7. Liability

142 25 4
                                    

Yuk pencet ⭐ di pojok kiri bawah sebelum baca




"Dia bukan pacarku. Aku menyukainya tapi perasaanku sepertinya bertepuk sebelah tangan."

"Ah, aku tahu rasanya." Soobin bersenandung sambil mengangguk. "Kau menyukai seseorang dan mereka tidak tertarik. Lebih buruknya lagi, mereka menyukai orang lain."

"Kau pernah mengalaminya?"

"Ya, itu sering terjadi sebelumnya," kata Soobin. "Tapi yang terburuk adalah ketika aku masih mahasiswa baru. Aku sempat menyukai lelaki yang bekerja di perpustakaan kampus, tapi dia malah mengincar temanku."

"Itu cuku- tunggu," tiba-tiba Yeonjun tersentak. "Lelaki?"

"Ya," yang lebih muda mengangguk. "Dia manis. Namanya Beomgyu dan dia memiliki mata bulat seperti anjing maltese. Aku sempat menyukainya, tapi sepertinya takdir tidak memihakku."

Yeonjun hanya melihat sang adik, dan mengedipkan matanya. "Aku tidak tahu bahwa kau- ehm"

"Yah, kurasa kita memiliki kesamaan," kata Soobin dan tersenyum.

"Apakah mereka tahu?"

"Maksudmu ayah dan ibu?" Saat Yeonjun sedikit menganggukkan kepalanya, Soobin tertawa kecil. "Tentu saja mereka tahu. Mereka tidak begitu senang saat aku memberi tahu mereka tentang itu."

"Mengapa?"

Pria muda jangkung itu bersandar ke kursinya, menyilangkan tangan di depan dada. "Kakak tahu, apapun yang kulakukan dalam hidupku bukanlah urusan mereka, jadi aku tidak memberi tahu mereka pada awalnya. Tetapi ketika ayah terus menerus bicara tentang ingin punya menantu dan cucu di masa depan, aku memberitahunya. Kakak seharusnya melihat ekspresi mereka saat itu," Soobin tertawa sejenak, melanjutkan. "Luar biasa."

Yeonjun tersenyum kecil.

"Ngomong-ngomong," kata Soobin dan mencondongkan tubuh ke depan lagi. "Jangan membicarakan tentang orang tua kita," katanya. "Aku lapar. Apa kak Yeonjun masak sesuatu hari ini? Atau ada makanan yang kakak inginkan?"

"Hmm," gumam Yeonjun keluar dan perlahan bangkit dari kursinya. Masih dalam jangkauan mata Soobin, ia pergi ke dapur dan mengambil sebuah catatan kecil yang tergeletak di atas meja. "Sebenarnya ada sih beberapa," katanya dan menyerahkan catatan ke yang lebih muda.

Soobin mengambil kertas itu dan membacanya. "Beberapa," gumamnya saat matanya menelusuri list barang di catatan itu. "Ini cukup banyak," dia melihat ke arah kakaknya.

"Apakah terlalu banyak? Maaf"

"Tidak, kak. Aku kan sudah bilang untuk selalu memberi tahuku apa yang kakak butuhkan, tapi yang ada di catatan ini benar-benar cukup banyak. Sepertinya kulkasmu sekosong itu."

"Y-ya, begitulah." Baek bergumam pelan.

"Berapa banyak uang yang ibu berikan padamu kali ini?"

"500 ribu won," kata yang lebih tua. "Tapi aku harus mengembalikannya."

Kerutan terbentuk di dahi Soobin. "Kenapa?"

"Karena vas itu."

"Kau bercanda? Ya Tuhan, benarkah? Apa-apaan ini," umpat Soobin keras. "Jadi maksudmu? Dia memberimu uang dan kemudian- kupikir kau tidak diizinkan pergi dari rumah. "

Mengangguk, Yeonjun menundukkan kepalanya sedikit. "Kau benar. Ada pelayan yang pergi dan membeli barang-barang untukku. Saat menuliskan list belanja, aku memprioritaskan yang paling penting dulu."

ClandestineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang