- 5 -

1 0 0
                                    

Pagi ini terasa sangat menentang Mary, mulai dari macetnya lalu lintas Jakarta yang semakin riwuh karena adanya kecelakaan tunggal, ditambah ada sebuah motor yang menyenggol mobil Mary sesaat setelah dia keluar dari drive-thru starbucks untuk membeli sarapan wajibnya setiap ada shift pagi yaitu cinnamon roll dan coffee latte yang memiliki add-on sauce spesifik tertentu, yang bahkan membuat seorang Karina Nicollete Widjaya pun enggan memesankan orderan kopi Mary. Senggolan dari motor itu meninggalkan goresan yang cukup noticeable di pintu kiri penumpang. "Ah, anjing! Ada aja orang tolol pagi-pagi," keluh Mary. Ia pun melanjutkan perjalanan dengan muka yang dipenuhi manyunan khasnya sedari kecil.

Sesampainya di Rumah Sakit, Mary berjalan memasuki lobi masih dengan muka manyunnya. Terlalu sibuk mengumpat di dalam hati, ia tidak menyadari bahwa ada seorang pria berjalan ke arahnya. "Aw," teriak Mary saat pria berdada bidang itu menabraknya, mengakibatkan sarapan tercintanya terjatuh dan tumpah mengotori lantai putih bersih khas rumah sakit. Ya ampun, why is everyone against me this morning? Itu kopi kan baru gue sedot dua kali, batin Mary. Matanya perlahan naik melihat figur pria yang baru saja menabraknya. Sial. Pria itu lagi. Kenapa sih Mary selalu bertemu dengannya saat ia menumpahkan sebuah minuman? "Are you okay? Ada yang kena ngga?" tanya Eric dengan khawatir, mengetahui minuman Mary merupakan kopi panas. "Oh, iya. I'm alright, sir. The coffee was not too hot in the first place. Tapi itu..." ucap Mary sambil terbata. "Your trousers... Jadi kotor. ­­­­­­I'm so sorry. Can I clean it for you?" tawar Mary, merasa bersalah. Eric pun terkekeh kecil, "Tidak apa-apa kok. Saya juga minta maaf karena kali ini memang saya yang salah, saya kurang memperhatikan jalan. Tidak perlu membersihkan celana saya, itu bukan tugas kamu sebagai peserta KOAS. Lain kali lebih hati-hati ya kalau sedang membawa sesuatu yang panas. Takutnya bisa terkena pasien atau dokter yang lain, dan yang paling penting kamu sendiri." Mary yang masih merasa bersalah terus menundukkan wajahnya, "Tetap saja saya yang salah dok. Could you at least let me make it up to you? Apa brand pakaian yang biasa bapak pakai? Tommy Hilfiger? Louis Vuitton? Those trousers don't look inexpensive whatsoever." Kata-kata Mary berhasil membuat Eric terkekeh kembali. "Sudah, sudah. Kamu fokus saja dengan kegiatan kamu. Itu peserta KOAS dipanggil untuk pertemuan pagi, segera kesana ya. Saya mau memanggil Pak Sugeng untuk minta tolong bersihin ini," suruh Eric. "Wah, iya ya dok. Saya hampir lupa. Kalau gitu saya duluan ya dok. Sekali lagi saya minta maaf." ulang Mary untuk kesekian kalinya dengan wajah yang masih menunduk. Eric yang melihat wanita didepannya tidak berhenti menundukkan wajah pun tersenyum kecil, "I already said it's fine, Mariana. Punya kesadaran untuk meminta maaf itu bagus, but knowing when you need to apologize and when not to is more important. Lagipula ini juga bukan pertama kalinya kamu mengotori pakaian saya." Eric mengatakan kalimat terakhirnya dengan suara yang sangat amat kecil, sehingga hanya dirinya sendiri yang bisa mendengarnya.

Saat pergantian shift pada jam makan siang tiba, Mary, Niko, dan Louise pergi ke kafetaria untuk mengisi perut yang sudah lama kosong karena mereka mendapatkan shift pagi. "Lo mau makan apa?" tanya Niko, tak jelas bertanya siapa. "Gue mau rice bowl with chicken karage dong," jawab Louise. Mary yang terlihat tidak bernafsu makan pun menjawab, "Gue ntaran aja Nik, lo sama Louise dulu aja." "Bener lo, Mar?" tanya Niko memastikan. Mary mengangguk perlahan, pikirannya masih memutar kejadian yang menimpanya tadi pagi. Denger-denger kata orang Dokter Eric is like an ice man, ngga banyak ngomong sama orang lain kecuali tentang pasien. Lah kok tadi doi kayak lagi nyeramahin gue ya, batin Mary. "Ah bodo ah, yang penting habis ini gue ngga ketemu sama dia," lontar Mary secara tidak sadar. Louise mengerutkan dahinya kebingungan, "Hah? Dia siapa Mar? Lo ngomong sama siapa si?" Mary pun kebingungan menjawab, "Oh engga, itu—" Omongan Mary terpotong oleh satu pasang tangan yang memegang dua minuman yang berbeda masing-masingnya. Yang kiri memegang gelas berisikan jus semangka, dan yang kanan membawa gelas berisi... latte?

