"Apa ini? Padahal aku udah masukin kamu les sana-sini tapi begini hasilnya?!"
"Sini kamu! Kamu harus dikasih pelajaran!"
"Mama ... ampun ... ampun, Mama ... Leo salah ..."
"Terusin! Nangis yang kenceng! Percuma, papa kamu juga ga bakal peduli tau!"
Hawa berangin dan cuaca mendung di luar membuat seisi ruangan terasa dingin. Namun hal itu tampaknya sama sekali tak jadi masalah bagi seorang wanita berusia 30-an di sana untuk terus melayangkan rotan di tangannya. Lalu Leo, si anak berusia 7 tahun yang malang itu hanya bisa menangis sambil memohon ampun.
Leo sudah tahu bahwa yang akan dihadapinya adalah tindakan seperti ini setelah melihat nilai hasil ujian semesternya di sekolah. Terlebih sekarang Leo telah berada di kelas 2, pastinya hukuman yang didapat akan lebih menyakitkan dari sebelumnya. Dan benar saja, mamanya sekarang berani memukulnya pakai rotan hingga muncul luka lebam bahkan sampai berdarah.
"Kalo bukan gara-gara omongan si tua bangka itu, aku ga akan sudi ngurusin kamu, Bocah sialan!"
"Awas kamu! Sekali lagi kamu dikalahin sama anak orang miskin, kamu bakal dikasih pelajaran lebih dari ini!" ancam mamanya, sebelum kemudian pergi dari ruangan.
Lalu selama 7 tahun hidup, mungkin inilah pertama kalinya Leo berpikir serius tentang apa sebenarnya kesalahan yang dirinya perbuat. Selama ini Leo diam karena tidak mengertiㅡLeo kecil masih terlalu naif dengan berpikir bahwa hukuman yang didapat adalah balasan atas kesalahannya.
Namun semakin bertambahnya usia, Leo juga pastinya melihat anak-anak seusianya yang lain juga. Leo melihat bagaimana mereka melakukan kesalahan yang lebih besar tapi tidak mendapat hukuman dari orangtua seberat dirinya. Lantas mengapa? Mengapa hanya Leo yang diperlakukan seperti itu oleh orangtuanya?
Hujan deras disertai angin kencang dan kilat petir saling menyahut bergemuruh di luar hingga denting jam dinding tak bisa terdengar. Usai memeriksa tak ada orang di sekitar, dalam keadaan terluka Leo memutuskan keluar dari rumah.
Leo kecil sudah mensugesti diri kalau rasa sakit di tubuhnya yang semakin menjadi akibat terkena air hujan tidak ada apa-apanya dibanding perasaan bodoh tak tahu apapun miliknya. Leo benar-benar ingin menemui siapapun di luar dan bertanya pada mereka.
Apakah mereka akan dipukul jika mendapat nilai ujian tidak sempurna? Apakah mereka akan dimarahi kalau jatuh sakit? Apakah semua orang mengalami hal sepertinya ketika sudah masuk ke rumah?
"Ugh ..."
Jarum jam menunjukkan pukul 3 pagi. Leo pun segera mendudukkan diri dan mengatur napas agar lebih stabil. Mimpi itu lagi, entah mengapa sejak kemarin Leo mendapatkan mimpi yang samaㅡtentang masa kecilnya yang selalu dipukuli mama ketika berbuat kesalahan.
Kemudian setelah merasa lebih tenang, Leo lantas beranjak dari ranjang tempatnya tidur. Kini Leo merasa agak haus, jadi anak itu segera berjalan ke arah dapur guna mengambil segelas air minum.
"Hah! Kenapa jadi begini sih ..."
Papa? Memang tidak aneh sih melihat papanya Leo keluar masuk rumah tanpa tahu waktu begitu. Namun rasanya ada yang aneh, selama ini papanya tersebut hanya menampakkan ekspresi wajah datar saja seolah tak punya masalah apapun. Tapi lihatlah sekarang, orang itu tiba-tiba mengeluh di waktu dini hari begini.
"Ruibin ... pasti tua bangka itu yang membantunya."
➖▪▪▪➖
"Fyuhh ... gila! Bisa-bisanya ada perubahan jadwal jadi diadain jam ke-nol, dikira kita semua ga butuh tidur kali ya?!"
"Iya, akal-akalan siapa sih begini?! Udah bagus pake yang kemaren aja, jam tambahan abis pulang sekolah!"
"Hahaha, sabar-sabar ... kalo udah kelas akhir emang banyak cobaannya," kata Zayyan, membalas keluhan dua temannya barusanㅡGyumin dan Wain.
"Mau gimana lagi? Banyak wali murid yang protes, katanya kalo ada jam tambahan pulangnya jadi makin malem. Kasian temen kita yang rumahnya jauh, apa lagi kalo cewek," tambah Beomsoo, satu temannya yang lain.
"Tapi tetep aja, kalo disuruh ke sekolah pagi banget tiap hari gini mah gue keberatan!" balas Wain, dan diangguki juga oleh Gyumin.
"Mau lo keberatan atau kagak juga aspirasi lo minoritas. Lagian apa alesan lo boleh keberatan? Ga bisa bangun pagi?" tanya Zayyan, membuat Wain beserta Gyumin diam.
Di sisi lain, keempat siswa kelas 12 itu tak ada yang menyadari kalau ada seseorang yang memperhatikan mereka di balik koridor. Benar, orang itu adalah Leo, anak itu baru saja keluar dari kelas hendak ke perpustakaan usai mendengar bel istirahat pertama. Tentu saja Leo diam di sana karena melihat Zayyan.
Sungguh, Leo ingin tahu bagaimana sih caranya berteman dengan orang itu? Semakin lama semakin Leo mengagumi sosok Zayyan. Apa lagi setelah mendengar kata-kata Zayyan barusan untuk dua temannya yang sedang tantrum.
"Do you perhaps like Zayyan?"
Satu lagi, Leo pula tidak menyadari bahwa ada seorang yang lain telah berdiri di belakangnya sejak beberapa detik lalu. Karena merasa sudah tertangkap basah, Leo segera membalikkan badan. Sekarang Leo bisa melihat dengan jelasㅡlagiㅡwajah yang paling ingin dia lihat terakhir kali dari seluruh manusia di muka bumi. Sangat menyebalkan soalnya.
Leo sampai tidak sudi menjawab, jadi anak itu hanya mendesis pelan sebagai respons.
"How troublesome having a creepy fan like you, poor Zayyan," ucap Sing, setelah mengeluarkan permen loli dari mulutnya.
"A creㅡwhat the heck did you say?!" balas Leo, seraya menatap tajam pada Sing.
"You, you're a creepy fan of Zayyan."
"Oh, since I'm his friend as well, I have to give him a warning that ... there's someone super creepy stalking him around," tambah Sing, dengan mendekatkan diri pada Leo dan berbisik demikian.
Suara bisikan Sing barusan seolah seperti angin di tengah badai untuk Leo. Terbukti akibat bisikan itu, kini Leo merasa sekujur tubuhnya mendadak merinding. Di tambah Sing juga sempat memasukkan permen loli miliknya ke mulut Leo. Sampai-sampai Leo hanya bisa diam saja bahkan hingga Sing berjalan pergi setelah itu.
gk mw dik, mending km sharing sm cowo inisial s.
[].
KAMU SEDANG MEMBACA
thunderous | singleo
Fanfiction"Such a waste of gorgeous face like that." ▪R15+ ▪contains violence and strong language. ▪bxb area! ©wizcteria, 2023.