5. Alasan?!

2 0 0
                                    

Tubuh Arleta menegang. Di depan matanya, dengan jarak kurang dari tiga meter, Dafa berdiri dengan tangan masuk ke saku celana. Sejak kapan laki-laki itu ada di dalam apartemennya.

Arleta hanya terkejut, sisanya amarah itu kembali ke permukaan. Percakapannya tadi dengan Aliya berputar lagi di kepalanya. Mengingat itu membuat Arleta kesal.

Ia berusaha acuh tak menganggap jika Dafa ada di depannya. Arleta meletakkan tas sekolahnya di sofa, lalu kakinya menuju ke arah pantry. Membuka kulkas, membuka kotak jus mangga yang isinya tinggal setengah, lalu dibawanya ke mini bar untuk dituang ke gelas.

Semua gerakan Arleta tidak lepas dari pandangan Dafa. Tapi ia masih membiarkan gadisnya itu bertingkah semaunya.

Setelah dahaganya tertuntaskan, Arleta menuju kamar mandi yang tepat berada di samping dapur. Ia sengaja berlama-lama di sana, berharap setelah ia keluar Dafa sudah tidak nampak batang hidungnya.

Sia-sia Arleta duduk di kloset hampir satu jam saat ia keluar kamar mandi, Dafa sedang duduk santai di mini bar dengan sebuah cangkir di depannya. Mata mereka beradu, tapi Arleta buru-buru melengos.

Dafa sudah tak tahan diacuhkan begitu saja oleh gadisnya. Tujuan ia kesini untuk menyelesaikan masalah mereka, bukan malah diam-diaman seperti ini.

"Ta. Stop it,"ucap Dafa bangun dari duduknya dan menyusul Arleta yang tengah berjalan ke kamarnya.

Arleta berhenti, balik badan. Jaraknya kurang lebih hanya satu meter dengan Dafa yang menjulang tinggi di depannya.

"Apa?"Arleta menatap Dafa malas.

Dafa menaikkan sebelah alisnya,"Seriously? Kamu masih betah marah terus?"

"Aku gak marah. Buat apa?"Arleta terkekeh pelan. Tapi bukan tawa menyenangkan. Dafa memegang pergelangan tangan Arleta.

"Talk to me. Apapun yang kamu rasain. Aku bakal dengerin. Ayo, kita selesaikan ini sekarang,"kata Dafa melembut.

"Kenapa sekarang? Gak dari kemarin? Baru sadar kamu kalau aku itu penting?"

"Aku minta maaf,"sesal Dafa,"Aku cuma menunggu waktu yang pas. Kemarin masih panas suasananya aku rasa bakal percuma juga ngajak kamu ngobrol."

"Aku gak bisa lama-lama kayak gini sama kamu,Ta."aku Dafa.

Arleta mencari kejujuran di mata kekasihnya itu. Ia menghela nafas sebentar.

"Oke. Kita ngobrol."

Dafa tersenyum, mengikuti kaki Arleta.

****
Arleta duduk di meja belajarnya berhadapan dengan Dafa di tepi ranjang. Ia bersedekap, sangat kontras dengan Dafa yang terduduk lesu. Seolah di sini Dafa sang tersangka dan Arleta lah korbannya. Tapi bukannya memang begitu ya.

"Jadi, siapa Aliya?" Arleta membuka pertanyaan,"sebelum kamu jawab. Aku mau tanya dulu satu hal."

Dafa menunggu kalimat yang akan keluar dari mulut kekasihnya itu dengan sabar.

"Kenapa kamu gak pernah bilang kalau kamu punya temen bernama Aliya? Jawab dulu coba."

"Karena memang gak ada yang perlu aku ceritain soal dia, Ta. Aku juga gak pernah bawa-bawa dia dalam obrolan kita selama ini, kan? Bahkan Erga dan Rafi yang notabene kamu udah kenal mereka, kita jarang banget ngomongin soal mereka. Kegiatan mereka kek, tingkah laku mereka kek. Gak pernah kan?"

"Masalahnya sekarang dia chat kamu loh. Dan aku gak tahu. Kamu gak bilang soal chat itu!"

"Belum, Ta. Aku belum sempet bilang. Kamu udah tahu duluan. Kamu udah baca duluan."

"Setelah itu? Aku marah soal itu tapi kamu gak berusaha jelasin kok. Mau alasan apa lagi, Daf?"tanya Arleta gemas saking kesalnya.

"Yang jelas, aku sama dia cuma teman,Ta. Gak ada apa-apa. Erga dan Rafi saksinya kalau aku bohong."

Arleta menyipit memandang Dafa.

"Ini kamu udah yang paling jujur? Yakin dulu gak ada apa-apa sama dia?"

Dafa diam sebentar. Seperti ada yang disembunyikan oleh Arleta.

"Iya, Ta. Aku dimaafin gak?" Dafa memelas memandang kekasihnya. Arleta menggigit bibirnya gusar. Kenapa harus ada yang disembunyikan sih.
Haruskah Arleta bercerita ia baru saja bertemu dengan Aliya.

"Aku rencananya besok sabtu mau ngajak kamu ketemu sama Aliya. Biar semuanya jelas. Biar kamu gak curiga-curiga kaya gini,"kata Dafa. Arleta sedikit terkejut. Rencana apa ini. Apakah ia harus mengikutinya.

"Okey. Aku setuju. Aku ikut besok sabtu."
Ia akan ikuti permainan kekasihnya itu. Ia akan cari tahu kejujuran yang sebenarnya.

Dafa mendekat ke arah Arleta. Ia mendekap gadis yang sudah empat hari ini mengacuhkannya.

"I miss you,Ta."Dafa mengecup pipi kanan Arleta.
Tapi Arleta tak membalas sama sekali. Dafa menaikkan sebelah alisnya heran.

"Kenapa,sih?!"

"Kamu gak kangen sama aku?"Dafa protes. Arleta menggeleng. Walaupun itu jawaban bohong. Tapi ia gengsi untuk mengakuinya. Tanpa basa basi, Dafa langsung mengangkat tubuh Arleta dan membawanya ke ranjang. Tubuh mungil kekasihnya itu sekarang berada di bawah kungkungannya.

Pipi Arleta memanas oleh perlakuan Dafa barusan yang tiba-tiba. Senyum jahil Dafa terbit, membuat Arleta semakin ketar ketir.

"Ngapain begitu matanya? Genit banget!"protes Arleta kesal. Ia mendorong muka Dafa dengan telapak tangannya.

Dafa terkekeh, meraih tangan Arleta agar tidak mendorong mukanya lagi.

"I miss your lips, your.. voice too,"lirih Dafa tepat di samping telinganya. Membuat Arleta merinding sekujur tubuh. Sial. Dafa tahu kelemahannya.

"Daf, gak usah aneh-aneh ya. Minggir aku mau mandi. Gerah."Arleta mencoba keluar dari kungkungan Dafa. Tapi tenaganya tak cukup kuat sebagai perempuan.

"Mau dimandiin gak?"goda Dafa.

"Are you crazy?!"seru Arleta malu.

"Yang kemarin-kemarin gak malu kamu,Ta?!"goda Dafa lagi. Kini muka Arleta benar-benar memerah. Walaupun bukan hanya sekali, tapi tetap saja perasaan malu itu tetap ada.

"Aku gak pernah ya dimandiin sama kamu. Udah ah, sana minggir. Atau aku marah lagi nih,"ancamnya. Bukannya beringsut Dafa malah makin menjadi. Tangan kanannya bergerilya menuju dada kiri Arleta, baru beberapa detik Arleta langsung menepisnya. Sang empu tangan protes lewat tatapannya.

Kini berganti tangan kirinya yang menyusup dibalik rok osis Arleta. Lagi-lagi Arleta menepis tangannya. Dafa melayangkan pandangan tak suka.

"Aku lagi dapet Dafaaaa,"ucap Arleta membuat Dafa beringsut dan menegakkan tubuhnya. Arleta ikut bangun.

"Ya,"ucap Dafa singkat lalu turun dari kasur. Arleta membiarkannya. Ia lalu masuk kamar mandi dan membersihkan diri. Biarlah sekarang Dafa yang ngambek. Nanti juga kembali lagi ke mood semula. Mana bisa kekasihnya itu berlama-lama mendiamkannya.

****

BREAKWhere stories live. Discover now