Flashback ke masa SMA
▪︎ ▪︎ ▪︎
Gavinino King, selayaknya cowok ganteng pada umumnya, di sekolah ini menjadi salah satu jajaran most wanted yang sering menjadi pembicaraan orang-orang, memiliki banyak pengagum dan disukai siapapun.
Sifatnya yang absurd justru membuatnya mudah memiliki teman, apalagi seorang ketua tim basket sekolah, bisa dibilang Gavin memiliki privilege, kata orang.
Jam istirahat pertama, Gavin bersama keempat temannya baru selesai bermain basket, duduk di dekat tepi lapangan outdoor sambil mengobrol ringan.
"Baru kelas 11 aja udah banyak banget tugas, gimana nanti kelas 12?" keluh Gavin yang memang tidak menyukai mata pelajaran sejenis hitungan itu, makannya ia masuk IPS.
Gavin menyandarkan tubuhnya di punggung Ricky yang tidak keberatan sama sekali, ia sudah biasa melakukan hal seperti ini.
Justin sehabis dari kantin, lalu memberikan botol minuman pada temannya satu persatu sembari menempati tempat di sebelah Gavin, mengikuti teman-temannya yang lain, duduk di dekat tepi lapangan meski matahari mulai terik, "Gue sih ada Juan." sahut Justin lalu menatap Juan sambil memberikan cengirannya.
Sang empu bereaksi dengan tersenyum paksa, "Beban banget lo, sekali-kali berguna kek." sarkas Juan.
Ricky tertawa kecil, tak lupa menepuk-nepuk pundak Juan yang ada di sebelahnya, "Sabar, Juw."
"Lagian lu maen masuk IPA, kata gue juga ambil IPS, santai bos." timpal Hugo yang merasa bangga dengan jurusannya itu.
"Kan gue bilang Go, gue mau ambil teknik mesin nanti kuliah." jelas Justin entah yang keberapa kalinya di setiap obrolan mereka.
"Udahlah daripada lo semua penat mending main game sama gue." ajak Justin.
"Mau login?" tanya Ricky yang kebetulan sudah memegang ponselnya.
"Kagak, ini main Dare or Dare." Justin memperjelas.
"Trurth or Dare, coy." ralat Gavin.
Justin menggelengkan kepalanya menyanggah itu, "Dare or Dare gue maunya!" Jelasnya sambil mengulurkan tangannya pada Gavin agar cowok itu mengubah posisinya dan tidak bersandar lagi pada Ricky.
"Oke gas, tapi harus turuti tantanganya ya!" sahut Hugo.
Juan tahu siasat Hugo, "Ah lo kesempatan ya, Go? Mau ngapain lo?"
"Gak usah nethink Juw, mulai dari gue dulu ya." Hugo menutup botol yang isinya sisa setengah itu, ia akan gunakan untuk permainannya, lalu memutarnya di atas lapangan, ia harap berhenti di sasarannya, namun tutup botol itu mengarah pada Justin perlahan dan detik selanjutnya berhenti tepat mengarah pada Gavin.
Ada decakan kesal seolah kehilangan kesempatan dari Hugo yang terdengar Juan, "Lo ngarah gue kan buat ngerjain tugas lo sebagai tantangannya?" terka Juan.
"Masa sih gue jahat, Juw?" bela Hugo untuk dirinya sendiri yang padahal memang benar seperti itu niatnya.
"Terus ini lo mau kasih Gavin tantangan apa?" tanya Ricky pada Hugo.
Hugo nampak berpikir sambil melihat sesuatu ke arah lain, tepatnya di koridor dekat lapangan, tiga orang siswi yang berjalan pelan sambil mendiskusikan sesuatu.
"Gue tahu." Hugo mengambil bola basket di dekatnya dan di serahkan pada Gavin.
"Lempar bolanya ke salah satu cewek di sana." tunjuknya pada ketiga gadis yang perlahan melewati tepi lapangan itu, "Alih-alih ngambil bolanya, lo bikin baper salah satunya, mungkin lo minta maaf sambil kedipin sebelah mata atau gimana kek, lo kan jago flirting."
"Easy." ujar Gavin meremehkan, ia menerima tantangan dari Hugo dan mengambil bola basket itu, lalu berdiri tanpa melangkah untuk mendekatpun ia bisa melakukannya, dilemparnya bola basket itu dan tanpa diduga mengenai kepala salah satu gadis itu.
Semua terkejut karena diluar prediksi dan harapan.
"Vin, gak lempar kenceng kayak gitu juga, kan bisa kenain ke arah kakinya." kata Hugo agak pasrah, ia pikir Gavin salah tangkap maksudnya.
Sedangkan sang gadis memegang kepalanya yang terkena bola basket, tubuhnya hampir oleng kalau saja kedua temannya tidak menyangganya.
"Yaampun, Milly." ujar temannya khawatir.
Gadis bernama Milly itu langsung melihat ke arah lapangan, tatapannya bertemu Gavin yang membuat ekspresi kebingungan sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Gavin mendapat bisikan dari teman-temannya yang tiba-tiba di belakangnya semua, seolah ada dipihak Gavin.
"Nyet, samperin buruan."
"Minta maaf sambil kedipin mata juga udah selesai urusannya."
"Anjir, urusan hati yang ada kalau gitu."
"Lo ngapa jadi ngeleg si, Vin?"Begitulah ungkap teman-teman Gavin.
Tanpa menjawab dan tanpa menengok ke belakang juga tanpa berpikir panjang, Gavin menghampiri Milly untuk mengambil bolanya yang kini ada di tangan gadis itu.
Setelah jarak keduanya hanya terpaut beberapa meter, barulah Gavin dapat melihat jelas wajah tegas dan penuh marah itu, seketika ia dibuat takut dan merasa terintimidasi.
Tapi bukan Gavin namanya kalau mati kutu di depan cewek, sesuai apa kata temannya ia mengedipkan sebelah matanya pada Milly, tentu saja reaksi gadis itu tak sesuai dengan ekpetasi Gavin juga teman-temannya.
"Maksud lo apa?" tanya Milly menampakkan raut mematikan, netranya menajam dengan menyipitkan matanya.
"Gue minta maaf." jawab Gavin setelah terkejut dengan reaksi Milly barusan.
"Terus mata lo kelilipan?" tanya Milly dengan nada sinis.
"Aduh, iya nih." justru Gavin berakting seolah-olah matanya menang terkena sesuatu, kepalang malu.
"Bisa lo tiupin gak?" tapi anehnya malah Gavin lanjutkan lagi kelakuannya.
"Cih." Milly hanya menyerahkan bola basketnya dengan kasar ke tangan Gavin, lalu ia pergi tanpa ada kalimat lainnya juga diikuti kedua temannya, Selia dan Jihan.
"Mil, tunggu Mil." seru Jihan.
Sedangkan Gavin merutuki dirinya sendiri, "Ide si Hugo emang gak pernah bener dari dulu, cringe banget!" tapi anehnya Gavin selalu menuruti apa kata Hugo.
Jihan - Selia (teman Milly)
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE - SORRY
FanfictionGyuvin and Minji lokal Alternative Universe Bagaimana jika kedua orang yang saling serang satu sama lain tiba-tiba harus tinggal bersebelahan? Sudah pergi jauh namun justru keduanya malah kembali dipertemukan takdir.