Bab 1Mencintai kamu rupanya adalah seni terbaik untuk bahagia, sehingga aku lupa bahwa dibalik seni terbaik itu biasanya menyimpan sejuta luka.
•••
Sekarang aku masih berkutat dengan pekerjaanku, jam menunjukkan 06.15 pm. sudah senja rupanya. Kulihat di sekelilingku kosong, nihil penghuni.
"Hahh, gak kerasa satu jam lebih. Jam pulang sudah lewat ternyata," gumam ku sembari membereskan berkas-berkas yang berserakan.
Belum selesai aku membereskan semuanya dering telponku menggema di seluruh ruangan.
"Udah pulang?" tanya seseorang dibalik telpon itu.
"Belum, baru mau pulang Bim" sahutku tak lupa dengan seutas senyum yang tumpah ruah merekah.
"Pulang bareng, mau?"
Telingaku berdenging. Apa katanya? Pulang bareng, akh detak jantung ku tiba-tiba tak beraturan setelah sempat berhenti sejenak mendengar kata-katanya.
"Boleh," sahutku yang tak menyembunyikan rasa bahagia yang dari tadi menguar.
"Lima menit lagi saya sampai"
Kamu, sang pembawa adiwarna di hidupku. Seolah-olah 'afsun' mu tak henti-hentinya mendesak asmaraloka ku tuk terbang jauh ke bumantara.
•••
Rasanya waktu selalu cepat berjalan jika bersama Abimana. Seorang lelaki jangkung dengan senyum manis yang selalu membuat siapapun terpesona.
Rupanya tanpa sadar, aku jatuh cinta.
"Yah, udah sampai," ucapku dengan wajah malas.
Abimana mengernyit, " kenapa?"
"Itu jalan gak bisa di jauhin lagi apa?"
Abimana tertawa. Runtuh sudah pertahananku untuk tidak jatuh cinta padanya. Bagaimana bisa Tuhan menciptakan seseorang seperti Abimana.
Sem-pur-na. Aku sama sekali tidak tahu letak cacatnya.
"Udah Bim, berhenti ketawanya"
"Kenapa. Lagian kamu lucu sih"
"Terserah kamulah"
"Yaudah, sana istirahat udah hampir isya loh, belum sholatkan"
"Kaya kamu udah aja"
"Loh, saya kan memang engga" ucap Abimana yang kembali menyadarkan ku.
Aku tersenyum sinis. Aku sempat lupa bahwa Tuhanku dan Tuhannya nyatanya berbeda.
"Yaudah, makasih ya Bim"
"Iya, ti-hati"
Aku kembali menoleh dengan senyum lebar, menggelengkan kepala lalu berucap "harusnya kamu yang hati-hati. Aku udah sampe kamu belum"
"Orang saya tinggal nyebrang"
"Lebih bahaya mana masuk pintu rumah atau nyebrang jalan?"
"Lebih bahaya kalau kita saling jatuh cinta" ucapnya yang langsung pergi begitu saja.
Akhhh, kampret memang.
Ternyata main tarik ulur seperti ini seru ya, kaya main layangan. Sedihnya kalau layangannya pas udah putus aja.
•••
"Mba Anin bangun.... Mbaa,"
Aku mengerjab membuka mata untuk melihat makhluk kecil mana yang mengusik tidur ku.
"Loh, valdo"
Anak kecil itu menatapku sinis, lalu beranjak dari tempat tidur ku.
"Bangun mba, pagi gak boleh tidul ental lejekinya di patok ayam"
"Entar ayamnya mba makan"
"Telselah mba, cape Valdo tiap pagi bangunin mba" sahutnya benar-benar meninggalkan ruang kamarku.
Aku menggeleng sambil sedikit meringis mendengar ucapannya. Anak berusia tiga tahun itu turunan siapa si, perasaan emak bapaknya gak gitu.
Ngomong-ngomong soal panggilan, sebenarnya aku tantenya. Tapi, karena aku masih merasa sangatlah muda alhasil aku minta sama Mbaku buat ajarin anaknya manggil aku Mba aja bukan tante.
Apa?
Mau protes?
Terserah akulah!
"Nin, Abim tadi pagi bilang kalau dia keluar sampe sore"
Aku hanya manggut-manggut sambil mengunyah keripik pisang buatan mbaku—Natasya.
"Kalian udh oficial ya?" sambungnya.
"Sembarangan," sahutku.
"Trus ngapain si Abim yang katanya cuma Te-tang-ga itu nyamperin cuma mau bilang kalau dia pulang sore"
Aku terkekeh. Abim kalau mba Natasya bilang. Aku ingin sekali memberitahu mba Natasya kalau adam di Sebrang rumah itu memang senang random.
Tapi, nyatanya aku jatuh cinta.
Ingin sekali aku bilang, mba jauhin aku sama dia—aku takut jatuh cintaku terlalu dalam. Lihat saja tingkahnya, siapapun akan salah faham dengan hubungan kami jika dia saja bertingkah seperti itu.
"Malah ketawa," sewot Natasya.
"Kaya gak tau Bima aja mba, orang dianya suka random"
"Kekamu doang,"
Wait, wait, wait... ini aku boleh terbang tinggi gak, Abimana randomnya cuma ke aku doang. Woahh, ini apakah salah satu prestasi yang bisa dibanggakan.
Sejauh ini, aku tidak melihat Abimana bersama perempuan lain selain aku.
"Yaudah sih, dimaklumin aja" sahutku.
"Tapi kamu seneng kan,"
Tiap ucap namamu kusebut, selalu ada debar jantung meletup. Yang ku tahu, Poros ceritaku saat ini hanya kamu.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Selamat Jatuh Cinta || on going ||
Teen FictionSelamat datang dalam lautan diksi penuh rasa yang hanya berkisah tentangnya, meski tak bersama bukan berarti dia tak ada dalam cerita. Dia hadir dalam bentuk paling sempurna, meski pergi meninggalkan luka. Luka itu bukan salahnya, hanya saja ketika...