n i n e

575 83 9
                                    

~What are you running from? Why can't you just see that this through? When you're lost in life I will try, to find you

-------------------    -------------------

"Jelaskan kenapa kalian berdua bisa berpelukan di lorong gudang!" Suara Madam Ivory bergetar di ruangannya. Aku ingin menggerakkan bibirku, tapi entah kenapa itu terasa kelu dan aku tidak bisa mengucapkan apa-apa.

"Jadi, Bu...." omongan Harry langsung dipotong oleh Madam Ivory.

"Kamu bilang apa?! Ibu? Panggil saya Madam, Madam Ivory," Madam Ivory membelalakkan matanya membuat Harry terdiam lalu mengulang perkataannya.

"Jadi, Madam, tadi saya melihat Genevieve menangis, lalu saya ingin membuatnya nyaman lalu saya memeluknya," Harry menjawab sambil memegangi tanganku yang sudah dingin karena aku tidak bisa berbicara.

"Benar begitu, Genevieve?" Madam Ivory menatapku, membuat seluruh darah mengalir ke tubuh bagian bawah dan menyisakan wajahku yang ku yakin sudah pucat.

"B,b...." aku tidak bisa bicara. Suasana yang tegang ini membuatku semakin takut dan aku tidak bisa menghadapinya.

"Madam, kita semua tahu kalau Genevieve itu memiliki rasa takut yang besar. Terlebih dengan keadaan tegang seperti ini. Jadi kuharap Madam tidak memaksanya berbicara yang sudah pasti ia akan susah menjawabnya. Lagipula, aku mengatakan hal yang jujur," Harry membantuku menjawab pertanyaan Madam Ivory. Aku mengangguk sambil perlahan menatap Madam Ivory yang sudah melotot ke arah Harry.

"Oke," Madam Ivory akhirnya menjawab setelah ia diam menatap mataku. "Aku harap kau bicara jujur, Harry. Dan Genevieve, kalau kau ada masalah, silakan datang ke kantor Madam dan kau bisa menceritakan semuanya," Madam Ivory mengelus punggungku.

"Terima kasih," bisikku pada Harry saat kami berdua sudah keluar dari kantor Madam Ivory.

"Untuk?" Harry menaikkan alisnya.

"Menjawabnya,"

"Ya ya ya. Sama-sama. Aku tahu perasaanmu dan aku senang aku bisa membantumu," Harry tersenyum, menunjukkan lesung pipitnya itu. Aku tersenyum lalu menunduk, dan sedikit menjauhkan diriku darinya. Aku takut jika aku akan dikerjai oleh The Potatoes bila mereka tahu Harry membantuku.

Kami berdua jalan dalam sunyi. Kelas-kelas lain sudah mulai belajar, dan aku tidak tertarik belajar pada pelajaran pertama, jadi aku memutuskan untuk pergi ke lorong gudang.

"Kau tidak kembali ke kelas?" Harry bertanya padaku. Aku menggeleng. "Kalau begitu, aku ikut,"

Gelenganku semakin kencang. "Jangan," lirihku.

"Kenapa?"

"Nanti mereka..." aku tidak kuat melanjutkannya. Hatiku sudah cukup sakit jika membayangkan semua yang sudah diperlakukan oleh The Potatoes yang tidak lain sahabat Harry.

"Shhh," Harry meletakkan jarinya di bibirku. "Berikan tanganmu. Sini, aku bersihkan lukanya," ia mengambil tanganku lalu menggulung lenganku. Kami berdua melihat luka yang dihasilkan akibat lemparan apel itu. "Sialan. Kau memar sekali. Ke klinik ya?"

Aku menggeleng. "Nanti mereka mengatakannya pada Mum," aku menjawab pelan.

"Jadi selama ini ibumu tidak tahu tentang kau di bully?!" Suara Harry meninggi. Aku menggeleng. "Kau harus memberitahukannya, Genny. Kau harus," Harry tiba-tiba mengelus rambutku yang langsung ku tepis.

"Tidak," aku menatapnya. "Dan jangan panggil aku Genny,"

"Kau memang keras kepala ya. Sudah kubilang namamu itu terlalu panjang. Kau mau ku panggil apa? Ginny? Itu sudah pasaran, kau tahu," aku memutar bola mataku seraya menatap Harry mengusap tanganku yang memar dengan tisu yang ia basahkan sedikit.

"Kau tidak tahu makna dibalik nama itu," aku berbisik padanya. "Aw,"

"Sakit?" Ia mendongakkan kepalanya dan menatapku. "Memang apa maknanya? Mantan kekasihmu memanggilmu itu?"

"Bukan. Ayahku," hatiku sakit saat menyebutnya. Orang yang amat kucintai. Orang yang mengerti aku tanpa aku bicara. Orang yang mengajarkanku bahagia dalam diam. Orang yang mencintaiku tanpa berada di sisiku.

"Ayahmu? Kemarin ia tidak ada. Memang ia kemana?" Harry mengusap memar yang berada di tanganku yang sebelah kanan.

Aku ingin mengucapkannya pada Harry. Tapi aku takut padanya. Bagaimana kalau ia akan menggunakan itu menjadi senjata untuk melawanku? Bagaimana kalau hanya sekarang ia baik dan esok ia akan jahat padaku?

"Gen, kau bisa memercayaiku," Harry memegang daguku, lalu aku memejamkan mataku, merasakan air mata yang mengalir di pipiku. "Kau menangis? Kenapa?"

"Aku merindukannya," aku terisak dan menutup mataku dengan tanganku.

"Shh, jangan menangis. Memang kemana ayahmu?"

Aku menelan ludahku. "Ayah... ayahku sudah tiada,"

HALLO MY LITTLE BUTTERFLIES IH GUE SENENG BGT AKUNNYA BISA BALIK HEHEHE

YAY SUDAH 1K READERSNYA  makasih ya makasih aku mah apa atuh tanpa kalian semua:*:*:*

Jangan lupa COMMENT dan vote yaaa maaf kalo chapternya rada gaje dan cuma filler doang yg penting gue update bhay ily❤❤ 

Genevieve (Harry Styles) ●ON HOLD●Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang