seven

221 23 13
                                    

Leo merajuk kala dirinya tiba-tiba ditarik ke balik tembok koridor. Lebih terkejut lagi, seseorang yang baru saja menariknya adalah Sing. Lihat, mau berbuat apa lagi orang menyebalkan ini pada Leo pagi-pagi begini?

"Apa sih!" protes Leo, kini dirinya pula sudah terapit oleh tembok dan Sing.

Sudah ditanya begitu, alih-alih menjawab Sing hanya diam saja. Malahan Sing mulai menatap Leo dari bawah sampai ke atas secara intens. Creepy ... namun justru Leo tetap membiarkannya seperti itu hingga akhirnya Sing mengubah ekspresi dan tertawa kecut.

"Dasar gila."

Leo sempat mengejek demikian sebelum melepaskan diri dan berbalik badan hendak melangkah. Tapi saat Leo baru saja membalikkan badan, Sing kembali menahannya.

"My first match will be next week. Make sure you go there and cheers for me or I'll tell everything to Zayyan," bisik Sing, kemudian berlalu meninggalkan Leo usai berkata demikian.

Mendengar Sing langsung melontarkan ancaman padanya, darah dalam tubuh Leo jadi mendidih naik. Sialan, berani-beraninya ada orang yang mengancam Leo seperti itu. Hal tersebut pun membuat Leo akhirnya mengepal kedua tangan kuat-kuat dengan mata yang menatap nyalang punggung sang pangeran sekolah.

"No, no one can threatening me like that!" gumam Leo kemudian.

Singkat cerita, istirahat pertama pun tiba. Seperti biasa, Leo akan duduk sendirian saja di bangkunya. Namun belakangan terakhir terasa berbeda. Benar, sejak insiden dirinya di-bully dan berujung membuat masalah lain dengan Sing, seluruh murid tampak semakin menjauhi Leo.

Sejujurnya, hal ini bisa saja malah membuat Leo tambah ter-bully. Tentu, karena di mata murid lain, Leo telah berbuat jahat pada pangeran sekolah mereka. Cih, lebay sekali bukan? Sungguh mirip seperti cerita dalam novel fiksi remaja super delusional.

Tapi itu semua tidak betulan terjadi sebab–

"Gue beneran ga ngerti isi kepala Sing sama sekali."

"Masokis aja ga sih dia?"

"Anjir! Tapi kalo iya bukannya bagus? Bayangin punya pacar cakep gitu ditambah maso ... kita bisa–"

Tanpa memedulikan percakapan delusional barusan, Sing sekarang sudah ada di kelas Leo. Tentu saja, kini Sing pun tengah menatap anak itu. Posisi duduk Leo yang tepat dekat jendela pun membuatnya sulit pergi sebab Sing duduk di sebelahnya-menghalangi jalan keluar Leo.

Sing menumpukan kepala di meja, sementara Leo pura-pura tak peduli sambil sibuk mencatat di bukunya.

"Why do I even here," celetuk Davin tiba-tiba, membuat Sing segera meliriknya yang duduk tepat di bangku depan–berhadapan dengannya.

"Ga ada yang nyuruh lu juga," balas Sing, lalu kembali menatap Leo.

"Tapi tau ga sih? Lo tuh kayak penjahat," kata Davin berikutnya, dan Sing pun menatap sang teman dengan tatapan terkejut sekarang.

"What?"

"Oy, Glasses, you do agree, don't you? His act towards you extremely creepy," tanya Davin blak-blakan pada Leo.

"Ekhem! Well, yes."

Mendengar jawaban Leo, mata Sing langsung membelalak tak percaya. Lagi, entah Sing memang tidak sadar atau hanya naif saja, namun hal tersebut membuatnya cukup tersinggung.

"W-what??? What does that mean?" tanya Sing seraya memegangi kedua bahu Leo tiba-tiba, membuat Leo ikut terkejut seketika.

"D-don't touch me!" teriak Leo, sambil mendorong Sing secara kasar hingga si pangeran sekolah itu hampir jatuh sebab terhempas ke belakang.

thunderous | singleoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang