Hari sabtu seharusnya Milly ada di dalam unit apartmen karena hari ini libur perkuliahan. Tapi tidak ada respon apapun saat Gavin berkali-kali menekan bel yang bertengger di samping pintu itu. Ia juga sudah mengirim pesan pada Milly, ada hal yang ingin Gavin sampaikan padanya.
Tak lama, ponsel yang berada di genggamannya bergetar, Milly membalas pesannya.
Gue lagi di private pool.
Singkat dan jelas membuat Gavin berlari menuju lift, tempat yang di maksud Milly ada di lantai 17 dan bernuansa indoor, khusus penghuni apartemen. Gavin khawatir, jelas sangat mengkhawatirkan gadis yang memiliki trauma terhadap kolam renang, dan penyebabnya adalah Gavin.
Terlihat raut wajah Gavin yang panik, rasanya lift berjalan begitu lambat, ia tidak sabar ingin menemui Milly, takut terjadi sesuatu, apalagi ia tidak tahu maksud dan tujuan gadis itu datang ke private pool.
Sesampainya di lantai 17, ia segera masuk ke area kolam renang dan menemukan Milly yang berdiri di tepian sambil menatap air di depannya.
"Milly!"
Pemilik nama itu menengok ke sampingnya, tidak menyangka kalau Gavin menyusulnya ke tempat ini. Tapi Milly mengerti perasaan Gavin bagaimana sekarang, terlihat jelas dari raut wajahnya.
"Gue cuma mau berenang." kata Milly dengan santainya.
Sepengetahuan Gavin, Milly itu tidak bisa berenang, "Ohh." katanya meskipun dengan penuh keraguan, apalagi pakaian yang dikenakan Milly tidak terlihat kalau gadis itu siap menyeburkan diri ke kolam, kaus yang berlapis jaket juga celana jeans panjang.
"Serius, Mil?" tanya Gavin memastikan.
Pada akhirnya Milly menampakkan cengirannya, "Sebenarnya enggak sih." katanya jujur. Ia hanya tiba-tiba teringat di dalam apartemen yang ia tempati itu memiliki fasilitas kolam renang, seharusnya sekarang Milly ada di supermaket karena tujuan utamanya adalah mencari bahan masakan dan berakhir mengurungkan niatnya ketika masuk ke dalam lift, entah angin dari mana yang membawa kakinya melangkah menuju private pool.
"Lo nyari sesuatu di sini?"
Milly menggelengkan kepalanya, "Gue cuma penasaran aja, kenapa gue bisa tenggelam kalau masuk ke dalam air."
Gavin melangkah mendekat pada gadis itu perlahan, tentunya dengan rasa bersalah yang menguasai dirinya, lalu mengenggam satu tangan Milly dengan erat, "Mil, gue boleh tanya satu hal?"
Awalnya ia terkejut saat Gavin tiba-tiba menarik tangannya, setelah itu ia memberikan atensinya penuh pada cowok di hadapannya sekarang, "Boleh."
"Lo alami trauma akibat tenggelam?"
"Sempat trauma, bahkan selama ini gue gak pernah mau liat kolam renang." kata Milly, "Lo tahu gak? Sebenarnya ini keduanya kalinya gue kesini, beberapa hari yang lalu gue coba datang tapi rasanya berat banget, gue ngerasa kalau gue lagi tenggelam, nafas sesak dan semuanya gelap, mungkin keliatan gak karuan, beruntung ada orang yang sadarin gue waktu itu." lanjutnya lagi.
"Terus sekarang gimana, Mil?"
"Agak membaik, karena yang gue bilang tadi, gue penasaran kenapa gue gak bisa berenang."
"Bisa Mil, kalau lo mau belajar."
"Tapi kalau boleh jujur, gue masih takut."
"Iya, jangan di paksa, semuanya butuh proses, pelan-pelan aja."
Milly mengangguk menyetujuinya. Seketika teringat sesuatu mengapa Gavin mencari bahkan sampai menyusulnya ke tempat Milly berada.
"Oh iya, lo cari gue?"
"Iya." Gavin merogoh saku celananya dan mengeluarkan sesuatu, benda berukuran kecil dan kini berada dalam genggaman Gavin.
"Mil, kalung ini emang bukan milik lo, cuma mirip." ujarnya saat menunjukkan kalung yang pernah ia berikan pada gadis itu sebelumnya, "Gue harap lo terima atau bisa lo simpan sampai gue temui kalung aslinya." Gavin menarik tangan Milly dan memyerahkan kalung itu padanya.
"Gavin, lo gak perlu cari lagi, gue ikhlas dan kalung dari lo gue terima."
"Tapi-"
"Please, kita sepakat ya jangan bahas masalah kalung lagi?"
"Mil-"
"Gavin."
"Oke."
Milly tersenyum tipis setelahnya, "Gue pake ya?" Ia mencoba mengaitkan kalung itu pada lehernya.
"Kalau gitu gue bantu." Tanpa menunggu persetujuan Milly, Gavin membantu mengaitkan kalung itu, seolah seperti memeluk sang gadis dari depan.
Perasaan aneh yang membuat Milly tiba-tiba gugup dan tidak berkutik sama sekali, bahkan saat Gavin sudah selesai membantunya.
"Cantik." gumam Gavin.
Bagaimana keadaan Milly sekarang? Kakinya lemas nyaris tidak mampu menahan tubuhnya. Pujian tadi, bisakah Milly dengar sekali lagi?
Tak ada respon apapun dari Milly, karena ia sedang berperang batin dengan dirinya sendiri. Sekedar mengucapkan terima kasih pun rasanya lidahnya kelu.
"Lo mau kemana tadinya, Mil?" Pertanyaan barusan yang membuatnya tersadar dan mengerjap seketika.
"Ah? Emm- gue mau belanja kebutuhan pokok."
"Oh, ayok gue anter."
"Eh gausah, ngerepotin lo banget."
"Enggak, Milly. Gue seneng bisa bareng lo."
Gavin, ayok balik jadi rival gue lagi aja deh! Kalau kayak gini caranya gue gak kuat.
●●●
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE - SORRY
FanfictionGyuvin and Minji lokal Alternative Universe Bagaimana jika kedua orang yang saling serang satu sama lain tiba-tiba harus tinggal bersebelahan? Sudah pergi jauh namun justru keduanya malah kembali dipertemukan takdir.