"Nih jus semangka buat lo, my dearest Louie. Tante Michelle bilang jangan terlalu banyak minum gula. Awas lo ya, gue aduin baru tau rasa." Ancam Eric dengan nada yang terbilang sangat akrab saat berbicara dengan Louise. Dan apa tadi itu? Lou? Panggilan darimana itu? Mary yang melihat interaksi keduanya pun tercengang. Apa sebenarnya hubungan mereka?

Tidak dibiarkan berlama-lama melamun, Eric menyodorkan gelas berisi latte yang tadi dipegangnya ke depan wajah Mary. "Ini buat siapa, dok?" tanyanya, terlihat linglung. Eric tersenyum kecil, "Buat kamu. Latte with one table spoon of palm sugar and two pumps of oat milk. Hot if you get it for breakfast, cold for lunch and dinner. Usually with another two shots of espresso but I got you one shot karena kamu belum makan kan dari pagi? And by the way, a cinnamon roll doesn't count as real food," jawab Eric dengan cerewet. Mary yang masih mencerna penjelasan Eric pun terdiam, tidak tahu harus merespon dengan apa. "Take it," pinta Eric. Refleks, Mary mengambil minuman itu dari tangan kanan Eric yang terbalut kemeja yang sudah dilipat hingga sikut. "Yaudah kalo gitu, gue balik ke meja gue ya. Ngga mau keliatan sok kenal juga sama anak KOAS," ucap Eric sehabis tersenyum ke arah Mary. Lalu figur pria tinggi tersebut perlahan berjalan menjauhi kedua wanita itu.

"Hayo, lo habis ngapain sama om gue? Cerita dong Mar, biar gue sama nyokap bisa ngeledekin dia besok waktu lagi ngumpul. Doi ngga biasanya loh ngomong panjang lebar kayak tadi," jelas Louise. Mary masih berusaha mencerna semua informasi yang sangat baru ini. HAH, batinnya. "Woi," panggil Louise. "Engga, Lou. Gue perasaan ngga ada apa-apa sama dokter Eric. Eh, apa tadi lo bilang? Om? How old is he? And what's with Louie? Is that a nickname or something" Mary mengerutkan dahinya. Louise terkekeh, "Hahaha, he's not that old kok. Jarak umur mami gue aja yang jauh sama dia, jadi umur dia lebih deket sama gue, cuma beda 3 tahun. Terus dia juga akselerasi waktu SMP, makanya dia udah jalan sekitar 5 tahunan lebih di rumah sakit ini. And yes, Louie is a nickname even though it's not that big of a difference from Louise. Eric, oops, Dokter Eric membuat nickname itu karena dia malas memanggil nama asli gue. Such a weirdo. Apa yang kamu pikirkan tadi? Did I hear a tad of jealous tone from you? Beneran ada sesuatu nih kayaknya diantara kalian." "Hah, no way. Gue kira lo suka sama itu orang, soalnya kalian keliatan deket waktu lagi di OR. Eh, tapi kok bisa ya dia tau orderan coffee gue. Karin yang temen gue udah berapa tahun aja ngga hafal sama orderan gue," Mary bingung. Louise tersenyum ke arah Mary, "He's not a nosy person, you know. When he digs into stuff like these, it usually is because he cares about them. Gue ngga kaget sih kalo kalian ended up together. Jangan lupa traktir gue ya, I've been here since day one." Mary melihat muka Louise yang cengengesan. Ia ingin lanjut mendebat perkataan Louise, namun tidak sempat dikarenakan kedatangan Niko yang kedua tangannya dipenuhi oleh rice bowl dan satu piring penuh dengan gorengan. "Nih, makanan lo, Lou. Mar, ini gue beli gorengan buat lo cemilin. Awas aja sampe ngga habis." jelas Niko. Obrolan ketiga peserta KOAS tersebut terus berlanjut, walaupun salah satu diantara mereka memikirkan hal yang jauh dari apa yang sedang mereka bicarakan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 02, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sudden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang