Raina.

Tes.

Sial, air matanya lagi lagi turun. Ia menggenggam kain basah itu dengan erat seolah-olah menyalurkan semua perasaan sedih dan kesal.

"Tamparan ini enggak ada apa-apanya, hati Rai lebih sakit mah...hiks."

"Berani-beraninya kamu pulang dengan keadaan seperti ini!"

"Selalu bikin malu saya! Seperti anak yang tidak di urus!" Arumi terus mengoceh tanpa menyadari bahwa ia telah menyakiti hati anak keduanya itu.

"Maaf." Raina mengatupkan kedua tangannya.

"Masuk!" Arumi menyeret tangan Raina dengan kasar.

"Hiks...hiks, sakit mah. Sakit" ucap Raina sambil mendudukkan kepalanya membiarkan air mata itu terus mengalir, membasahi pipi mulusnya.

"Kenapa mamah selalu bicara kasar sama Raina, kenapa mah? Bahkan Raina enggak pernah tau kesalahan Rai apa."

"Tuhan hiks kenapa harus Rai?"

Ia menjatuhkan dirinya ke lantai, menenggelamkan kepalanya ke dalam lipatan kaki. Terus menangis dalam hening malam.

Raina membuka lengan baju, memperlihatkan beberapa goresan benda tajam pada lengannya. Ia tersenyum pilu, kemudian mengambil cutter di dalam laci dan mulai mengukir goresan untuk menyalurkan rasa sedihnya. Mungkin sebagian orang akan berpendapat bahwa yang Raina lakukan adalah hal lebay tapi apa peduli Raina? Sebagian orang hanya akan berpendapat tanpa merasakan.

Darah, terus mengalir ke bawah dan lengannya kini memperlihatkan goresan baru. Raina membuat 3 goresan saja. Kebiasaan Raina setelah melakukan itu ia akan tersenyum puas.

Mengambil tisu untuk membersihkan noda darah pada lengannya, membersihkan perlahan.

Drtt

Drtt

Aktivitas membersihkan luka itu terhenti ketika handphone milik Raina bergetar, ia mengambil melihat siapa yang meneleponnya.

Ka Anin. Satu nama yang terpampang jelas di layar handphone miliknya, ia segera menggeser tombol berwarna hijau.

"Halo kak?"

"Ha-- eh suara lo kenapa?" tanya Anin setelah mendengar suara adiknya itu.

Raina berdeham menetralkan suaranya. "Gapapa kak."

"Mamah lagi?" Tepat sasaran, seakan-akan sudah terbiasa dengan hal ini.

"Hiks...hiks" Raina menangis lagi.

RAIN(A)•ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang