Bab 2

380 20 0
                                    

"Bagaimana tidurmu semalam? Apa kamarmu cukup nyaman?"

Dalam perjalanan menuju ke rumah sakit keesokan harinya, Fiona membuka obrolan terlebih dulu. Jika ia tidak berinisiatif angkat suara, Krisna akan bungkam sepanjang jalan. Padahal saat masih kecil Krisna tergolong anak yang ceria dan mudah bergaul. Namun, semakin beranjak dewasa Krisna terkesan menjaga jarak dengannya. Fiona menyadari hal itu, tapi tidak pernah ingin membahasnya secara gamblang di depan Krisna. 

"Ya. Tidurku nyenyak," balas Krisna seraya melirik spion tengah. Pria itu tak menyangka jika Fiona akan secepat ini minta untuk diantarkan ke rumah sakit. Krisna merasa senang sekaligus heran. Tapi, Krisna menepis perasaan aneh yang tiba-tiba ia rasakan pada wanita itu. Mungkin saja Fiona sudah tidak sabar untuk segera bisa berjalan kembali.

"Kupikir kamarmu terlalu sempit."

"Tidak juga. Toh, kamar itu hanya ditempati satu orang."

"Jangan memaksakan diri. Kalau kamu tidak suka atau merasa tidak nyaman, bilang saja padaku. Kita kan berteman sejak kecil," ujar Fiona menghilangkan batas antara supir dan majikan.

Krisna hanya mengulum senyum mendengar pernyataan Fiona. Tapi, ia berusaha menyembunyikan ekspresi wajahnya dari pandangan Fiona.

Ponsel di dalam tas milik Fiona bergetar dan menghentikan percakapannya dengan Krisna.

"Ya. Halo?"

" .... "

"Aku sudah ada di jalan. Kamu tunggu saja di depan."

" .... "

"Sebentar lagi aku sampai."

" ... "

"Oke."

Krisna tak bermaksud untuk menguping, tapi pembicaraan Fiona dengan seseorang di telepon bisa ditangkap kedua telinganya dengan baik. Bukan sebuah percakapan penting. Hanya percakapan standar.

Rumah baru Fiona dan rumah sakit seharusnya hanya berjarak 15 menit jika ditempuh dengan menggunakan mobil. Akan tetapi, kemacetan justru menghambat perjalanan mereka. Nyatanya memiliki rumah tidak jauh dari rumah sakit tidak sepenuhnya memangkas waktu perjalanan.

Tak selang lama mobil yang dikemudikan Krisna tiba di rumah sakit. Fiona meminta pria itu agar menurunkannya di depan lobi rumah sakit karena akan ada seseorang yang menjemputnya.

Seorang pria sepantaran Fiona tampak menunggu di depan lobi rumah sakit. Dilihat dari kostum yang ia kenakan, pria muda itu bisa dipastikan seorang dokter. Namun, pria itu bukan Dokter Muh.

Pria itu berjalan dengan tergopoh-gopoh ketika tatapan matanya mendapati sosok Fiona yang baru saja keluar dari dalam mobil dibantu oleh supir pribadinya.

"Hai, Fiona." Pria itu langsung menyapa setelah ia berhasil mendekati kursi roda milik Fiona. Ia terlihat cukup akrab dengan Fiona karena pria itu memanggil nama Fiona seolah mereka teman lama.

"Hai, Frans." Fiona balas menyapa. Sementara Krisna tak melakukan apa-apa. Pikirannya mendadak penuh dengan prasangka. Juga sedikit rasa cemburu.

"Ayo kuantar masuk," tawar dokter muda itu berusaha mengambil alih kendali kursi roda Fiona dari tangan Krisna.

"Sebentar." Fiona menahan tangan dokter muda itu karena ia merasa perlu berbicara pada Krisna. "Kamu pulang saja dulu, Kris. Sepertinya aku akan lama di sini," ucap Fiona pada Krisna yang masih tertegun di tempatnya berdiri.

Sebenarnya menunggu Fiona beberapa jam bukan masalah untuk Krisna. Tapi, wanita itu tidak ingin membiarkan Krisna menunggunya terlalu lama. Itu hanya akan membuang waktu percuma.

"Baiklah. Hubungi aku kalau kamu sudah selesai," jawab Krisna. Meski sedikit keberatan dengan perintah Fiona, Krisna tetap melakukannya. Ia memang teman masa kecil Fiona, tapi Krisna digaji untuk melaksanakan semua perintah Fiona tanpa terkecuali. Meski tidak ada peraturan tertulis, perintah Fiona tidak bisa dibantah karena alasan apapun.

"Ya."

Krisna menunggu beberapa saat sebelum akhirnya pergi setelah dokter muda itu mendorong kursi roda Fiona masuk ke dalam rumah sakit.

"Siapa dia? Supir baru?"

Pria yang biasa dikenal dengan sebutan Dokter Frans itu menoleh sebentar ke belakang sebelum bertanya pada Fiona. Ia cukup merasa penasaran pada pria yang mengantar Fiona ke rumah sakit. Pasalnya baru kali ini ia melihat pria itu.

"Supir lama. Ayahnya juga supir di rumah kami," jelas Fiona. Mereka sedang menyusuri lorong menuju ke ruangan Dokter Frans.

"Dia menatapku dengan tatapan aneh," beritahu Dokter Frans setengah mengadu.

Fiona tersenyum geli.

"Aneh bagaimana? Krisna memang orang seperti itu. Dia cuek dan kadang terkesan dingin. Kami berteman sejak kecil, jadi aku sudah sangat mengenalnya," ungkap Fiona yang sudah mengenal Krisna sepanjang hidupnya.

"Dia seperti tidak menyukaiku," tandas Dokter Frans terang-terangan.

"Kamu terlalu sensitif," olok Fiona disertai senyum penuh ejekan.

***

MY DANGEROUS WIFE season 2 (End)Where stories live. Discover now